"Eyaaang!" seruan si kembar langsung menggema ke seantero rumah.
Aku baru saja menjemput mereka pulang sekolah. Sedangkan Tante Mega dan Om Dirga sudah menunggu di rumah. Mereka akan menginap di rumah sederhanaku selama berada di Jakarta.
"Allen missed you, Eyang." ucap Kara sambil memeluk erat Tante Mega.
"Xena missed you too, Eyang." Nira sudah pasti tak mau kalah, ikut memeluk Tante Mega di sisi lainnya.
"Eyang juga rindu sekali sama kalian, cucu-cucu kesayangan Eyang." ucap Tante Mega sambil menciumi kepala si kembar bergantian.
"Eyang Kung di mana, Yang Ti?" tanya Nira sambil melepaskan pelukannya.
"Ada di halaman belakang tuh lagi telepon Papasa."
Nira langsung berlari ke halaman belakang diikuti oleh Kara.
"Pelan-pelan sayang nggak usah lari-lari." seruku yang sudah pasti tak digubris oleh mereka.
"Terlalu excited mau ketemu Yang Kungnya atau karena lagi teleponan sama Papasanya tuh mereka?" tanya Tante Mega.
"Dua-duanya, Tan. Bahkan mereka lebih excited terima telepon dari Mas Angkasa atau Langit ketimbang terima telepon dari Nou." jawabku sambil duduk di sofa sebelah Tante Mega.
Tante Mega tertawa, "Pilihan kamu pasti tergantung mereka ya, Nou?"
"Hhmmm salah satunya iya, Tan. Mereka prioritas hidup Nou. Jadi sudah pasti pilihan Nou tergantung dengan mereka juga. Apalagi soal pasangan."
"Nah kan mereka sudah akrab bahkan lengket banget sama Angkasa ataupun Langit. Lantas apa yang bikin kamu masih belum memutuskan sampai sekarang, Nou?"
"Apapun pilihan Nou pasti akan menyakiti salah satu dari mereka, Tante."
"Nah itu kamu tau. Semakin lama kamu membuat keputusan, bukannya malah semakin menyakiti salah satunya?"
Aku terdiam.
"Menurut Tante, semakin cepat kamu memilih malah semakin baik. Jadi siapapun yang bukan pilihanmu, bisa cepat memulihkan diri ataupun berproses move on-nya." sambung Tante Mega.
Aku masih terdiam. Benar juga ucapan Tante Mega. Semakin lama aku memilih, malah akan semakin menyakiti siapapun yang bukan menjadi pilihanku.
"Tante boleh nebak siapa yang akan kamu pilih?"
Kali ini aku mengangguk.
"Angkasa."
Baru aku mau membuka mulutku, Tante Mega kembali bersuara.
"Nggak usah kamu jawab iya atau enggaknya. Nanti kamu bisa jawab kalau anak-anak Tante akhirnya ada yang berani ngelamar kamu. Itu cuma feeling Tante sebagai Ibu aja. Bisa benar atau bisa juga salah. Simpan jawaban kamu buat nanti kamu jawab anak-anak, Tante."
"Siapapun pilihan Nou, Tante Mega nggak akan kecewa kan sama Nou?"
"It's your life, Nou. Kamu berhak menentukan pilihan hidupmu dan kamu sendiripun yang bertanggung jawab atas pilihanmu itu. Soo it's okay. Kalaupun yang kamu pilih bukan anak-anak Tante, kamu sudah Tante anggap sebagai anak sendiri. Gitupun si kembar, mereka tetap akan jadi cucu-cucu Tante. Yaa walaupun Tante berharap tebakan Tante tadi benar sih."
"Nou nggak mau hubungan kita jadi merenggang karena pilihan Nou, Tan. Apalagi kalau jadi jauh sama si kembar. Sedangkan si kembar sudah sedekat itu sama mereka."
"Setiap keputusan pasti ada konsekuensinya bukan? Tapi sebagai Bundanya Angkasa dan Langit, Tante yakin mereka nggak akan menjauh apalagi sampai memutuskan hubungan sama si kembar. Hubungan mereka pasti tetap akan baik-baik saja walaupun Mimanya sudah menentukan pilihan."
"Tapi kalau Nou pilih salah satu dari mereka, mereka nggak akan perang saudara juga kan, Tan??"
Kali ini Tante Mega tertawa, "kalau itu sih Tante sudah nggak heran lagi, Nou. Sudah biasa ngadepin situasi perang saudara di antara mereka berdua. Kalau mereka akur-akur terus, Tante malah ngerasa heran sih."
Akupun jadi tertawa mendengar jawaban Tante Mega, "Tante nih malah bercanda deeh. Maksud Nou kan bukan yang kayak gitu, Taannn."
"Iya iyaa Tante paham." ucap Tante Mega begitu tawanya mereda. "Mereka sudah dewasa, Nou sayang. Mereka juga bersaudara. Biarin aja itu jadi urusan mereka. Mau adu tinju kek, mau perang dingin kek. Biarin aja. Nanti juga mereka baik-baik lagi kayak nggak ada apa-apa. Boys will be boys, Nou."
Aku mengangguk-anggukan kepalaku.
"Tapi ini Om Dirga sama Tante Mega ke sini bukan buat ngelamar Nou beneran kan, Tan??"
"Yaa kalau kamu anggap serius sih Tante sama Om nggak masalah, Nou. Habisnya geregetan juga lama-lama sama jagoan-jagoan Tante itu. Masa sampai sekarang masih begini-begini aja. Tapi Nou, apa Akis masih jadi saingan mereka juga?"
Aku mengedikkan kedua bahuku, "he was a part of my life. He is also part of the kids. Jadi yaa Akis punya tempat tersendiri di hati dan hidup Nou, Tan."
Tante Mega tersenyum penuh arti sambil menatapku.
"Siapapun yang kamu pilih nanti, pasti akan ada konsekuensi yang harus kalian hadapi. Misal kamu pilih Angkasa, berarti kamu akan jadi istri prajurit yang harus siap ikut tinggal di daerah tempat Angkasa ditugaskan. Kamu juga akan sibuk dengan giat-giat di PIA. Anak-anak juga mungkin jadi harus pindah-pindah sekolah. Semuanya pasti bisa kalian hadapain bareng-bareng lah Tante yakin dan percaya kalian bisa."
Aku mengangguk-anggukan kepalaku.
"Misal kamu pilih Langit yaa kamu harus benar-benar bisa percaya dan jaga Langit. Secara kerjanya dikelilingin sama pramugari-pramugari. Beda sama Angkasa yang kerjanya dikelilingin cowok-cowok tapi yaa harus siap juga kalau Angkasa dikirim tugas ke daerah perang. Jadi yaa sudah pasti tekanan atau kekhawatiran yang kamu rasain beda, Nou."
Aku menghela nafasku. Benar juga yang dibilang sama Tante Mega. Siapapun pilihanku, aku harus siap menghadapi segala konsekuensinya. Kira-kira konsekuensi mana yang sanggup kuhadapi?

KAMU SEDANG MEMBACA
Nirankara
Historia CortaSetelah meninggalkan kota yang penuh romansa dan problematika masa mudanya selama bertahun-tahun, Nou memutuskan untuk kembali hidup di kota itu. Tak hanya sendiri, kini dia kembali bersama dua alasan terbesarnya untuk tetap kuat menjalani hari-hari...