STASIUN

5.4K 499 11
                                    

⚠️JANGAN LUPA VOTE!!!


Zenggg.....
Sebuah kereta melesat dengan sangat cepat, melaju meninggalkan peron mengikuti aluran rel yang terbentang panjang dari hujung barat hingga ke timur.

Aku terdiam sejenak. Tanganku saat ini benar-benar sangat dingin. Hari ini adalah tahun ke-2 aku menjadi alumni di sebuah pondok pesantren. Ini akan menjadi awalan alkisah yang membuat orang-orang tersenyum simpul.

Saat itu pukul 08:00 pagi. Kereta yang kupesan akan berangkat pada pukul 09:00. Aku memang sengaja datang ke stasiun lebih awal. Suasana ramai stasiun selalu menciptakan inspirasi baru di kepala.

"Mas!"

Seorang nenek penjual gorengan tiba-tiba menahanku yang sedang berjalan, mencengkeram bahuku. Dia menggandeng nampan rotan berisi tahu, bakwan, pisang goreng, dan banyak jenis gorengan lainnya.

"Gorengannya, Mas?" Nenek tua itu membungkuk, menawarkan.

"Maaf, Bu." Aku tersenyum pahit, perlahan melepaskan cengkeraman nenek penjual gorengan dan lanjut berjalan kembali.

Suasana stasiun pagi itu cukup padat. Orang-orang yang berkerumun di peron 3 sepertinya merupakan penumpang di keretaku nanti.

Tiket Jakarta menuju Surabaya sudah kugenggam, sembari berjalan menuju sebuah minimarket. Tanganku dengan lincah mengambil sebungkus roti dan sekotak susu sesampainya di sana. Roti dan susu sepertinya pilihan yang tepat untuk mengganjal isi perut yang kosong. Pagi tadi aku belum sempat sarapan, entah mengapa sangat terburu-buru menuju stasiun, padahal sesungguhnya tidak ada yang dikejar, pula jam keberangkatan keretaku masih lumayan lama.

Dringg...
Ponsel di saku celanaku berdering. Tanganku lincah mengeluarkannya, lantas mengusap layar, mengangkat telepon yang masuk.

"Assalamualaikum, Akhi!" Suara berat sosok pria terdengar jelas dari balik telepon. *Akhi : "saudara laki-laki" dalam bahasa Arab*

"Waalaikumussalam, Ustaz Ali!" Aku membalas dengan semangat.

Sosok yang meneleponku itu adalah Ustaz Ali, seorang guru yang mengajar di SMP-ku dulu, ketika aku masih menjadi santri di sebuah pondok pesantren di Surabaya.

"Bagaimana, anta? Jadi ke mari, kan?" Suara medok Ustaz Ali terdengar nyaring. *anta : "kamu" untuk laki-laki dalam bahasa Arab*

"Jadi, Ustaz! Ini ana sudah di stasiun. Keretanya insyaallah berangkat jam 9, sebentar lagi." Kepalaku refleks mengangguk. *ana : "saya" dalam bahasa Arab*

"Oh, oke! Nanti kalau anta sudah sampai di Surabaya, langsung telepon ana, ya. Biar langsung ana jemput ke stasiun." balas Ustaz Ali antusias.

"Siap, Ustaz!"

"Baik. Ditunggu, ya, Akhi! Assalamualaikum!" Pria itu menutup telepon.

"Waalaikumussalam," Aku memasukkan ponsel kembali.

Yap! Keberangkatanku di stasiun pagi ini memang ada hubungannya dengan Ustaz Ali. 2 hari yang lalu, pondok pesantren mengirimiku undangan untuk mengisi sebuah acara seminar. Mereka memintaku untuk menjadi salah satu pembicara pada kegiatan yang dibuat oleh pihak santriwati.

Aku telah meninggalkan pondok pesantren itu sejak 2 tahun yang lalu, tepatnya usai lulus SMP. Namun ketahuilah, kini aku bahkan sudah lulus SMA. Bagaimana bisa? Pasti banyak yang bertanya-tanya.

Bukan bermaksud sombong, tetapi aku memang salah seorang insan yang dianugerahi potensi pada bidang akademik, terutama di pelajaran ilmu pengetahuan alam dan matematika. Sejak SD dulu, aku selalu mendapatkan peringkat teratas di kelas, bahkan di angkatan.

DI MANA KUMENJEMPUT SURGA? (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang