JENDERAL

818 143 7
                                    

⚠️JANGAN LUPA VOTE!!!


Kring...
Kring...

Pukul 07:40 pagi hari.
Aku, Fathur, Ghava, dan Azzam sudah duduk sigap di atas sepeda menunggu Jenderal. Hari ini adalah hari pertama sekolah. Kami akan berangkat bersama-sama menggunakan sepeda masing-masing yang baru diserahkan oleh beasiswa kemarin.

Perjalanan wisata kemarin cukup melelahkan. Kami baru sampai di rumah pukul 01:00 malam, usai menyusuri puluhan sudut Kota Istanbul dengan waktu yang sangat terbatas.

"CEPAT, BANG!"
Aku berteriak memanggil Jenderal dari depan pintu masuk, menunggu "kakak" tertua kami yang belum juga turun sedari tadi.

Sebenarnya hanya sebentar naik sepeda ke sekolah. Tidak sampai 5 menit. Pula tidak ada yang benar-benar dikejar. Batas terlambat pun dihitung jika sudah melewati pukul 08:10. Tapi hari ini hari pertama sekolah. Rasanya tidak afdal jika terlambat.

"Woi!" Suara berat pria muncul dari arah pintu masuk tepat ketika aku duduk di atas sepeda. Tidak lain tidak bukan, itu pasti sosok "kakak" tertua yang kami tunggu sedari tadi. Kemunculannya membuat kami yang duduk di atas sepeda seketika tertawa terbahak-bahak.

Jenderal muncul di depan pintu mengenakan seragam putih abu-abu. Disertai pula dengan topi dan dasi sekolah yang mencolokkan penampilannya.

Sekolah karantina tidak menetapkan sistem seragam. Seluruh siswa bebas menggunakan pakaian apa pun selagi berada dalam standar sopan. Jadi tidak ada pula yang bisa melarang pakaian yang Jenderal kenakan itu.

"Waduh, anak SMA dari mana nih, Bro?" Azzam menepuk pelan lengan Jenderal, menahan tawa dengan mulut yang ditutup telapak tangan.

"Maaf, saya anak SMK bukan anak SMA, Pak," balas Jenderal dengan wajah meledek. Setelahnya dia tersenyum lebar, menampilkan 2 taring tajam di sudut mulutnya.

"Gila! Kau serius ingin pakai baju SMA, Bang?" lanjutku melontarkan pertanyaan.

"Ya, iya. Memang kenapa? Tidak ada larangannya, kan?" Jenderal membalas dengan wajah berlagak bingung.

"Ya memang tidak ada larangan. Tapi siapa yang tidak tertawa melihat pakaianmu, Bang?" Ghava lebih dahulu membalas, diiringi dengan tawa kecil.

"Sudah-sudah! Dasar netizen tukang komen. Tidak tahu ya aku manusia tertampan sejagat raya? Mau pakai baju apa saja juga tetap tampan. Jadi lebih baik diam saja kalian semua!"

Azzam tergelak kencang, "Itu sih terlalu kepedean, Bang."

"Sudah ah, berangkat, yuk!" Fathur menyela cepat.

"Yuk, yuk!" Jenderal akhirnya beranjak mengambil sepeda yang tersisa di sudut halaman.

Kami mulai meninggalkan rumah pukul 07:45. Hidup mandiri sudah dimulai sejak hari ini. Apa-apa harus dilakukan sendiri. Bang Armand hanya cukup mengawasi dari belakang, membiarkan kami melangkah ke depan memilih jalan masing-masing.

Sebagian besar basic kehidupan para pelajar negara asing dari Indonesia sudah diajarkan dan dijelaskan kepada kami selama 3 hari belakangan, mulai dari persoalan transportasi umum, peraturan lalu lintas, harga keperluan rumah, makanan, dan lain-lain. Kini kami tinggal mulai mempraktikkan. Bukan hal yang sulit melakukannya. Paling-paling dalam waktu 1 bulan ke depan semua hal itu sudah dapat dikuasai, baik dalam bentuk fisik maupun batin.

DI MANA KUMENJEMPUT SURGA? (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang