AZZAM

1K 185 4
                                    

⚠️JANGAN LUPA VOTE!


Pukul 22:30

Aku terbangun. Tangan Azzam sibuk menepuk-nepuk bahuku dari samping. Tidak sadar, ternyata sudah lebih 5 jam kami duduk di ruang tunggu, di mulai dari sebelum azan salat magrib hingga detik ini.

Selepas salat magrib tadi, Pak Fadli mengajak kami makan malam di sebuah restoran. Dilanjutkan dengan salat isya, lalu kembali duduk di ruang tunggu. Yang terakhir kali kuingat sebelum tertidur di kursi, aku dan Azzam sedang bermain permainan ludo digital di ponselnya.

Apa mungkin aku tertidur saat tengah bermain? Sama sekali tidak ingat.

"Sudah puas tidur nih kulihat-lihat?" Azzam tertawa menatapku.

Aku ikut tertawa, meluruskan badan, mengusap-usap wajah yang terasa berat. Posisi saat itu aku duduk bersebelahan dengan Azzam di deretan 4 kursi. Aku duduk di bangku paling hujung kanan, dan Azzam persis di sebelah kiriku.

Kondisi ruang tunggu saat itu cukup ramai. Jenderal, Fathur, Ghava, dan Pak Fadli duduk di deretan 4 kursi paling depan, sedangkan aku dan Azzam di deretan kursi belakang mereka bersama pasangan suami istri.

Pak Fadli menoleh ke belakang, "Bagaimana, mau langsung masuk pesawat, tidak? Sudah boleh masuk soalnya,"

"Bebas saja, Pak." Azzam langsung menjawab.

"Ya sudah yuk, Anak-Anak, kita naik sekarang saja!" Pak Fadli bangkit dari kursi. Semua langsung bergegas. Tubuhku benar-benar terasa pegal saat itu. Entah bagaimana posisi tidur barusan.

Bantal leher berbentuk kepala panda pemberian Tiara beberapa hari lalu kugenggam. Kurangkul pula tas ransel hitam berisi laptop dan beberapa perlengkapan lain. Dengan cepat tubuhku sudah sigap berdiri menunggu yang lain.

Saat check-in tadi seluruh koper sudah dimasukkan ke bagasi, termasuk satu buah koper besar dan koper kecil milikku. Tiket pun sudah dibagikan kepada kami masing-masing oleh Pak Fadli.

Nanti aku akan duduk di kursi 22-A, persis di sebelah jendela pesawat. Di sebelahku ada Ghava yang menempati kursi 22 B, dan Azzam di kursi 22-C. Pesawat akan lepas landas kurang lebih 30 menit lagi. Penerbangan ini akan memakan waktu 11-12 jam, tanpa melakukan transit.

"Kau tidur macam orang mati, Kahfi," ucap Azzam sembari bangkit dari kursi.

"Hahaha, tadi aku tertidur ketika sedang main, ya? Asli ngantuk sekali, maaf." Aku tertawa kecil.

"Iya. Aku juga kaget. Padahal baru saja kaumemencet dadu, tiba-tiba aku menoleh kau sudah tidur. Buset, mana dibangunkan tidak bangun-bangun." Azzam menepuk pundakku sambil tertawa.

"Tiketnya ada semua, Anak-Anak?" Pak Fadli memotong.

Masing-masing kami mengeluarkan tiket, menunjukkan kepada Pak Fadli. Segeralah saat itu Pak Fadli menggiring kami semua masuk ke dalam pesawat. Seingatku, Fathur, Jenderal, dan Pak Fadli duduk bertiga di kursi nomor 15 A-C. Mereka lebih dahulu menemukan bangkunya dibanding aku, Ghava, dan Azzam.

Sampai di kursi no-22, aku langsung memasukkan tas ransel ke tempat simpan di atas. Begitu pula dengan 2 pria yang duduk bersama. Barang yang mereka bawa diletakkan juga di sana.

"Aku duduk di pojok boleh, tidak?" Ghava menahan tepat saat kakiku sudah masuk ke deretan bangku. Ia meminta untuk bertukaran posisi tempat duduk. Aku sontak terdiam.

"Mau bikin video soalnya, Fi. Mau videokan sayap pesawat. Boleh ya, Fi... please?" Ghava memohon. Aku akhirnya setuju.

Kejadian ini terulang lagi, seperti saat pertama kali aku bertemu dengan Ashima di kereta. Keduanya sama-sama meminta bertukaran tempat duduk dengan kursiku yang berada persis di sebelah jendela. Tapi kali ini aku ujungnya tidak duduk di kursi sebelah jalan, sebab dalam satu deret bangku pesawat terdiri atas 3 kursi, berbeda dengan kereta yang hanya 2. Azzamlah yang duduk di kursi sebelah jalan.

DI MANA KUMENJEMPUT SURGA? (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang