⚠️JANGAN LUPA VOTE!!!
•
•
•Desember 2023
Warna biru putih membungkus langit Istanbul sore ini. Burung-burung beterbangan menghiasi langit. Sekelompok bocah lelaki tampak tertawa riang berkejaran di taman. Lampu-lampu bangunan tidak lama kemudian dinyalakan, para penduduk mulai menyambut malam.
Di atas sana bulan tampak samar-samar, masih malu menunjukkan diri. Stasiun metro padat dipenuhi orang-orang sehabis bekerja. Ibu-ibu rumah tangga sudah asyik di hadapan kompor menyiapkan makanan untuk malam nanti. Sebagian kelompok remaja masih sibuk duduk memenuhi meja-meja kafe yang berjejer di pusat kota demi menyelesaikan tugas sekolah.
Suasana kota yang hidup dan sibuk jauh berbeda dengan daerah di penghujung timur sana. Tanah-tanah yang timbul ditimpa sepetak batu nisan terbentang luas. Sekelompok insan usia 20-an tahun berkumpul mengelilingi sebuah makam. Harum bunga mawar bersimbah mengikuti lembaran mahkota bunga yang disebarkan di atas makam oleh seorang perempuan cantik berkerudung panjang.
Tak lama sekumpulan insan usia 20-an tahun itu memanjatkan doa untuk sosok di dalam makam. Tatapan-tatapan mereka penuh kepiluan. Salah satu di antaranya bahkan ada yang menangis sambil mengelus-elus nisan makam. Memori 6 tahun lalu itu kembali.
Oh, dia yang berada di bawah sana, dia yang telah bersatu dengan tanah asal raganya, dia yang telah mengukir alkisah hebat, sungguh dia adalah manusia pemilik ketulusan sejati.
Oh, Kahfi... apa kabarmu di sana? Apakah kau kini sudah bahagia usai meninggalkan kehidupan yang menyesakkan? Oh, Kahfi... lihatlah seorang gadis yang kini memeluk nisan makammu, dia gadis yang selalu kautunggu dahulu, yang selalu kautanamkan harapan. Lihatlah, kini dia tidak hanya mampu mengucapkan dua kalimat syahadat seperti yang kauharapkan, dia bahkan sudah mengenakan hijab di kepalanya. Begitu cantiknya dia sekarang...
Oh, Kahfi... tahukah kau, naskahmu yang sempat hilang dahulu sudah ditemukan? Ternyata 6 tahun lalu naskah itu hilang diambil oleh seorang laki-laki yang menjadi penyebab kepergianmu, laki-laki yang menyenggolmu ketika menuruni bis. Ya, dia yang melakukannya, entah bagaimana caranya. Kini naskah itu sudah terbit seperti yang kau impi-impikan dahulu. Puluhan ribu orang di luar sana telah membacanya. Sungguh alkisah yang indah.
Oh, Kahfi... apakah kau sudah tahu rupanya ada yang lebih indah dibanding naskah itu? Tahukah kau buku istimewa yang berisi alkisah istimewamu itu kini juga telah dibaca oleh jutaan orang? Oh, Kahfi, indah betul alkisah istimewa itu hingga membuat jutaan air mata terjatuh... Benarlah katamu dahulu wahai Putra Bunda, alkisah yang hebat lahir dari jutaan tangis.
Oh, Kahfi... apakah kau sudah tahu kini Desa Ateis tempatmu berjuang meninggikan derajat Ashima dahulu sudah terbongkar di mata dunia. Semua itu berkat perjuangan terakhirmu di atas ranjang kamar rawat. Kini para penduduk Desa Ateis telah dibebaskan, dimerdekakan, dibagi ke beberapa wilayah. Mimpi Ashima untuk menjadi gadis yang merdeka sudah terwujud. Ashima telah hidup damai bersama keluarganya di Istanbul.
Oh, Kahfi... berkatmu begitu banyak hal baik yang tercipta. Banyak hal-hal besar yang terjadi usai kepergianmu. Andai kau masih ada di sini, pasti kau kini bersama Ashima, kau selalu menemaninya, pergi bersamanya sebagai pasangan yang halal, cinta yang tak diragukan untuk direstui langit dan bumi.
Oh, Kahfi... lihatlah, kini gadis yang amat kaucintai, gadis yang akhirnya kausadari sebagai pemegang takhta di hatimu, dia sungguh telah menikah. Ashima telah menikah 2 tahun lalu bersama Fathur sehabis 3 Sobat Pria lulus kuliah, sehabis Fathur diangkat sebagai pemegang dan penanggung jawab atas tulisan panjang kehidupanmu demi menjaga nama baik Ashima, demi mendapat penerimaan laki-laki atas perempuan yang belum selesai dengan masa lalunya. Hanya Fathur yang dapat melakukan itu. Sungguh.
Oh, Kahfi... bagai Khalil yang menitipkan Humaira kepada Firman, wasiat terakhirmu yang tidak pernah tercatat dalam buku istimewa itu sungguh sudah terlaksana. Ashima dianugerahi seorang anak laki-laki 1 tahun lalu, namanya Muhammad Al-Kahfi, persis dengan namamu, sesuai dengan yang Ashima katakan dahulu, mengenai perpisahan kalian.
Oh, Kahfi... sungguh kau pemilik kesejatian yang telah dinanti-nanti alam semesta. Lihatlah, bahkan bumi merestui perjalanan panjangmu selama kau memijak di atasnya dengan tumbuhnya sebuah bunga matahari yang subur nan indah di muka tanah pemakamanmu.
Oh, Kahfi... alkisah ini sungguh begitu istimewa, ditulis di dalam buku yang istimewa, dijalankan serta dirangkul oleh orang-orang yang istimewa, ditulis oleh laki-laki istimewa, diteruskan serta dikembangkan oleh teman-teman istimewa, dan dibaca oleh mereka insan-insan istimewa.
Selamat jalan untukmu, kawan, pria tampan yang kuat, Muhammad Al-Kahfi...
^^^
— Muhammad Adib Isra —
Senin, 11 Desember 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
DI MANA KUMENJEMPUT SURGA? (SELESAI)
Tâm linh"𝘼𝙥𝙖 𝙢𝙪𝙣𝙜𝙠𝙞𝙣 𝙖𝙠𝙪 𝙢𝙚𝙣𝙜𝙖𝙗𝙙𝙞 𝙥𝙖𝙙𝙖 𝙏𝙪𝙝𝙖𝙣 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙖𝙠 𝙙𝙖𝙥𝙖𝙩 𝙙𝙞𝙡𝙞𝙝𝙖𝙩? 𝘼𝙩𝙖𝙪 𝙥𝙖𝙙𝙖 𝙏𝙪𝙝𝙖𝙣 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙝𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙗𝙚𝙧𝙙𝙞𝙖𝙢 𝙙𝙞 𝙩𝙚𝙢𝙥𝙖𝙩? 𝘼𝙩𝙖𝙪 𝙢𝙪𝙣𝙜𝙠𝙞𝙣𝙠𝙖𝙝 𝙥𝙖𝙙𝙖 𝙏𝙪𝙝𝙖𝙣 𝙮𝙖𝙣...