GENTING

731 125 9
                                    

⚠️JANGAN LUPA VOTE!!!


"Apa yang sudah terjadi?" Pertanyaan itu melesat dengan nada datar. Gadis cantik yang tak sadarkan diri dengan baju bersimbah darah tadi sudah dipindahkan ke rumah sakit. Pakaiannya kini telah diganti dengan baju pasien berwarna biru muda.

Mata Ashima membuka kecil. Tangannya bergerak kaku. Sudah 12 jam dia tak sadarkan diri. Kini jarum jam membentuk sudut 90 derajat, pukul 03:00 dini hari. Aku menemani di dalam ruang rawat. Sudah sejak 12 jam yang lalu aku menemaninya bahkan ketika ambulans datang membawa tubuh lemah Ashima ke rumah sakit.

"Apa yang terjadi padamu?" Pertanyaan itu kuulang kembali. Mata gadis di ranjang rawat kini sudah terbuka setengah.

"K-Kahfi? S-saya ada di mana?" Kening Ashima mengerut, matanya lemah menatapku.

"Kita di rumah sakit. 12 jam yang lalu kamu pingsan setelah sampai di sekolah. Tidak ingat?" Aku menjawab lembut, cukup prihatin memandang wajahnya.

Ashima menghela napas, diam. Matanya kini melirik ke sana ke mari. Di belakangku ada Mbak Regina yang sedang terlelap di sofa. 12 jam lalu ambulans telah membawa tubuh Ashima ke rumah sakit yang sama dengan tempat Azzam dirawat. Bang Armand dan Fathur menemani Azzam di lantai atas, sementara aku dan Mbak Regina menemani Ashima di lantai bawah.

Gheisa pulang pukul 21:00 tadi. Mbak Regina membujuknya agar tidak panik dan tetap tenang menghadapi situasi ini, meski aku tahu persis dari raut wajah Mbak Regina bahwa dia juga sangat panik.

Ghava dan Jenderal sudah pulang ke rumah. Banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Bang Armand mengandalkan mereka untuk hal itu. Nanti pagi, ketika matahari muncul, 2 Sobat Pria itu akan datang membawa sarapan untuk kami. Itu yang Bang Armand perintahkan pada mereka, tidak banyak, tapi bagaimana mungkin seorang Jenderal dapat diandalkan dalam hal memasak?

"Apa yang terjadi?" Untuk yang ke-tiga kalinya pertanyaan itu kuulang. Gadis di hadapan hanya diam. Kepalanya beralih dari arah wajahku, menatap ubin ruangan.

"Kamu terluka..."

"Saya hanya kecelakaan, Kahfi. Ada mobil yang tidak sengaja menabrak saya." Baru aku hendak melangkah ke inti jawaban dari pertanyaan yang terulang-ulang tadi, Ashima secepat kilat memotong.

"Jangan berbohong." Aku membalas dingin. Jawaban yang diberikan gadis itu begitu tidak sinkron. Ashima langsung menelan ludah, keningnya mengerut dalam.

"Di tangan, kaki, tubuh, bahkan kepalamu ada banyak luka serius. Saat kamu sampai di sekolah kemarin, bajumu penuh dengan darah, Ashima. Dokter mengatakan luka-lukamu itu berasal dari benda tajam. Itu yang kamu maksud dengan kecelakaan mobil?" Pernyataanku kini semakin mendesak Ashima. Gadis itu menelan ludah, diam seribu bahasa.

3 jam lalu, dokter memprediksi Ashima telah dilukai dengan sebuah senjata tajam entah oleh siapa. Luka di tubuhnya cukup banyak, ada luka goresan, irisan, bahkan hingga tusukan-tusukan kecil. Aku terkejut setengah mati mendengar semua pernyataan dokter 3 jam lalu. Turki tidak pernah dikenal dengan negara yang banyak kejahatan, begal, preman, atau semacamnya. Negeri ini jauh dan bersih dari hal-hal itu.

Sebenarnya bisa saja hal-hal hasutan iblis itu ada di negeri ini. Tapi perbandingannya kecil, hanya 1 : 100.000. Pula jalur perjalanan dari restoran tempat Ashima bekerja menuju sekolah Indonesia terkenal ramai. Maka sedikit sulit dipercaya jika Ashima dijahati oleh preman dan semacamnya. Apalagi setelah mendengar gadis itu berbohong soal kecelakaan mobil. Rasa curiga di hatiku semakin membesar.

DI MANA KUMENJEMPUT SURGA? (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang