PULANG

506 74 15
                                    

⚠️JANGAN LUPA VOTE!!!


Jam pulang sekolah tiba. Aku bersama Fathur dan Ghava segera pulang. Persoalan Matin tahu perihal kepulanganku lupakan saja. Aku tidak peduli. Yang lebih penting saat ini aku harus bergegas. Ada beberapa barang yang belum kusiapkan untuk dibawa ke Jakarta. Pula pukul setengah 2 siang nanti aku harus salat Jumat terlebih dahulu.

Paling lambat harus berangkat ke bandara pukul 14:00. Dari rumah menuju bandara cukup memakan waktu. Fathur, Ghava, bahkan Jenderal yang sedang sakit sangat ingin ikut mengantarkanku ke bandara. Tapi Bang Armand hanya mengizinkan 1 orang untuk ikut. Maksimal muatan taksi hanya 3 orang dan 2 di antaranya sudah pasti aku dan Bang Armand.

Bang Armand menyuruh 3 Sobat Pria untuk ber-hompimpa. Pada akhirnya terpilihlah Jenderal untuk ikut. Wajah pucat abang kami satu itu seketika berubah penuh seri. Ghava dan Fathur menatap sebal.

"Kau sedang sakit, kan, Bang? Lebih baik istirahat di rumah." Fathur menyeletuk, belum menerima kekalahan.

"Obat sakit itu bukan istirahat, Bro, tapi jalan-jalan!" Jenderal tertawa puas. Aku dan Bang Armand ikut tertawa.

"Ya sudah, kalau obatnya jalan-jalan, mengapa tidak sekalian ikut jalan-jalan ke sekolah tadi pagi?" Ghava sarkas. Ruang depan kembali dipenuhi gelak tawa.

Jenderal menjulurkan jari telunjuknya ke mulut Ghava, "Shuttt... kalau yang itu beda urusan!" gurau Jenderal. Ghava dengan sebalnya menggigit jari telunjuk Jenderal. Kami semua tertawa.

Memang seperti itulah suasana rumah ketika Bang Armand ingin pergi. Sudah pasti semuanya ingin ikut. Dalam kasus ini karena Bang Armand harus menemaniku ke bandara, maka semuanya ingin mengantarkanku pula. Biasanya Bang Armand hobi sekali minta ditemani kami ketika ada urusan. Biasanya setelah urusannya selesai dia mengajak kami jalan-jalan, entah itu mentraktir makan di luar, atau mengajak ke tempat-tempat baru yang belum pernah kami datangi.

Memang tinggal di rumah terus-menerus lama-kelamaan seperti dipenjara. Tak heran 3 Sobat Pria berebut gila untuk ikut Bang Armand mengantarkanku ke bandara. Tapi memang biasanya jika ada urusan—Bang Armand sekaligus mengajak kami semua. Pun biasanya menggunakan metro atau transportasi umum lain. Kebetulan karena saat ini terburu-buru, terpaksalah kami menggunakan taksi yang ongkosnya berkali lipat dibanding kendaraan umum.

Kebisingan ruang depan akhirnya terganti dengan kumandang azan. Kami segera berangkat ke masjid dekat rumah. Di Istanbul, salat Jumat biasanya tidak terlalu lama seperti di Indonesia. Khotbah di sini biasanya hanya berlangsung selama 5-10 menit.

Semua urusan akhirnya selesai pukul 01:50 siang. Bang Armand tanpa menunda-nunda segera memesan taksi. Kami berangkat bertiga. Fathur, Ghava, dan Mbak Regina hanya memandangi di depan teras. Jenderal dengan sifat jahilnya yang mendarah daging sengaja membuka jendela mobil sambil menjulur-julurkan lidah, mengejek Fathur dan Ghava.

Perjalanan ke bandara memakan waktu 40 menit. Sopir taksi sempat salah mengambil jalan. Kami terjebak macet 10 menit karena ada kecelakaan. Tiba di bandara pukul 02:30 siang lebih sedikit. Bang Armand dan Jenderal menyertaiku hingga ke depan pintu masuk pengecekan barang.

"Jangan lupa kalau sudah bertemu Azzam kau segera telepon aku. Abangmu ini sudah rindu sekali dengan adik yang satu itu." gurau Jenderal.

"Hei, kau ini katanya rindu tapi tidak bawakan oleh-oleh untuk Azzam. Ghava dan Fathur saja menitip oleh-oleh kepada Kahfi." Bang Armand menepuk pundak Jenderal.

DI MANA KUMENJEMPUT SURGA? (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang