JADWAL

1.4K 211 3
                                    

⚠️JANGAN LUPA VOTE


DEG...
Hening.
Luas ruang seminar senyap seketika. Semua terdiam, terkhusus laki-laki yang berdiri di atas panggung. 2 bibirnya tertutup. Itu adalah aku.

Pertanyaan Ashima sangat melenceng dari pemaparan materi barusan. Ada apa dengannya? Jauh sekali pertanyaan itu dengan pembahasan yang baru saja kusampaikan. Aku terdiam, terdiam seribu bahasa. Bukan karena tak memiliki jawaban. Aku tahu betul jawaban dari pertanyaannya itu, namun sepetik hati meragu, was-was, tak mengerti mengapa.

Sekujur tubuhku mematung, melamun menatap wajah cantik Ashima 20 meter di seberang sana.

10 detik...
20 detik...
30 detik...
Hening ruangan itu belum hilang, sama sekali tak ada suara. Sebagian orang menatapku heran.

"Baik, waktu sudah habis. Maaf pertanyaan barusan sepertinya kurang sesuai dengan isi materi. Kita cukupkan saja pembawaan materi pertama sampai di sini. Acara berikutnya akan dilanjutkan kembali setelah waktu salat asar, ya, para hadirin. Terima kasih, Kahfi!" Salah seorang pembawa acara memecah kesunyian.

Tidak!
Aku belum menjawab pertanyaan gadis itu.
Aku baru ingin menjawabnya.

^ ^ ^

"Hei!" Sepucuk telapak tangan mendarat di pundakku, kala aku berjalan keluar dari belakang panggung setelah 15 menit seminar selesai.

"Ya?" Aku yang berjalan di sebelah Ustaz Ali sontak menoleh, diikuti oleh pria berjanggut itu.

Wujud seorang perempuan berambut panjang langsung tersorot bola mata, satu-satunya perempuan tak berhijab yang mendengarkan seminarku tadi. Ashima.

"Eh, assalamualaikum, Ashima." Tanganku spontan menyatu, memberikan salam berjarak kepadanya.

"Waalaikumussalam, Kahfi. Terima kasih banyak, ya, sudah mendaftarkan saya kemarin." Gadis di hadapan tersenyum simpul.

"Oh, iya. Sama-sama!" balasku ikut memberikan senyum.

"Siapa, Akhi?" Ustaz Ali menyela, berbisik ke telingaku.

"Oh, ini, Taz, beliau ini... teman ana." jawabku ragu-ragu. Tanganku bergetar kecil, khawatir ditanyakan hal-hal aneh oleh pria berjanggut panjang di sebelah.

"Oh, teman? Ya sudah kalau begitu, ana turun duluan deh, sudah kebelet sekali ini. Entah kenapa tiba-tiba perut ana sakit habis salat. Anta nanti menyusul saja ke bawah, ya?" Hal yang kutakutkan rupanya tak terjadi. Kepalaku cepat mengangguk, hingga pada akhirnya pria berjanggut panjang di sebelah berjalan pergi meninggalkan kami.

"Hmm... sekali lagi terima kasih, Kahfi, sudah mengajarkan saya tentang penciptaan neraka." Gadis di hadapan melanjutkan perbincangan. Kalimatnya membuatku membisu sesaat.

Terima kasih?
Sebentar, perkataan gadis itu terdengar cukup aneh. Sepertinya benar dia sudah gila. Rasanya menjanggalkan jika yang mengucapkannya bukan seorang muslim, apalagi aku tidak mengerti maksud di balik ucapan terima kasihnya itu.

"Sama-sama. Oh, ya, kamu jadinya bagaimana? Ayah kamu...?" Tak peduli, aku berusaha menghiraukan keanehan barusan.

"Sudah. Ayah saya sudah dikuburkan, bahkan sebelum kita sampai di stasiun semalam." Gadis di hadapan secepat kilat memotong. Akal dan hatiku seketika memahami. Dia sepertinya tidak mau perbincangan ini melenceng ke arah sana. Suasana hatinya pasti sedang redup, berbeda denganku yang hanya mampu melihat wujud luarnya.

DI MANA KUMENJEMPUT SURGA? (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang