MENANTI

568 101 29
                                    

⚠️JANGAN LUPA VOTE!!!


21 Agustus, 2008

"Anak saleh, ke mari, Nak. Abang ingin komik terbaru, kan?" Pria berusia 30 tahun memanggil putranya. Matanya sendu menatap bocah laki-laki yang tengah asyik bermain stik sendiri.

"Ayah jadi belikan Abang komik?" Putranya yang masih berusia 7 tahun berlari menghampiri, wajahnya berseri antusias.

"Duduk di sini, Nak. Ayah sudah belikan komik terbaru untuk Abang. Ini!" Pria berusia 30 tahun menunjukkan sekotak kardus berisi buku bacaan. Bocah laki-laki di hadapannya tersenyum lebar.

"Wah, Ayah, banyak sekali komiknya. Kalau begini, Abang tidak perlu menumpang baca lagi di toko buku!" Bocah laki-laki tertawa riang. Ayahnya membalas dengan senyuman takzim, lantas membelai halus rambut putranya.

"Abang senang dengan komik-komiknya?" Pria usia 30 tahun bertanya. Yang ditanya mengangguk mantap. Kutu buku kecil ini memang tidak perlu diragukan lagi.

"Boleh Ayah bercerita sedikit, Bang?"

"Boleh, Yah." Bocah laki-laki mengangguk.

Pria berusia 30 tahun merangkul tubuh kecil putranya. Dia menatap sekejap, menelan ludah, lantas menguatkan diri bercerita. Ini bukan cerita yang menarik seperti isi komik-komik putranya. Ini cerita soal perpisahan, perpisahan yang akan terjadi tak lama lagi. Cerita menyedihkan.

"Ayah besok akan bekerja. Ayah akan pergi jauh ke luar negeri. Mulai besok Ayah tidak tinggal di rumah lagi, Nak." Pria usia 30 tahun memandang sayu ke arah putranya.

"Abang dan yang lainnya tidak boleh ikut, Yah?" Bocah laki-laki di sebelah mengerutkan wajah.

"Tidak bisa, Bang. Ayah akan pergi sendiri. Di sana banyak orang jahat. Ayah takut Abang, Kakak, dan Bunda kenapa-kenapa jika ikut." Yang ditanya menjawab datar.

"Jadi Ayah tidak tinggal di rumah lagi?" Bocah laki-laki mencemberut.

Ayahnya menghela napas. Pembicaraan ini berat betul bagi yang mengerti. Sayang, belum saatnya bocah laki-laki berusia 7 tahun itu mengerti maksud pembicaraan ini. Mata ayahnya berkaca-kaca. Tangannya bergetar, mencengkeram pinggiran sofa.

"Iya. Tapi nanti Ayah akan kembali lagi... Nanti, ketika Ayah pergi, tolong jaga Bunda ya, Nak? Jaga juga Kakak. Abang dan Kakak jangan sering bertengkar. Jaga Bunda. Bunda sedang sakit, jadi jangan suka berisik. Om Firman teman Ayah juga akan tinggal di sini nanti. Om Firman akan merawat Abang, akan merawat Kakak, dan juga..." Pria usia 30 tahun berhenti. Dia terisak. Kepalanya tertunduk, air perlahan mengalir dari matanya.

Bocah laki-laki di sebelah menatap bingung. Sedikit dia mengerti bahwa pembahasan ini berat, hingga membuat ayahnya yang dia kenal kuat menangis. Bocah laki-laki mengelus pundak ayahnya, ikut mencemberut sedih.

"Om Firman juga akan merawat Bunda nanti. Om Firman akan membantu Abang menjaga Kakak, menjaga Bunda." Sempurna pecah tangisan ayahnya. Bocah laki-laki di sebelah memeluk tubuh ayahnya.

"Ayah, Abang berjanji akan menjaga Bunda dan Kakak. Ayah tidak perlu bersedih. Jika Ayah pergi, masih ada Abang di sini." Bocah laki-laki berusaha menguatkan. Ayahnya tersenyum tipis di sela tangisan yang perlahan mereda.

DI MANA KUMENJEMPUT SURGA? (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang