⚠️JANGAN LUPA VOTE!
•
•
•Pukul 08.00
Kereta berhenti di Stasiun Gambir. Aku telah sampai di Jakarta. Baru saja kutelepon Tiara untuk menjemput. Oh iya, seperti yang sempat kujelaskan, Tiara adalah kakak perempuanku, satu-satunya anggota keluarga kandung yang masih tersisa sampai saat ini.
Para penumpang kereta mulai keluar. Kuraih gandengan ransel dan memasangkan di bahu. Suasana hatiku masih kacau balau. Kini bukan disebabkan oleh kenyataan Azizah, namun karena Bunda. Entah mengapa kehadiran Bunda dalam mimpiku tadi malam masih tak bisa dilupakan.
Azizah dan Bunda adalah perempuan yang amat kucintai. Dua-duanya telah pergi dari hidupku. Kepergian mereka sangat menghancurkan hati. Tetapi beda, Bunda hadir selama 13 tahun dalam hidupku, sedangkan Azizah hanya selama 2 tahun. Aku dan Bunda dipisahkan oleh maut. Cara mengikhlaskannya rumit untuk dijelaskan, paling menyakitkan dan paling sulit dilakukan. Berbeda dengan perpisahan Azizah yang dilakukan dengan baik-baik, perlahan dapat kuterima walau sulit, namun tak sesulit melepaskan kepergian Bunda.
Di mana Tiara? Mataku menyipit memperhatikan pintu keluar, mencari di mana Tiara menjemput.
"Kahfi Bocil!" Sehelai telapak tangan mendarat di pundakku.
Dengan cepat tubuhku berbalik. Sosok yang kucari ternyata sudah berdiri di belakang Tiara. Dia memang tidak jelas memanggil namaku, kadang "Bocah", "Kahfi", "Bocil", "Abang", "Kucing", "Cilik", "Adek", memang tak menentu.
"Bagaimana, Bang? Azizah bagaimana?" Tiara merangkul pundakku. Malah persoalan itu yang dibahasnya. Tiara memang mengetahui semua rencanaku ke Surabaya.
Aku menghela napas. Rasanya tak baik jika terus merasa tidak ikhlas. Kulepas rangkulan Tiara, menarik tangan kanannya, kemudian memberikan novel yang ditulis Azizah.
"Apa ini?" Kening perempuan itu mengedut.
"Ya, begitulah..." Kupasangkan wajah masam nan pahit, membuat Tiara semakin bingung.
"Loh, kenapa sih kamu, Bang?" Tiara terkekeh kecil.
"Sudah, Kak, semuanya telah berakhir. Aku mau pulang. Kapan-kapan saja ceritanya." bentakku sembari berjalan meninggalkan Tiara.
"Eh, kenapa sih? Kamu mau ke mana, Bang? Aku saja parkir mobilnya di sana." Gadis itu berteriak, menunjuk arah yang berlawanan dengan jalanku.
^ ^ ^
"Ini novel apa sih, Bang?" Tiara menatap bingung novel Azizah yang kuberi, sesaat sesudah sampai di mobil.
"Baca saja sendiri," kubalas dengan nada datar.
"What? Ini penulisnya si Azizah?" Kini gadis di sebelah mulai menyadari, usai mengurai lembar pertama dan terpampang jelas nama sang penulis buku di sana.
"Ya... Azizah ternyata sudah menikah. Dia dijodohkan orang tuanya." Pembahasan langsung kusalip menuju inti.
"BOHONG! Dijodohkan? Tidak mungkin! Dia kan seumuranmu, Bang?" Bola mata Tiara membesar, memandang tidak percaya.
Aku menoleh ke arahnya, mengangguk lemas. "Orang Madura memang banyak yang seperti itu. Nikah muda sudah menjadi tradisi mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
DI MANA KUMENJEMPUT SURGA? (SELESAI)
Espiritual"𝘼𝙥𝙖 𝙢𝙪𝙣𝙜𝙠𝙞𝙣 𝙖𝙠𝙪 𝙢𝙚𝙣𝙜𝙖𝙗𝙙𝙞 𝙥𝙖𝙙𝙖 𝙏𝙪𝙝𝙖𝙣 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙖𝙠 𝙙𝙖𝙥𝙖𝙩 𝙙𝙞𝙡𝙞𝙝𝙖𝙩? 𝘼𝙩𝙖𝙪 𝙥𝙖𝙙𝙖 𝙏𝙪𝙝𝙖𝙣 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙝𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙗𝙚𝙧𝙙𝙞𝙖𝙢 𝙙𝙞 𝙩𝙚𝙢𝙥𝙖𝙩? 𝘼𝙩𝙖𝙪 𝙢𝙪𝙣𝙜𝙠𝙞𝙣𝙠𝙖𝙝 𝙥𝙖𝙙𝙖 𝙏𝙪𝙝𝙖𝙣 𝙮𝙖𝙣...