HILANG

364 48 0
                                    

⚠️JANGAN LUPA VOTE!!!


Esok pagi, hari Senin, matahari terbit lebih lambat. Bulan Desember ini Turki sudah memasuki musim dingin. Setiap akan beraktivitas, orang-orang selalu membalut tubuhnya dengan jaket, syal, sweter, dan setelan pakaian musim dingin lainnya. Aku menggigil mengambil air wudu. Waktu subuh baru masuk pukul 06:40.

Pukul 07:00, matahari baru menampakkan wujudnya. Seperti biasa, aku dan 3 Sobat Pria sibuk bersiap-siap. Pagi ini menu sarapan kami berbeda, Mbak Regina membuatkan bibimbap, makanan khas Korea Selatan. Bang Armand menggeleng-gelengkan kepala sambil bertepuk tangan melihat ide sarapan istrinya.

"Oh, jadi ini hasil dari drama-drama Korea yang kamu tonton setiap hari, Yang? Kukira selama ini kamu nonton drama Korea cuma mau lihat aktor-aktornya yang tampan." Bang Armand menatap lucu istrinya, menggoda. Mbak Regina tertawa, memukul pelan bahu Bang Armand. Yang dipukul membalas dengan cubitan pipi. Pasangan itu memang selalu romantis, saking romantisnya sampai tidak tahu tempat, lupa sedang berada di depan adik-adiknya yang bahkan baru lulus SMA.

Pukul 07:40, aku bersama 3 Sobat Pria keluar dari rumah. Ketika membuka pintu, langkah kami semua serentak terhenti, dibuat terkejut menyaksikan pemandangan di luar. Hujan salju! Kami bersorak-sorai. Pagi itu Istanbul diselimuti hujan salju untuk yang pertama dalam musim dingin kali ini.

Mungkin bagi sebagian orang terutama orang-orang lokal, hujan salju adalah hal yang biasa, lazim, tapi bagiku ini sangat menakjubkan. Baru pertama kali aku melihat salju murni secara langsung, berjatuhan pula dari atas langit. Aku dan 3 Sobat Pria akhirnya memutuskan untuk menunda berangkat ke sekolah, ingin menikmati hujan salju untuk pertama kali.

Kami norak tidak kepalang. Di saat orang-orang memilih berteduh untuk menghindari hujan, kami justru sebaliknya. Bang Armand yang akhirnya meneriaki. Sudah pukul 08:00. Aku dan 3 Sobat Pria segera berlari mengambil sepeda, berangkat ke sekolah.

Kegiatan belajar berjalan seperti biasa. Aku duduk di sebelah kanan Matin, Sabrina duduk di sebelah kirinya. Jangan harap aku berbincang dengan Sabrina, gadis itu benar-benar sudah menjauh. Untuk sekadar mengabari perkembangan percetakan novel saja dia tidak mau.

4 jam berlalu, bel pulang akhirnya berbunyi. Aku segera beranjak dari bangku, mengambil tas di bahu kursi. Sekarang tiap mendengar suara bel penanda selesai, aku segera bergegas pulang, tidak seperti dulu, ketika selalu berlama-lama pulang hanya untuk berbincang dengan Azzam, Sabrina, dan Matin, atau untuk menulis ditemani mereka bertiga. Ah, kenangan itu begitu menyenangkan. Tapi lihatlah sekarang, semua sudah menjadi asing.

Ghava sudah berdiri di depan pintu masuk kelas A, menungguku, melambaikan tangan. Aku tersenyum, melangkah menujunya.

"Kahfi!" 1 langkah lagi sebelum tubuhku benar-benar keluar dari kelas, Matin tiba-tiba berteriak, memanggil. Aku memutar tubuh 180 derajat, berbalik. Ada apa? Pria itu melambaikan tangan.

Aku beralih ke Ghava sebentar, meminta ditunggu, kemudian berputar lagi menemui Matin.

"Kau mau makan siang bersama? Aku ingin mengajakmu ke kafe yang baru buka dekat sini. Katanya sandwich di sana enak." Matin menawarkan. Aku terdiam sejenak, beralih memerhatikan Sabrina di sebelah yang tengah diam menatap lurus ke depan.

Matin tak lama menggerakkan kepalanya, memberikan sebuah kode. Oh, aku akhirnya mengerti, ini suruhan Sabrina. Baiklah, pasti ada sesuatu yang Sabrina inginkan dariku. "Ayo saja, perutku juga sudah lapar." Aku mengangguk mantap.

DI MANA KUMENJEMPUT SURGA? (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang