PERMAINAN

484 101 0
                                    

⚠️JANGAN LUPA VOTE!!!



Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi keesokan hari, bahkan yang akan terjadi satu jam lagi, satu menit lagi, atau satu detik lagi.

Perlahan Kamis mulai menjemput Jumat. Siang mulai menjemput malam. Matahari menjemput bulan. Surut menjemput pasang. Terang menjemput gelap. Tak butuh waktu lama hingga semua berubah. Bagai suasana hatiku yang cepat sekali terbalik-balik sejak 3 hari terakhir.

Malam yang diagungkan salah satu umat terbesar di dunia berjalan perlahan-lahan. Deru angin pendingin ruangan terdengar halus. Senyap. Pukul 4 dini hari. Sudah belasan jam yang lalu sejak Ashima dipulangkan, sudah belasan jam yang lalu sejak Sabrina berlari sambil menangis keluar dari ruang rawat Azzam.

Azzam kembali diam di hadapan Bang Armand dan Fathur. Tidak sedikit pun kata terlontar lagi dari mulutnya. Fathur akhirnya memilih pulang bersama Ghava dan Jenderal usai makan malam. Urusan ini terlalu membuang waktu untuk pria itu.

Bang Armand belum tidur sejak tadi malam, begitu pula denganku. Padahal niatku menahan kantuk dan tidak tidur agar bisa mengobrol dengan Azzam setelah Bang Armand terlelap. Namun lihatlah, pria usia 29 tahun itu belum juga tertidur hingga saat ini.

Berjam-jam hanya lantunan ayat suci Al-Quran yang mengambang-ambang di ruang rawat Azzam. Pria di ranjang rawat pun tenang dalam baringnya. Matanya tampak tertutup. Tapi sepertinya, dia tidak tidur sejak tadi. Sama menunggu sepertiku, menanti Bang Armand terlelap agar bisa mengobrol sebentar.

Tapi itulah yang kami tidak tahu—mengapa Bang Armand sejak malam tadi tidak beristirahat dan terus membaca Al-Quran. Ada yang sedang ditunggunya. Ada yang akan datang tak lama lagi.

Bertepatan dengan azan subuh yang berkumandang, seorang suster perawat Azzam datang membuka pintu. 3 orang tampak berjalan ikut masuk di belakangnya. Salah satu adalah seorang perempuan dewasa berusia 40 tahunan, 1 orang lain pria berusia lanjut dengan rambut beruban, dan 1 lagi seorang laki-laki dewasa dengan usia yang tampak tak jauh dengan perempuan sebelumnya.

Aku mengerutkan kening. Pria berusia lanjut dengan kepala berselimut rambut putih yang berdiri paling belakang tampak tidak asing di pandangan mata. Pikiranku secepat kilat kembali ke masa itu. Saat-saat di mana harapanku pupus begitu saja. Saat-saat ketika jantungku berdebar tak karu-karuan. Saat-saat ketika kakiku menggigil hendak mendatangi suatu tempat. Saat-saat aku bertemu dengannya, Pak Salim... Kakek Azizah.

"Endonezyalı hastanın ailesi geldi. (Keluarga pasien dari Indonesia sudah sampai)" Suster memberi tahu Bang Armand.

Pikiranku langsung disentakkan saat itu. Ya, itu Pak Salim. Tak lain tak bukan adalah Kakek Azizah. Sementara 2 pasangan wanita dan pria berusia 40 tahunan adalah orang tuanya Azzam.

Bang Armand segera berdiri, menjabat tangan ayah
Azzam. Jantungku berdetak kencang seketika. Inilah waktu yang paling kutakuti sejak 3 hari terakhir. Sudah pasti, niat kedatangan keluarga Azzam adalah untuk memulangkan anak mereka ke kampung halaman—dijodohkan, seperti yang Azzam ceritakan waktu itu.

Aku bersitatap dengan Pak Salim. Sementara Bang Armand dan kedua orang tua Azzam sibuk berbincang.

"Rupanya kamu di sini juga, Al-Kahfi?" Pak Salim mendekat ke arahku, ikut duduk di sofa.

DI MANA KUMENJEMPUT SURGA? (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang