JELAS

703 112 22
                                    

⚠️JANGAN LUPA VOTE!!!


"Belum sadar jugakah kamu, Kahfi?" Ashima mengangkat kepala.

"Apa?" Mataku semakin menyipit, menyelidik.

"Saya telah membohongi kamu selama ini. Soal kepercayaan saya." Ashima lanjut berkata.

Seluruh tubuhku sempurna memutar ke arahnya, "Maksudmu?"

"Sudahlah, Kahfi. Kita keluar dari gua ini dulu." Gadis di hadapan melanjutkan langkah. Aduhai, betapa dibuat pusingnya kepalaku saat ini. Belum dengan seluruh pemandangan kehidupan asing yang baru kulihat, sekarang ditambah pula dengan ucapan-ucapan Ashima yang semakin membuat tak sedap pikiran.

Kami akhirnya sampai di lubang gua. Hutan lebat menjadi penampakan pertama yang ditangkap mata. Hutan ini tidak sama dengan hutan musim yang kulewati saat menaiki delman. Di sini jarak pohon semakin rapat, dan terlihat banyak penduduk desa bertopeng hitam yang membawa busur serta anak panah.

"Hutan ini dipenuhi hewan buas, Kahfi. Mereka itu sedang berburu. Hewan apa pun yang ditangkap akan menjadi santapan sehari-hari. Kita tidak boleh ke arah sana, kawasan itu hanya dipakai untuk mencari hewan buruan." Ashima menunjuk ke arah kiri, tempat beramai-ramainya manusia bertopeng hitam yang membawa busur serta anak panah.

Ashima berjalan ke arah kanan. Jarak antara 2 pohon hanya sepanjang 1 orang merentangkan tangan. Kawasan ini semakin terlihat aneh. Gua, hutan musim, tebing tinggi, ketiganya seharusnya tidak berdampingan begitu kompleks dalam satu ekosistem.

Tak lama, kami berhenti di depan sebuah gua lagi. Ukurannya lebih kecil dari gua terowongan tadi. Dari luar tampak terang isinya. Ada beberapa obor yang menerangi.

"Ini adalah kelas untuk anak-anak kecil, Kahfi. Mereka belajar setiap hari Kamis, Jumat, dan Sabtu. Hanya ada satu guru untuk 8 anak-anak kecil saat ini. Kalau kamu mau lihat, intip saja." Ashima menjelaskan.

Aku mengintip dari pinggir lubang gua. Tampak anak-anak kecil sedang duduk melingkari seorang perempuan dewasa. Mereka semua melepas topeng, betapa lucunya wajah anak-anak kecil itu disinari cahaya obor. Aku tersenyum, mereka tampak antusias berbincang-bincang dengan gurunya.

"Belajar apa mereka?" Aku kembali kepada Ashima.

"Berhitung, kehidupan alam, bahasa Inggris, itu saja seingat saya." Ashima menjawab. Aku mengangguk. Kami segera berjalan kembali.

Tibalah di tempat yang hendak dituju setelah berjalan menanjak 10 menit. Tidak ada yang tampak istimewa, hanya sebuah pohon tinggi yang sama bentuknya dengan jejeran pohon lain. Namun ada suatu yang berbeda. Pada tubuh pohon itu banyak lubang-lubang, semua tersusun zig-zag ke atas menyerupai sebuah tangga.

"Kita akan bermain ayunan di sini!" Ashima berseru antusias. Tubuhnya tiba-tiba lincah menaiki tubuh pohon dengan menginjak satu persatu lubang seperti seekor cecak yang sedang merayap.

"Naiklah cepat, Kahfi!" Ashima berteriak. Baiklah, aku ikut naik. Gadis itu begitu cepat sampai di salah satu dahan pohon berukuran besar.

Tampak di atas sana tergantung sepetak kayu yang terikat dengan 2 tali hitam yang menjulur ke atas. Itulah ayunan yang Ashima maksud. Sederhana. Gadis itu sudah siap untuk berayun, sedangkan aku masih kesulitan memanjat tubuh pohon yang begitu tinggi.

DI MANA KUMENJEMPUT SURGA? (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang