ESOK?

508 79 12
                                    

⚠️JANGAN LUPA VOTE!!!


4 hari berlalu, hitungan 5 hari setelah kepulanganku ke Istanbul, tepatnya hari Jumat, Ashima akhirnya kembali. Pukul 06:00 dia mengabariku telah sampai di stasiun Kota Istanbul. Panjanglah cerita bagaimana gadis itu bisa kembali lagi setelah menghadapi petinggi-petinggi desanya yang menyeramkan.

Alasannya waktu itu dapat diterima oleh petinggi desa, soal buku-buku tentang Islam yang ia katakan sebagai milik teman satu rumahnya. Alasan itu membawa sedikit kefatalan, walau tidak lebih fatal dibanding jika petinggi desa tahu fakta sebenarnya.

Dengan alasan itu, petinggi desa tidak mengizinkan Ashima untuk tinggal di rumah yang kini Ashima tinggali lagi. Alasannya agar Ashima tidak bertemu dengan teman pemilik buku-buku itu. Padahal yang sebenarnya gadis itu sendirilah pemiliknya. Tapi biarlah, sudah bagus dia diizinkan kembali ke Istanbul.

2 bab terakhir tulisanku juga sudah selesai 4 hari lalu. Naskah panjang yang telah kutulis berbulan-bulan akhirnya sudah kuserahkan kepada Sabrina, akan segera dikirim ke Ibukota Ankara, tempat penerbitan besar ayahnya nanti. Judul cerita itu "Senja Bergelombang", kumpulan puisi yang awalnya kutulis secara diam-diam, hingga akhirnya kurombak menjadi sebuah cerita menyedihkan, tentang tragedi mengenaskan, tsunami.

Belakangan ini aku tak ingin ambil pusing dengan berbagai tanda tanya yang ada, entah itu tentang foto gadis kecil yang Matin berikan 4 hari lalu, entah itu tentang Tiara yang menyuruhku pulang pekan depan, atau tentang Azzam yang tak pernah berkabar dengan orang rumah. Biarlah. Biar semuanya terjawab sendiri di waktu yang ditentukan, datang tanpa dijemput, tanpa menguras energiku lagi.

Apakah kau mencintai Ashima? Niat apa yang kautanamkan ketika menjalani kehidupan, ketika mengajarkannya tentang Islam? Pertanyaan Matin waktu itu kadang kala berputar-putar di kepalaku. Langkahku kerap terhenti untuk menemui Ashima hari ini mengingat pertanyaan itu. Entah sudah berapa kali kutarik-ulur janji bertemu dengan Ashima, ragu. Apakah pertemuan demi pertemuan yang kujalani selama ini tujuannya untuk mendapatkan keberkahan, atau justru menjadi bibit tumbuhnya bala seperti yang Matin tanyakan?

Namun mau bagaimana pun, kebimbangan yang menghantui kepalaku saat ini terpaksa disingkirkan. Aku tetap harus menemui Ashima sepulang sekolah, di Perpustakaan Indonesia, untuk melapor kerusakan buku-buku yang dipinjam dengan emailku, dan Ashima akan membayar denda kerusakannya.

Pukul 15:00, ditemani Ghava dan Fathur, aku pergi menaiki bus umum ke arah pusat kota. Tujuanku sudah pasti ke Perpustakaan Indonesia, Ashima sudah menunggu di sana. Ghava dan Fathur akan pergi ke sebuah pameran. Ada karnaval yang digelar tak jauh dari perpustakaan. Jenderal tidak ikut. Dia sedang tidak enak badan. Belakangan ini tubuh pria itu sulit beradaptasi dengan suhu Istanbul yang terus menurun, pergantian menuju musim dingin.

Aku berpisah dengan Ghava dan Fathur di salah satu tempat pemberhentian bus. Hanya jarak 200 meter, tampak sudah bangunan megah perpustakaan. Ashima sudah tiba 15 menit lebih dulu di sana. Dia menungguiku.

"Assalamualaikum. Senang betul melihatmu sudah kembali." sapaku mengejutkan. Ashima yang tengah termenung di kursi baca umum menoleh kaget, wajahnya berseri seketika.

"Waalaikumussalam. Sudah berapa tahun kita tidak berjumpa, Kahfi?" gurau Ashima. Aku tertawa.

"Langsung saja, yuk, saya sudah mengisi surat laporan kerusakan buku, tinggal konfirmasi emailmu saja." Ashima beranjak dari duduknya. Aku mengangguk, berjalan bersamanya menuju meja peminjaman.

DI MANA KUMENJEMPUT SURGA? (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang