Bab 2 Tiga Pendekar Akhirat.

534 51 2
                                    

Hari semakin larut di desa Kemukus, suara burung gagak terdengar menjerit di kejauhan. Para warga mulai merapatkan bajunya untuk menangkal hawa dingin.

Riak obor yang menyala menari-nari di mata Sapali. Ratusan mata tertuju padanya, semua prasangka mengarah pada keluarganya.

Ia tersenyum kecut, tak menduga bila warga Kemukus sudah sedemikian putus asa hingga harus mengkambinghitamkan dirinya.

Seberapa banyak alasan dan bukti yang ia bawakan orang-orang sudah tak peduli lagi. Mereka tetap menuduh Sapali sebagai dalang pengundang mahluk celaka itu ke dalam desa.

"Cepat geledah rumahnya!" perintah Carik desa.

Tiga orang pilihan segera menghambur ke dalam rumah reot Sapali mencari barang bukti. Kendi, dipan bambu, gentong semua mereka obrak-abrik hingga rumah bak kapal pecah.

Jerit tangis anak istri Sapali terdengar diantara bentakan para warga. Sapali termangu melihat ketidakwarasan penduduk kampung, mereka tak akan menemukan apapun, karena dia sama sekali tak pernah bersekutu dengan iblis. Dia tak tahu caranya.

Mata Sapali membelalak melihat beberapa warga keluar dari pintu rumahnya memegang benda berwarna hitam di kedua tangan.

"Lihat ini! Pasti kau memakainya untuk merapal ilmu hitam" tuduh warga itu.

"Tidak! itu hartaku, minggu nanti mau aku jual dipasar." kilah Pria tambun itu.

Benda itu berkaok-kaok mengibaskan sayapnya hendak melepaskan diri, sepasang ayam berwarna hitam legam mulai dari paruh sampai ke ujung ekor bahkan dampai jerohan dan darahnya. Ayam Cemani, unggas yang dikeramatkan, untuk dipakai selamatan, sesajen atau bahkan tumbal ilmu hitam. Kepalanya bisa mencapai seratus kepeng di pasaran.

"Ngaku saja, kamu pasti mau mencelakakan orang!" hardik pak Carik.

"Tidak Kang,  sumpah demi Tuhan, saya menemukan ayam itu di pinggir hutan bambu, mau saya jual!" balas Sapali.
Awalnya ia merasa sangat beruntung menemukan unggas itu, tapi sekarang ia justru berharap tak pernah menemukannya.

"Halah,  banyak alasan, habisi saja dia sekarang juga! Sebelum korban berjatuhan lagi!" seru Jamir, pemuda gondrong yang bekerja serabutan di desa Kemukus. Usulnya dibalas sorakan para warga entah gembira ataupun menjerit ketakutan. Lelaki itu tampak melotot ke arah Sapali sambil menuding menggunakan obor bambu.

Sedari dulu ia memang tak suka dengan Sapali, banyak orang yang memakai jasa pria tambun itu daripada tenaganya. Baik itu memperbaiki sirap atap rumah yang bocor atau membuat kandang ayam.

Mereka bilang Sapali bekerja lebih cekatan daripada dirinya. Rasa cemburu itu membakar hatinya, ia ingin Sapali segera enyah dari desa Kemukus.

Suasana menjadi ricuh, terutama istri Sapali yang tidak rela suaminya dihukum. Ia menangis sambil memeluk lutut lelaki tambun itu.

"Diam!-"

Terdengar suara menggelegar dari gerbang desa. Sesosok pria bertubuh tegap nampak berdiri di tengah keremangan jalan utama desa. Raut mukanya kasar, brewokan mirip potongan pembegal di hutan. Para warga terkesiap dan membuka jalan bagi orang yang netranya  menyorot tajam ke arah kerumunan.

Namun yang terjadi selanjutnya diluar dugaan, lelaki berbadan menjulang itu melompat keatas dan berlari menggunakan jurus peringan tubuh yang hebat.

Sontak sumpah serapah dan umpatan terdengar dari mulut penduduk.

Para warga mengaduh bergantian manakala pendekar itu dengan santai menggunakan kepala mereka sebagai pijakan, bak menginjak batuan kali di sungai!

Pria itu begitu tinggi dan besar, bahkan dari jauh pun kelihatan kepalanya  sampai pundak diantara kerumunan  para warga.

Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang