Jika orang atau pendekar biasa melihat lawan mengeluarkan senjata mustikanya, pasti mereka akan mengambil langkah mundur untuk bersiap menghadapi serangan pamungkas dari musuh. Meningkatkan perisai tenaga dalam ataupun turut serta mengeluarkan senjata tandingan untuk menangkis serangan, jamak dilakukan pendekar yang terampil. Namun tidak dengan Larantuka. Tingkatan pendekar ini nyata sudah diatas para pendekar kebanyakan. Hal ini baru disadari oleh Kirana, namun ia terlambat. Sungguh benar-benar terlambat.
Dengan langkah cepat Larantuka malah maju selangkah lebih dulu menyorongkan telapak tangannya ke depan. Pertahanan yang paling baik adalah dengan menyerang!
Pemuda itu menangkap ujung payung 7 Warna yang hendak terkembang, membuat benda itu tetap kuncup dan tak mampu mengeluarkan kedahsyatannya. Kirana menjerit kecil saat ujung senjatanya ditarik Larantuka dengan kekuatan tidak terbayangkan. Tangan gadis itu terasa dibetot oleh kekuatan raksasa, kuncian tangan pemuda kurus itu nyata lebih keras dari tang baja sekalipun!
Dengan sekali tepis, benda itu terlepas dari tangan Kirana yang terampil. Bukan karena pegangan gadis itu lemah tapi tenaga luar biasa sakti Larantuka memang tidak terkalahkan, kekuatan itu tidak kelihatan dari luar.
Putri Benteng Hitam sendiri termasuk dalam pendekar kelas tinggi yang tidak bisa dianggap remeh kesaktiannya. Terlebih saat ia mempecundangi pendekar Wisa Ireng dengan satu dari tujuh mustikanya. Namun saat berada dihadapan Larantuka ia seperti anak-anak yang mudah ditarik kesana kemari. Mengambil senjata mustika seperti mengambil permen dari tangan anak kecil. Bukan main!
Dengan marah Kirana mengambil mustika lain dari balik baju namun jemari Larantuka lebih cepat, ia tahan tangan itu di depan dada hingga tangan Kirana terkunci. Sejenak dada gadis itu terasa sesak ditekan Larantuka. Wajahnya mendadak memerah seperti kepiting rebus.
"Akh lepaskan aku Pendekar Cabul!" teriak Kirana sambil melayangkan beberapa pukulan sakti ke arah wajah dengan tangan satunya. Gerakan ini sangat cepat sampai sampai lalat pun tak bisa lolos.
Namun Larantuka cukup dengan memiringkan kepala beberapa kali ia mampu menghindari serangan ganas dari Kirana. Tangan kanan Kirana ternyata hanya menangkap udara kosong. Wanita itu menjadi penasaran bukan main, Larantuka bergerak seperti hantu yang sulit untuk ditangkap dengan jurus yag diagung-agungkannya.
"Sudah cukup dengan permainan ini, Kirana. Jangan berkelit lagi!" ujar Larantuka sedikit tidak sabar. Ia ingin Kirana segera membebaskan Candini.
Kuncian tangan didepan dada Kirana berkelebat dalam hitungan detik, Kirana kembali terpekik untuk kedua kalinya manakala pergelangan tangan yang satu dicekal oleh Larantuka dengan tangan yang sama, kini Kirana tidak bisa berkutik dan menggunakan kedua tangannya lagi. Semuanya sudah dipaku oleh satu cengkraman yang kuat.
"Le-lepaskan"
Keduanya menjadi begitu dekat manakala Larantuka memkasa tubuh Kirana ke dinding kamar sampai napas Kirana terasa hangat memantul setelah terkena wajah Larantuka.
"A-apa maumu? Lepaskan...!" ujar Kirana berusaha menggeliat walaupun sebenarnya percuma.
"Berikan Candini!"
"Tidak! tidak akan dalam jutaan tahun sekalipun!" teriak Kirana menolak. Mendengar namanya saja membuat telinga gadis itu terasa panas. Ia lebih cantik dan memiliki segalanya dibanding wanita itu.
"Kau! berani mengingkari janjimu?"
Kirana menyeringai, "Kalau iya mau apa?" balas gadis itu sambil mendongakkan wajahnya dengan pose menantang. Wajah Larantuka nampak tegang menahan amarah. Matanya yang tajam bak elang seakan menembus hati Kirana, membuat gadis itu tertegun sesaat. Ia belum pernah melihat orang setampan Larantuka berdiri begitu dekat dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetra
ParanormalPerjalanan Candini dan Larantuka dalam mencari Penawar Racun Tujuh Langkah kembali dikisahkan, dalam empat puluh dua hari tersisa hingga racun merengggut nyawa Candini, mampukah mereka mengatasi segala marabahaya yang menghadang?