Secepat alap-alap yang menyambar dari angkasa, jemari Wisa Ireng tahu-tahu sudah di depan hidung Kirana dengan posisi mengait seperti hendak memetik cadar penutup muka wanita itu. Namun sedetik jari itu hanya menangkap angin kosong karena Kirana dengan trengginas melekukkan tubuhnya ke belakang. Ia dengan sigap melakukan salto sekali sambil menempelkan kedua telapak tangan ke depan dada.
Wisa ireng berdecak kesal saat momen serangan kejutannya terlepas. Seharusnya dengan mudah ia mempecundangi gadis itu, namun tidak banyak orang tahu kalau Kirana bukanlah gadis biasa, dia adalah pendekar kelas atas yang juga sudah mempersiapkan serangan kejutan balasan. Pihak pertama yang tidak siap tentu akan siap-siap menanggung malu.
Para hadirin nampak terkagum kagum akan kepandaian putri Benteng Hitam itu.
Tak mau kehilangan muka Wisa Ireng merangsek maju kedepan, dengan kelima jari yang menghitam terpentang lebar, Kirana menyambut dengan kedua telapak tangan namun kali ini telah bertambah benda bersinar kemerahan sebesar telur ayam di telapak tangan.
Kirana bukan gadis bodoh, Wisa Ireng sudah terkenal dengan bisa dikedua belah tangannya. Menyambut dengan tangan kosong jelas berakibat fatal. Terimakasih kepada Larantuka yang berhasil menyadarkan wanita itu bahwa tidak semua racun ia miliki penawarnya sehingga tidak sudi ia jatuh dua kali terkena jebakan musuh.
Terdengar suara gesekan dan decitan diikuti letupan bunga-bunga api diudara, bersamaan dengan raut Wisa Ireng yang memutih. Lidah api besar menelan kedua tapak tangan yang sudah ia dorong ke depan secara tiba-tiba, terlambat untuk ditarik lagi! Tak ayal kedua tangannya terbakar hebat, refleks ia bersalto dua putaran kebelakang.
"Mau kemana?" teriak Kirana sambil melayang maju mengibaskan telur kristal berwarna merah itu. Di sepanjang jalur benda mustika melintas lantas muncul lidah api yang menjilat-jilat, entah darimana. Sontak Wisa Ireng menjatuhkan badannya bergulingan di tanah untuk menghindari serangan api yang panas.
"Mbak yu jangan kelewatan terhadap tamu kita!" ujar Raden PakuIreng khawatir dari sebelah Singgasana.
Ia khawatir tindakan Kirana justru akan mempermalukan Benteng Hitam sebagai tuan rumah acara hari ini.
Namun Kirana seperti tidak mendengar, ia terus mencari titik lemah lawan dan menghajarnya dengan kiriman semburan api dari mustika di tangannya.
Sungguh kasihan nasib Pendekar kawakan itu, ia berguling layaknya tikus yang terjebak dengan keringat mengalir deras dan raut wajah kesakitan menahan panas. Sesungguhnya kesaktian Wisa Ireng memang sulit dicari tandingannya, tapi kali ini ia terkena batunya. energi gelap jurus Racun sama sekali tidak bisa mengalahkan unsur api yang bersifat mensucikan segala yang dilahap. Apalagi jurus racun lebih efektif bila dilancarkan jarak dekat, sementara api malah menjauhkan jarak antar keduanya.
"Nah Rasakan mustika Watu Geni milikku!" teriak Kirana gemas.
Gadis itu seperti menari diantara api yang bagaikan mendapat nyawa, sehingga api itu meluncur dan menggeliat mengikuti perintah sang putri.
Para penonton terpana melihat tarian lidah api itu, bahkan Nararatih berkali-kali menggelengkan kepalanya saat kristal merah itu berpendar diantara kilatan api.
"Bukan main hebat mustika itu Kakang, tidak kalah dengan jurus Apimu. Ingat aku bila kau jadi mempersunting gadis itu, setidaknya minta mustika itu sebagai mas kawin."
"Ciss Ngawur" bantah Mahawira.
Edan!
Jerit Wisa Ireng dalam hati, seharusnya dengan prana yang ada ia sudah menciptakan angin yang cukup kencang untuk meniup habis api itu namun sepertinya api itu tidak mau lepas menggerogoti tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetra
ParanormalPerjalanan Candini dan Larantuka dalam mencari Penawar Racun Tujuh Langkah kembali dikisahkan, dalam empat puluh dua hari tersisa hingga racun merengggut nyawa Candini, mampukah mereka mengatasi segala marabahaya yang menghadang?