Secara reflek Candini memeluk tubuh tinggi kurus yang berdiri membelakanginya. Wangi tubuh Larantuka yang khas seperti kayu pinus basah telah menjadi candu bagi wanita telik sandi Kalingga itu. Bagaimana tidak? Aroma Larantuka telah menemaninya menghabiskan waktu dengan berkuda melewati hutan dan padang rumput bersama-sama. Walau baru terpisah dua hari tidak berjumpa dengan Larantuka, membuat perempuan itu memendam rindu yang teramat sangat. Entah kenapa.
"Kakang!" ujar Candini dengan senyum lebar. Ia bersyukur bisa bertemu kembali dengan Larantuka setelah peristiwa di tebing maut.
"Kau tidak apa-apa Candini? Bagaimana keadaanmu? Racunmu?" tanya Larantuka dengan beruntun. Terselip rasa cemas dalam pertanyaannya.
Wajah Candini memerah begitu mendapatkan perhatian langsung dari Larantuka.
"Tidak perlu khawatir Kakang, lihat aku sudah sehat seperti sediakala!" balasnya sambil menepuk dada.
Gadis itu berjumpalitan di udara sejauh dua tumbak dan kembali mendarat dengan lincah. Nampak sigap dan terampil seperti biasanya. Tidak ada bekas luka atau keracunan di raut wajahnya yang mungil mempesona.
Larantuka tidak lantas percaya, ia lantas memeriksa pergelangan Candini. Dua garis hitam dibalik kulit Candini yang putih terlihat jelas dan tidak tercampur dengan urat nadinya yang berwarna kebiruan, artinya kondisi Candini kembali seperti awal terkena racun. Nampaknya para tetua Benteng Hitam tidak mampu memunahkan racun Tujuh Langkah, namun mereka dapat menekan efeknya sehingga gadis itu nampak lebih segar. Lelaki itupun bisa bernapas lega.
Gerak-gerik kedua sejoli itu nampak begitu dekat. Memegang tangan dan saling menatap. Kirana lantas membuang muka dari kejauhan, ia tidak mau pertunjukan kemesraan itu meracuni pikirannya saat ini. Ia tak sudi lantas berharap atas sesuatu yang tak mungkin terjadi.
Toh Larantuka memang hanya peduli pada Candini bukan? Ia menyetujui upacara pernikahan palsu ini semata-mata agar Candini selamat. Dan Kirana sendiri membuat sandiwara ini agar ia tidak harus terpenjara dalam ikatan pernikahan.
Kirana menggumam lirih. Namun mengapa hatinya terasa sakit?
Beberapa waktu yang lalu bagaikan mimpi saja bagi gadis Benteng Hitam itu, berdua terkurung dalam lorong sumur yang gelap. Kirana hampir mati ketakutan atas traumanya di masa lalu. Kemudian Larantuka hadir disitu. Keduanya saling berpelukan, rasa hangat perlahan yang menjalar di dalam dada Kirana. Untuk Pertama kali dalam hidup ia merasa aman dan nyaman dalam pelukan pria. Setelah seumur hidup ia harus berkutat dengan pembunuh gelap yang mengincar nyawanya dari balik kegelapan Benteng Hitam.
"Puteri Kirana"
Terlihat lima orang tua berjubah hijau, datang bergegas memberi hormat kepada Kirana. Rupanya mereka hadir bersamaan dengan Candini.
"Bagaimana?" tanya Kirana kepada para tetua berambut putih itu
Kelima orang tua yang ternyata adalah Tetua peramu Racun di benteng Hitam. Telah puluhan tahun berjasa meramu racun mematikan untuk senjata kelas satu yang dibuat Benteng Hitam. Mereka melaporkan bahwa dari hasil percobaan atas Racun yang dibawa Candini membuktikan betapa mematikan racun dari Lembah Neraka Hijau. Hingga saat ini mereka masih belum mampu membuat penawarnya.
Cara mengalahkan Racun adalah dengan membuat penawarnya. Dan para Tetua sudah mengeluarkan berbagai ramuan dan pil ajaib namun hanya mampu menekan efek racun hanya untuk sementara.
"Sedemikian kuat kah racun itu? Aku kira Racun Pelebur Sukma Benteng Hitam adalah yang terkuat di kolong langit" ujar Kirana keheranan.
Dibuat dari delapanpuluh satu macam hewan berbisa, racun tertinggi di Benteng Hitam ini sangat ganas. Orang yang tertusuk senjata tajam yang dibubuhi racun ini tidak hanya jeroan tubuh yang melepuh tapi juga menjelang ajal mereka akan menjadi gila karena racun ini menyerang sampai ke otak. Jangan harap para korban bisa hidup tanpa obat penawar dari Benteng Hitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetra
ParanormalPerjalanan Candini dan Larantuka dalam mencari Penawar Racun Tujuh Langkah kembali dikisahkan, dalam empat puluh dua hari tersisa hingga racun merengggut nyawa Candini, mampukah mereka mengatasi segala marabahaya yang menghadang?