Dalam sebuah ruangan serba putih terbujur seorang lelaki berambut panjang hitam terbungkus kain selimut putih. Sepintas seperti sebuah mayat yang terbaring kaku. Namun secara perlahan saat kesadaran jiwa lahir menyatu dengan raga, terlihat teratur gerakan naik turun di dadanya. Ritme itu terus berulang sampai sepersekian detik lelaki itu membuka kedua netranya.
Larantuka perlahan duduk di tepi ranjang sambil mengernyitkan dahinya yang terasa pusing berat. Memulihkan badannya yang terasa lemas, rasanya sepuluh kali lebih lemah dibanding terkena Pil Pelemah Otot kemarin. Tatapannya ia pendarkan ke segala arah untuk mengenali ada dimana sebenarnya dia sekarang.
Ruangan ini bukan tempat sembarangan, karena semua perabotan yang ada disitu terlihat mewah dan elegan walau bernuansa serba putih. Tirai-tirai sutra pasang menjuntai dari atas hingga menyentuh lantai marmer yang dingin. Lampu minyak yang terpasang di dinding tertata begitu apik hingga membuat kamar itu terang benderang walau tidak terkena cahaya Matahari. Oleh karena itu ia tidak dapat memperkirakan waktu saat ini apakah siang atau malam.
Tidak ada Candini, kemana dia? Apakah gadis dari Benteng Hitam itu telah mencelakakannya? Tidak mungkin, Kirana telah membuat perjanjian dengannya, bila tidak ditepati niscaya Larantuka akan membuat perhitungan hebat nanti. Jika perlu mengobrak abrik tempat ini.
Tentunya ia masih di dunia nyata karena bila ia terdampar didunia gaib maka sedari tadi Sancaka sudah berubah bebas dari penjara wujud ularnya. Siluman ular itu kini seperti tertidur lelap dan bergelung di lengannya.
Ruangan itu seperti tidak berpintu namun ia melihat sebuah garis pembatas berbentuk persegi di dinding marmer putih, kemungkinan ada pintu rahasia disana tempat orang keluar masuk. Namun Larantuka harus segera memulihkan diri segera sebelum ada orang yang masuk.
Ia lantas bersila dan memanjatkan mantra aji kanuragan, memantapkan jiwa untuk menerima buah hasil latihannya selama ini. Tenaga luhur adiguna Kitab Pusaka Langit meresap di titik pusar perutnya, bagai mata air yang merembes keluar dari tanah, memenuhi rongga-rongga dalam tubuh yang telah lama haus akan isian Prana murni tenaga dalam. Seraut asap tipis mulai keluar dari pori pori di punggungnya, walau lambat saat ini kekuatannya sudah pulih dua puluh persen dari saat terkena pil sesat milik Kirana.
Saat bermeditasi, sebersit ide mampir di pikiran Larantuka, ia lantas mengubah alur napasnya, menambah kapasitas paru-paru untuk menghasilkan tenaga lebih besar. Tenaga Pusaka Langit penyembuh raga ia tetap kumpulkan di perut sementara di ulu hati ia menumbuhkan tenaga lain, tenaga yang kental dengan aura gelap dan mistis.
Sontak udara dalam kamar turun beberapa derajat, angin dingin bertiup membawa pesan magis, membuat api dalam lampu minyak di ruangan itu meredup dan suasana menjadi temaram. Larantuka mengirim prana Kitab Sembilan Kegelapan mengaliri delapan belas titik simpul syaraf dalam tubuh, energi ini begitu dingin dan melemahkan tautan denyut nadi dan jantung, membuat kondisi penganut ilmu dalam keadaan mati hidup.
Tak berapa lama Larantuka merasa siap melakukan pegembaraan secara astral, begitu tubuh halusnya terasa ringan dan lepas melayang layaknya kupu kupu yang baru menetas dari kepompong, itulah ilmu Rogo Sukmo yang ia pelajari, membuat jiwanya terlepas dari raga fisik dan membantunya melewati batasan-batasan fisik seperti dinding kamar.
Seperti angin sepoi, raga halus Larantuka dengan mudah menembus kungkungan tembok marmer tadi, waktu seakan berhenti berdetak, tepi pandangannya kabur, hanya titik fokusnya saja yang menjadi terang, saat ia melihat diluar kamar beberapa penjaga nampak berjaga dengan serius. Larantuka merasa berada di bangunan yang sangat luas dengan lorong lorong yang panjang. Harus kemana ia memulai?
Tak buang waktu Larantuka melayang-layang menembus beberapa kamar untuk mencari Candini, beberapa penjaga mendadak menggigil dan mengusap lengannya karena tak menyadari jiwanya telah berbenturan dengan raga halus Larantuka yang menyisir lorong panjang tersebut. Mata telanjang mereka jelas tak mampu menembus alam maya dimana Larantuka berada saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetra
ParanormalPerjalanan Candini dan Larantuka dalam mencari Penawar Racun Tujuh Langkah kembali dikisahkan, dalam empat puluh dua hari tersisa hingga racun merengggut nyawa Candini, mampukah mereka mengatasi segala marabahaya yang menghadang?