Kembali ke pertarungan diatas atap Kediaman Ki Rongkoh.
Asap membumbung tebal menyesakkan napas, para penjaga sibuk berlarian membawa tempayan berisi air untuk memadamkan api. Sembari sesekali melihat ke atas langit, dua perkelahian tengah berkobar.
Sesosok gadis ayu berbaju merah dan bertahi lalat di dagu nampak tengah berjibaku ke arah Banaspati yang berkobar dengan nyala api. Dengan berloncatan diantara ranting, Cambuk Bayu Bajra diputar dan disabet Nararatih berkali kali untuk memecah formasi demit pembawa petaka itu. Sontak bunyi gemuruh bagaikan petir membuat para abdi menutup telinga.
Sekian belas tumbak dari Nararatih, diatas atap hitam rumah Ki Rongkoh, pertarungan lain digelar. Tidak hanya fisik tapi juga strategi dan pikiran. Karena musuh yang dihadapi lebih berbahaya dari Banaspati yang buas. Aneh memang karena musuh itu berwujud nenek peot penuh keriput bermata sehitam jelaga. Namun berhasil membuat dua pendekar pilih tanding kesulitan merebut Kinasih yang diculik.
Segores Darah memutus Urat
Dua Gores Darah menebas Tulang
Purnama bergelimang darah
Nyi Lampir melagukan sepetik syair terkenal dari masa lalu dengan desisan tajam. Matanya yang bolong melekat tajam pada Bergola Ijo yang siaga memasang kuda-kuda. Jemari kurusnya laksana ranting kering pohon randu, mengeluarkan suara gemeretak mengerikan.
"Di masa lampau syair itu menjadi kebanggaan kami bangsa demit. Tentang seorang iblis pembawa pedang berwarna merah darah. Pedang itu telah dicuci oleh darah ribuan pendekar sakti golongan manusia." ujar Nyi Lampir dengan senyum dingin. "iblis yang tidak terkalahkan dan membawa bangsa manusia ke dalam gerbang kehancuran dan keputusasaan."
Tentu saja kejadian itu menggegerkan alam demit, serta membuat bangsa manusia dalam masa kegelapan.
Bergola Ijo semakin tidak sabaran mendengar celoteh demit itu, kepalannya gatal ingin segera meremukkan kepala si nenek.
"Iblis Tua, jangan melantur tidak karuan. Senjataku adalah Kapak Guntur Kembar, terbuat dari baja perak telah ditempa selama seratus delapan puluh hari di Benteng Hitam, siap untuk membelah batok kepalamu. Bukan pedang merah segala, pusakaku ini lebih sakti dari senjata yang kau sebut itu!" sumbar Bergola Ijo tak sabaran.
Nyi Lampir kembali tertawa dengan nada mengejek. Tawanya menggema. Telunjuknya bergerak ke kiri dan kanan.
"Tidak tidak tidak, kemampuan besi karatanmu tidak ada seujung kuku dari pedang merah darah! Jauh seperti bumi dan langit. Huh sayang sekali, dua ratus tahun lalu iblis pedang itu mendadak lenyap, tanpa jejak sama sekali. Banjir darahpun berakhir dalam senyap tanpa kabar berita. Dan belakangan ini muncul kabar kemunculan seorang pendekar pilih tanding, dia malah membawa pedang pusaka Merah Darah untuk menggorok kaum kami. Senjata itu telah jatuh di tangan yang salah. Nampaknya kamu bukanlah pendekar itu, karena barangmu lebih seperti kentut busuk, hi hi hi hi hi" ejek nenek tua itu.
Nyi Lampir mengikik keras, kali ini suaranya membangunkan Kinasih yang kena sirep. Perlahan gadis itu menoleh dan melihat sekitar dengan tatapan linglung. Hatinya heran mengapa ada wanita tua berbaju robek-robek berdiri membelakangi dihadapannya. Namun suaranya tercekat tak mampu bergerak samasekali.
"Brengsek! apa katamu? berani mengatai senjataku" Bergola Ijo naik pitam. Segera Kapak Guntur Kembar ia raih dari punggungnya. Mata senjata itu berkilat terkena cahaya rembulan dan ketika Bergola Ijo menyalurkan tenaga prana kedalam mustika itu timbul suara keras.
Si Nenek terkekeh tidak peduli, "Bising sekali, ini suara tawon darimana, sepertinya enak jika kubuat pepes tawon hi hi hi hi."
Delapan puluh persen senjata kelas satu yang dipakai para pendekar di dunia persilatan berasal dari rahim Benteng Hitam. Kualitas tempaan dan ketajamannya jarang ada yang bisa menandingi oleh pandai besi manapun. Bahkan kerajaan Kalingga selalu memesan tombak dan pedang prajurit dari benteng Hitam dalam jumlah tak terhitung. Termasuk senjata kelas satu yang dihasilkan adalah kapak Guntur Kembar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetra
ParanormalPerjalanan Candini dan Larantuka dalam mencari Penawar Racun Tujuh Langkah kembali dikisahkan, dalam empat puluh dua hari tersisa hingga racun merengggut nyawa Candini, mampukah mereka mengatasi segala marabahaya yang menghadang?