Pertarungan memasuki babak baru saat Mahawira hampir menghancurkan separuh arena pertandingan dengan prana inti ilmu Es Api yang berdaya ledak dahsyat. Setelah dentuman besar terdengar terlihat kepulan debu dan asap membawa hawa panas dan dingin bergantian terasa menusuk tangan dan kaki. Para penonton dipaksa kembali mundur beberapa langkah untuk menghindari mata kelilipan serpihan debu dan kerikil.
Mahawira menyeringai sambil membuat kembangan jurus baru. Dua pendekar lain menyadari bahwa kemenangan tidak dapat diraih hanya dengan ilmu biasa, Mahawira memaksa kancah pertarungan menjadi lebih mematikan. Sontak mereka berteriak keras sambil mengeluarkan jurus andalan masing-masing.
Tiga pertarungan tingkat atas kembali berlangsung sengit, namun kali ini membawa tenaga dahsyat mematikan. Setiap pukulan maupun sabetan yang dikeluarkan membawa angin serangan mahadahsyat ke delapan penjuru mata angin. Saat telapak dan pukulan saling bertumbuk mengeluarkan suara keras seperti pohon yang tersambar petir. Dalam detik ketiga pendekar tersebut seakan menghilang dalam kelebat bayangan yang sulit diikuti oleh mata para penonton. Riuh rendah suitan dari penonton dan tepuk tangan menggema saat ada dentuman dari pukulan maupun tendangan yang berhasil masuk.
Pangeran Bulan Putih dengan trengginas menyasar daerah bawah dengan tendangan rendah dan sapuan kaki secepat angin topan, tangannya lincah memapas serangan musuh bagai ular naga yang bergelung di tanah. Sementara Mahawira tampil menyerang berangasan dengan tinju akhirat ciptaannya, prana tenaga hasil olah kanuragan tumpah ruah dalam setiap pukulan yang ganas.
Ia menyasar siapapun yang menghalangi didepan mata layaknya Harimau yang terus menerkam mangsa buruannya. Siapapun yang terpapar tinju es apinya langsung merasakan kulit bagai tersayat energi dingin dan panas secara bergantian.
Sementara Pelukis Darah tidak mau ketinggalan dalam mencari celah-elah mematikan lawan. Ia menukik dari atas bagaikan burung rajawali ganas dengan cakar dan kuku yang tajam. Dengan serangan dari atas sungguh menguntungkan bagi pendekar berbaju merah itu dalam bertahan maupun menyerang, ketika musuh menghantarkan pukulan mematikan ke atas, ia melayang memutar jubahnya yang merah menyala, bagi siapapun yang memandang tanpa persiapan akan terbawa oleh putaran magis seakan-akan berada di bawah langit merah yang menyilaukan. Mau tak mau musuh harus membatasi penglihatan saat menyerang ke atas, disitulah telapak Pelukis Darah bersarang di organ vital musuh.
Berkali-kali para penonton harus menghela napas saat tiap pukulan Mahawira mampu ditepis Bulan Putih di saat terakhir. Namun seberapa tebal hawa perlindungan panglima dari Kalingga itu mampu bertahan? Lambat laun tangannya terasa panas dan mati rasa saat Mahawira menghantarkan tapak dan pukulan berhawa Es Api. Ia harus mencari cara lain!
Beberapa menit lagi Dupa penunjuk waktu akan habis. Pertarungan semakin mencapai titik kulminasinya. Kini Bulan Putih berjumpalitan ke belakang untuk mengambil jarak dan bersiap mengeluarkan salah satu jurus pamungkasnya. Demikian pula dengan Mahawira begitu mengetahui ratusan jurus yang dikeluarkan masih belum memetik hasil maksimal, malah tanganya terasa kebas dan linu saat diadu dengan Pelukis Darah dan Bulan Putih. Edan, rupanya pendekar didepannya adalah termasuk pendekar kelas satu. Dengan mengatupkan kedua telapak tangan di dada Ia bersiap mengeluarkan jurus pamungkas.
Para sesepuh terkejut melihat gerak-gerik aneh para pendekar.
Ki Waranggeni melotot seraya mengelus janggutnya. " Rupanya bocah - bocah ini sudah mulai serius!" ujarnya sambil mengisyaratkan pengawal untuk menghalau penonton semakin menjauhi arena gelanggang.
"Tampaknya memang harus dituntaskan dengan jurus pamungkas untuk mengetahui pemenangnya Kakang Waranggeni." tambah Begawan CiptaBumi dengan yakin.
"Ah haruskah aku melerai mereka adhi Ciptabumi. Jika tidak bisa mengatasi jurus pamungkas masing-masing. Aku khawatir mereka akan terluka parah ataupun jatuh cacat." ujar Waranggeni dengan nada sesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetra
ParanormalPerjalanan Candini dan Larantuka dalam mencari Penawar Racun Tujuh Langkah kembali dikisahkan, dalam empat puluh dua hari tersisa hingga racun merengggut nyawa Candini, mampukah mereka mengatasi segala marabahaya yang menghadang?