Bab 47 Penyelamat Rahasia

169 21 1
                                    


Tubuh ramping berbalut hitam itu dengan seksama menutupi tubuh Larantuka dengan selimut agar tak terlihat musuh. Matanya yang jernih memperhatikan sekujur tubuh lelaki itu dengan seksama dan hati-hati. Tangannya terampil dengan keahlian kanuragan yang tinggi menotok jalan darah agar pemuda itu tidak kehabisan darah. 

Dalam sekejap pedati itu terus melaju membelah dinginnya malam. Hanya bintang-bintang yang menjadi saksi keduanya melarikan diri dari Benteng Hitam. Dengan kecepatan tinggi, kereta itu meninggalkan jalan utama benteng Hitam, sesekali sang sais melihat ke belakang untuk memastikan keadaan penumpang juga memastikan tidak ada musuh yang menguntit.

Larantuka dalam keadaan setengah sadar, tubuhnya masih menderita luka sana -sini, dan napasnya hampir putus. Dan keadaan kritis belumlah terlewat. Namun Ilmu Sembilan Kegelapan perlahan tapi pasti mulai menjalankan fungsi penyembuhnya dari dalam tubuh Larantuka. Ilmu ini sangat bermanfaat bagi mereka yang mencari keabadian karena bisa memperpanjang usia dan mempecundangi datangnya maut.

Tapi tetap saja diperlukan napas yang utuh agar ruh dapat tetap  melekat di raga Larantuka. Tanpa nyawa, ilmu Dewa turun dari Langit  sekalipun tidak akan dapat mengembalikan orang mati menjadi hidup kembali. Sementara napas lelaki tampan itu nampak semakin melemah.

"Kirana...., cepat ikuti kemana larinya Candini ..." perintah Larantuka.

Pengemudi pedati itu menoleh sekejap sambil melotot. Bagaimana dia tahu?

"Heh, aku bukan Kirana!"

Larantuka terbatuk, ia tidak dalam kondisi bisa berdebat,  dari nada suara dan wangi tubuh bunga kenanga ia tahu bahwa sosok berbaju hitam itu adalah jelas Kirana. Entah kenapa gadis itu membantunya? Ia tak habis pikir, yang jelas Ia tak bisa menemukan Candini dan harus melindungi gadis itu.

"Jangan berbohong.. suaramu... uhuk.." Larantuka kembali terbatuk seraya memuntahkan darah kental.

"Sudah jangan berbicara lagi Kangmas...atau lukamu akan bertambah parah. Apa kau mau mati sekarang?" ujar gadis itu dengan nada lirih.

Kirana menghela napas dalam.

Akhirnya  ia menyerah. Samarannya tiada guna untuk lelaki yang berada dibelakangnya. Ia lantas membuka balutan kain hitam yang menutupi wajah. Dadanya terasa berdegup kencang manakala Larantuka ternyata mengenali dengan jelas warna suaranya. Apakah lelaki itu diam-diam memperhatikan dia sedari lalu?

Tidak sia-sia Ia memberanikan diri untuk menyelamatkan Larantuka dari serangan Waranggeni, serta menyuruh pelayannya untuk berpura-pura menjadi dirinya. Lelaki itu mengenali dirinya dengan jelas, ternyata ia diakui oleh lelaki berwajah tampan itu. 

Beberapa waktu lalu ia terasa berat untuk meninggalkan Benteng Hitam. Waranggeni secara diam-diam sudah mengincar tahta penerus Benteng Hitam yang diwariskan dari mendiang ayah Kirana. Bahkan beberapa tetua sudah berbalik arah agar jabatan penerus dikembalikan ke tangan Waranggeni. Untuk itu ia harus mempertahankan posisinya didalam Benteng bersama beberapa tetua.

Tidak pernah terlintas dalam benaknya untuk meninggalkan semua yang ia perjuangkan, demi seorang asing bernama Larantuka. Yang ia sendiri tidak tahu apakah Larantuka akan menerimanya.

Apakah aku sudah gila? Tidak!

Kirana menepuk kedua pipi dengan keras. Ia tidak mau membohongi sendiri perasaan suka yang diam-diam sudah lahir dalam sanubarinya.

Hatinya memang menjerit saat melihat Larantuka terkapar. Seakan ketiap jengkal tubuhnya ikut merasakan kesakitan yang sama yang dirasakan Larantuka. Ia tidak tahu mengapa, yang jelas ia tidak mau ditinggalkan seorang diri.  Walaupun tidak ada orang yang tahu bahwa pernikahannya benar-benar sudah terjadi, bahkan Larantuka sendiri. 

Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang