Bab 36 Jurus Goresan Takdir Kematian

220 29 11
                                    

Mata Bulan Putih berkilat menatap Larantuka dari ujung kepala hingga kaki. Penantang tanpa silsilah maupun asal muasal yang jelas. Cuma sebuah nama Larantuka,  namun entah kekuatan darimana dalam dua-tiga jurus mampu memukul mundur dua nama besar di kolong jagat. Ia yang sudah mengukir nama di jagad dunia persilatan dengan mencapai puncak ilmu Angin dan Hujan di usia muda, setara dengan Jagadnata dan hanya dua tingkat di bawah Sepasang Malaikat tidak mungkin bisa dipukul mundur begitu saja. Giginya terdengar bergemeretak menahan emosi.

Pemuda berbaju serba hitam ini memiliki jurus teraneh yang belum pernah ia lihat dan dengar di delapan penjuru mata angin, namun jelas-jelas termasuk ilmu tingkat tinggi karena tidak kalah dengan Kitab Angin dan Hujan yang termasuk Lima Ilmu Kitab Utama. Kejeniusannya serasa dipermainkan.

Gerangan ilmu kesaktian apa yang ia miliki?

Berbeda dengan Mahawira. Ia sudah menduga bahwa Larantuka dengan kemampuan ilmu yang setanding dengan dirinya tidak akan mampus begitu saja di dasar jurang. Darahnya kembali bergelora, ini saat yang tepat untuk mencicipi ilmu Kanuragan sejati milik Larantuka.

Larantuka sendiri bukan tidak menyadari kemarahan yang memancar dari tiga sosok pendekar yang berdiri di arena. Mencuri serangan benar-benar diluar kebiasaannya, namun kali ini ia harus bertindak cepat untuk menyelamatkan nyawa Candini. Gadis itu masih belum diketahui keberadaannya, apakah masih hidup atau sudah mati. Satu-satunya harapan Larantuka adalah seutas janji Kirana yang akan menjamin hidup Candini bila ia memenangkan kontes pertarungan ini. 

Bayangan wajah Candini yang menahan sakit menjadi semakin liar di dalam pikiran Larantuka. Waktu semakin sempit sementara perjalanan menuju Lembah Neraka Hijau masih teramat jauh untuk menyembuhkan Racun yang mengendap di tubuh gadis itu. Bagaimanapun juga ia harus menang cepat, walau dengan pengorbanan sekalipun.

"Kau tak akan menyia-nyiakan selembar nyawamu hanya demi gadis ingusan itu Larantuka.., lekas kita enyah dari tempat ini" bisik Sancaka yang mengetahui niat sang pemuda dari balik kerah baju. Ia masih merasakan sisa tenaga prana musuh yang berbenturan dalam raga pemuda itu.

Namun Larantuka tidak mengindahkan bisikan siluman ular itu, ia merendah kan lututnya kelantai dan mengembangkan telapak sebatas dada,  tenaga prana Sembilan Kegelapan dan Pusaka Langit bergantian meluap dari badannya menimbulkan pusaran angin yang bersiut kencang. Ia tengah memancing pergerakan lawan dan bersiap menantikan serangan  selanjutnya.

"Kemarilah Kisanak sekalian, karena waktunya sudah hampir habis" tantang Larantuka.

"Heh pendekar kemarin sore, aku tak pernah mendengar namamu maupun asal usulmu. Tapi jika kau menghendaki kematian, maka akan kubuat kau menyesal menginjakkan kaki di Arena ini!" seru Pelukis Darah dengan nada geram karena dipecundangi ilmu sendiri.

"Majulah!"

Tiga orang pendekar kelas tinggi saling melirik kiri dan kanan, musuh mereka kini menjadi satu, pendekar tanpa nama yang berilmu aneh dengan sikap Jumawa. Merekapun secepat kilat menerjang  tanpa ampun ke arah Larantuka. Masing masing membawa pukulan mematikan yang bisa sekejap mengakhiri pertarungan. Pertarungan dahsyat kembali pecah, dengan empat petarung berilmu tinggi saling tukar pukulan dan tendangan mahadahsyat. 

Mahawira menggunakan jurus Tujuh Langkah Akhirat, gerakannya lincah seperti meloncat di bebatuan sungai diikuti  tendangan sapuan yang tajam ke bagian bawah. Siapapun yang tidak menghindar tentu akan terpelanting diterjang kaki sekeras baja milik Mahawira. Dari sisi berlawanan  Bulan Putih mengirimkan puluhan pukulan Angin Menembus Hujan yang deras mengucur dengan tenaga ribuan kati. Tanpa Kuda-kuda yang kuat maka pendekar manapun akan dilumat oleh hembusan prana yang tidak ada putusnya.

Delapan Belas pukulan Bulan Putih mengalir deras ke arah Larantuka, bayangannya mengepung dari segala penjuru! Telapak tangan Larantuka segera berkelebat menepis serangan Bulan Putih. Semakin Bulan Putih menghantam gelombang pukulan semakin cepat pula telapak Larantuka membayangi. Bukan main! Satu tangan kanan sederhana mampu menjadi delapan belas bayangan yang meluluh lantakkan serangan telapak Bulan Putih satu persatu.  Membuat semua hadirin melongo terheran - heran.

Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang