Bab 38 Penahbisan sehidup Semati

276 26 4
                                    



Peraturan adalah peraturan, apa jadinya dunia ini tanpa peraturan? Kirana nampak yakin dengan ucapannya, begitu pula Begawan Ciptabumi memberi dukungan terhadap pemuda misterius itu. Tampak jelas Larantuka berdiri tegak diatas puing reruntuhan, sementara Pangeran Kalingga dan Pendekar Akhirat malah mengais debu di bawah. Kalah dan menang mulai terbaca dalam pikiran para hadirin. Bulan Putih memutar otak untuk mencegah Larantuka menjadi pemenang.

Pemuda berbusana serba putih itu menjura dalam di hadapan Ki Waranggeni sambil mengangkat kedua tangan untuk menghaturkan hormat. Tampak terlihat begitu tulus, "Jikalau memang peraturan harus ditegakkan di muka bumi ini. Tentu kita harus tahu siapakah Kisanak ini sebenarnya. Darimanakah asal usulnya. Apakah dia datang dengan undangan ataukah dia datang secara diam-diam? Sedari tadi hamba melihat kedatangan Kisanak ini sungguh mencurigakan. Jujur saja hamba belum pernah melihat atau mendengar ada pendekar berpenampilan seperti ini."

Para penonton mulai berbisik-bisik, tatapan mereka melekat ke Larantuka yang tampilannya memang paling tidak meyakinkan diantara pendekar yang hadir. Mungkin lebih pantas bersanding dengan gembel yang ada di tepianjalan, hal ini seperti membawa angin segar bagi Bulan putih. Jikalau Larantuka benar-benar seorang undangan pastilah tidak akan muncul secara tiba-tiba. Ia pun lantas melanjutkan perkataanya.

"Jika datang saja sambil membokong serangan, hamba tidak yakin beliau adalah salah satu undangan. Dan jika bukan undangan tentu sesuai aturan pertandingan bisa didiskualifikasi sekarang juga. Dan apabila dikeluarkan dari kompetisi maka pemenangnya tentu bukan Kisanak ini" ujar Bulan Putih.

Ucapan Bulan putih seperti menyiramkan minyak ke sekam yang terbakar. Para penonton menjadi ribut begitupula petinggi Benteng Hitam yang ikut hadir. Mereka mulai memeriksa siapa saja daftar tamu yang diundang dan ternyata memang nama Larantuka tidak tercantum didalamnya. Suara sumbang dan hujatan mulai terdengar diantara orang yang hadir.

Kirana putih terdiam sejenak, ia tak menyangka Bulan Putih juga pandai memutar lidahnya sehingga keadaan berbalik tidak sesuai dengan rencana yang disusun.

Larantuka sadar bahwa keadaan mulai melenceng dari rencana awal, ia segera mengambil secarik kertas dari balik lipatan bajunya. Dengan jentikan prana yang sempurna, pendekar itu melayangkan surat tersebut ke hadapan Ki Waranggeni.

Pendekar sepuh itu dengan sigap menangkap surat yang melayang rendah. Dengan seksama ia membacanya, lalu ia bertanya ke salah satu petinggi Benteng Hitam.

"Rongkoh dari Kemukus tidak hadir?"

Para pejabat itu pun menggeleng.

"Rupanya kau perwakilan dari Kemukus, utusan dari Rongkoh?"

Para hadirin menghela napas, ternyata pendekar gembel itu adalah suruhan dari Ki Rongkoh, kepala desa Kemukus yang juga terkenal akan kesaktiannya.

Larantuka lantas menjura hormat. "Sesepuh, mohon terima salam dari Ki Rongkoh. Beliau terluka parah akibat menghalau kedatangan para demit sehingga tidak bisa ikut hadir dalam undangan hari ini."

Ketua benteng itu tampak menyesali keputusannya untuk tidak mengirim bala bantuan sebelumnya ke desa Kemukus. Karena ia merasa para pendekar yang sudah dihimpun sudah teramat mampu untuk menghalau serangan iblis yang datang. Tak disangka bahwa kedatangan musuh membawa malapetaka yang cukup besar.

"Tak disangka, tiga pendekar akhirat pun tak dapat mencegah penculikan putri dari kepala Desa kemukus." guman Ciptabumi sambil menggelengkan kepala.

"Tutup mulutmu orang tua!" ujar Bergola Hijau.

Puluhan murid Begawan Ciptabumi yang menemani gurunya sudah berada diambang kemarahan. Beberapa diantara mereka bahkan sudah ada yang melolos pedangnya karena Bergola Ijo telah berani menghardik ketua Perguruan Es Api. Namun Ciptabumi segera melarang mereka berbuat lebih lanjut karena ia sangat menghormati sobat lamanya Waranggeni.

Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang