Takdir memang hanya tersirat dari Empunya
Tapi simpang Jalan yang harus dipilih manusia itu nyata***
Sapali mengeluarkan suara seperti hewan disembelih, leher yang digorok bercampur suara merintih saat telapak mahluk raksasa itu merenggut tubuhnya, memutus rantai-rantai yang membelenggu kaki dengan jemarinya bagaikan benang rapuh.
"Tolong... kasihani aku, istri dan anakku menunggu di rumah"
Tulangnya serasa remuk, sedikit lagi ajal akan menjemput saat mulut raksasa itu membuka lebar hendak menelannya hidup-hidup.
"Apakah kau sangat mencintai istrimu?" tanya suara misterius itu.
Sapali mengangguk lemah.
"Jangan dimakan Kumboseso! Kita tak ada waktu lagi, Nyi Lampir sudah bergerak lebih dulu, jangan sampai dia bertindak gegabah diluar rencana" perintah suara laki-laki dari dalam kereta. Terdengar jumawa dan berwibawa.
Mahluk itu menggeram marah, seakan tidak mau melepas buruan yang sudah di depan mata.
"Dengar, Aku sudah berjanji kepadanya untuk tidak membuat keonaran malam ini, ingat tujuanku kemari hanya untuk menjemput Kinasih, itu saja!" tegas suara itu kembali bergema.
Kumboseso meradang, "Sundal manusia itu telah membuat otakmu miring! Apapun tujuanmu bersekutu dengannya jangan sampai kau melupakan trah Raja iblis yang mengalir ditubuhmu, ingat tujuan utama kita melenyapkan bangsa manusia dari muka bumi ini ... "
Tiba-tiba petir menyambar di langit, membuat Sapali silau dan tuli untuk sesaat, angin menderu berhembus kencang.
"Lancang!" potong suara dari dalam kereta. "Berani kau balik memerintahku?"
Mahluk berselimut kabut itu mendengus keras, seakan tak suka dengan bentakan dari sosok dalam kereta. Namun tenaga prana yang ditimbulkan dari sosok dalam kereta bukan main-main, sehingga kesaktiannya sanggup merubah suasana alam sekitar.
Raksasa itu meraung, hembusan napasnya menimbulkan angin keras menerpa tubuh gempal Sapali. Sontak pria itu menjerit kesakitan terlempar ke tanah begitu genggaman raksasa itu dibuka.
Jika mau, Kumboseso bisa saja meratakan semua isi desa itu bahkan memporakporandakan seluruh pendekar yang berjaga, raksasa setinggi ratusan tumbak itu semakin marah. Untuk apa ia dibawa serta bila tidak membuat banjir darah di desa Kemukus? Perut besarnya meronta ingin dipenuhi daging manusia.
"Heh, aku sudah memperingatkanmu, jangan sampai jalan kehancuran yang kaupilih dengan mengorbankan jalanmu sebagai trah pemimpin kaum demit." ancam Kumboseso.
Dengan geraman marah, mahluk gaib itu mulai mundur selangkah demi selangkah. Perlahan tubuh hitam Kumboseso berbaur dengan tebalnya kabut, matanya yang menyala merah darah perlahan memudar. Sosok sebesar bukit itu benar benar menghilang tanpa jejak di gelapnya malam. Dilangit sebuah titik merah bersinar menjauh melintasi cakrawala malam.
"Bagus! lebih baik enyah, daripada rasa haus darah itu kau tumpahkan malam ini. Aku tak mau rencanaku gagal akibat ulah bodoh kalian!" umpat suara dari balik kereta kencana. Nada kemarahan nampak terdengar sosok misterius itu.
Terdengar suara sais tanpa wujud, diikuti dengan ringkikan kuda. Perlahan kereta itu terbang diatas tanah meninggalkan Sapali yang tengah merintih kesakitan.
Sapali mengeliat, tulangnya terasa remuk semua, darah mengucur dari kulit, napasnya terengah setengah mati. Seluruh tubuhnya diselimuti keringat dingin, jantung berdebar keras tak karuan. Namun dalam hatinya bersyukur menyaksikan kedua lelembut itu cepat menghilang dibalik kegelapan malam. Hanya ringkikan kuda sesekali terdengar menggidikkan dan loncengnya yang semakin jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetra
ParanormalPerjalanan Candini dan Larantuka dalam mencari Penawar Racun Tujuh Langkah kembali dikisahkan, dalam empat puluh dua hari tersisa hingga racun merengggut nyawa Candini, mampukah mereka mengatasi segala marabahaya yang menghadang?