"Heh! apakah kau amatiran atau apa? Dalam mengolah napas tidak boleh bergerak sembarangan!" bentak Gadis berbaju putih. Dia terkesiap melihat kenekatan sosok pria yang ada dihadapannya.
Larantuka tidak peduli ocehan gadis itu, ia terus merayap mendekati Candini walau sekujur tubuhnya kesakitan seperti mau meledak. Jantung Larantuka berdegup puluhan kali lebih cepat akibat prana yang saling bertubrukan. Seluruh pembuluh nadi dalam tubuh terasa mau pecah. Darah tak henti menetes dari sudut bibir akibat tubuhnya dipaksa menahan tenaga dalam yang bocor.
"Jangan ... kau gang..gu dia.." ujar Larantuka terbata sambil menatap tajam ke arah gadis itu.
Sekejap gadis itu melongo melihat kegilaan Larantuka yang lebih mengorbankan nyawanya daripada gadis berselendang kuning ini mati. Bergerak saat mengobati diri jika tidak mati maka dengan luka separah itu bisa membuat tubuh cacat selamanya.
"Dia ini siapamu?, Istri kah? kekasih kah? Gembel sepertimu bisa juga punya kekasih!" ujar Gadis itu menggelengkan kepala dengan nada mengejek.
Larantuka terdiam. Sebelumnya memang dia tidak pernah ada perasaan dengan Candini, selama menempuh perjalanan ia lebih menganggap Candini sebagai adik angkat. Yang dititipkan oleh Candika keselamatannya. Dan sepanjang hayat ia belum pernah terketuk hatinya oleh cinta selain kepada mendiang ibunya, yang sudah amat sangat lama berlalu.Kini ia seperti patung batu yang bernyawa, bergerak hanya karena dialiri rasa dendam kepada kaum demit yang telah merenggut kebahagiaan yang tersisa bersama ibunya.
Ingatan itu sebagian telah terkoyak akibat waktu yang lama berlalu, namun rasa pedihnya entah mengapa tak pernah berkurang.
"Candini hanyalah seorang kenalan, kami bersama karena menuju tempat yang sama." ujar Larantuka pada akhirnya dengan kepala tertunduk.
Gadis itu menghela napas.
"Huh omong kosong, hanya dengan kenalan saja kau rela mengorbankan nyawamu, tidak mungkin!" seru Gadis berbaju putih itu. Entah kenapa hatinya merasa terbakar melihat ada wanita cantik yang mendapatkan perhatian yang luar biasa besar dari seorang asing. Ia sendiri belum pernah diperhatikan sanak saudara maupun kekasih sebagaimana Larantuka memperhatikan Candini.
Adakah didunia ini tersisa pria yang bersedia mengorbankan nyawa untuk wanitabyang baru dikenal? Pipi wanita muda itu bersemu sedikit merah.
"Terserah Nisanak, tetapi mohon jangan kau bunuh gadis tak bersalah ini"
"Huh kau semakin larang, aku semakin mau membunuh perempuan ini!" ujar gadis itu akhirnya dengan nada kesal, ia mencabut sebilah belati dari balik pinggangnya. Mata belati itu bercahaya keperakan terkena cahaya bulan. Dengan gesit belati itu berpindah pindah dari tangan kanan ke kiri, lalu diputarkan diudara.
Secepat kilat ia hujamkan belati itu ke kepala Candini.
"Tunggu!" teriak Larantuka. Ia tak tahan membiarkan kelakuan iblis gadis itu.
Belati itu lantas menghujam tanah satu inci dari kepala Candini, membuat Pendekar itu kembali tersedak oleh darahnya sendiri. Cairan kental merah kembali tertumpah di tempat Larantuka terbaring.
"Kau mau apa sekarang?" Bentak gadis itu. Berharap Larantuka balas memelas.
"Aku - tak akan melepaskanmu, aku akan mengejarmu sampai ujung dunia sekalipun untuk mempertanggungjawabkan perbuatanmu!" geram Larantuka. Sungguh amat jahat membunuh gadis yang sedang terluka walau dilakukan oleh sesama wanita juga.
Perkataan ini ternyata membuat gadis itu semakin marah.
"Apa katamu? tidak ada orang di dunia ini yang berani mengancamku! Di tanah ini kekuasaanku tak terbatas! Aku adalah dewi yang bisa mematikan juga menghidupkan siapa saja yang aku mau!" Gadis itu melempar tatapan tajamnya ke Candini, "Jika aku mau Gadis ini dengan sekali sentuh saja besok dia akan segar bugar! sebagaimana dia akan langsung mati jika aku mau"
KAMU SEDANG MEMBACA
Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetra
ParanormalPerjalanan Candini dan Larantuka dalam mencari Penawar Racun Tujuh Langkah kembali dikisahkan, dalam empat puluh dua hari tersisa hingga racun merengggut nyawa Candini, mampukah mereka mengatasi segala marabahaya yang menghadang?