Bab 17 Ancaman Pendekar Akhirat

319 41 3
                                    

Rona merah menutupi angkasa malam, bau anyir menusuk indra penciuman saat pedang iblis itu dikeluarkan dari warangkanya. Terlihat mata pedang yang tajam sekaligus menggidikkan dengan warna merah menyala. Mahawira meringis, saat sekujur pori-pori di kulitnya menebal seakan menjerit akan adanya marabahaya. Benarkah keputusannya saat ini untuk membawa pertarungan ini ke ranah hidup dan mati? Sebenarnya ia lebih condong bahwa pemuda ini masih termasuk golongan manusia. Rasa penasaranlah yang membakarnya agar tahu sampai dimana kesaktian yang dibawa pemuda ini.  Karena sepanjang ia malang melintang di Tanah Jawi tidak pernah ia mendengar ada pemuda sakti mandraguna selain dirinya.

Ah peduli setan! ujar Mahawira dalam hati, sudah kepalang tanggung. Siapa tahu lelaki pincang ini akan menjadi duri sandungan bagi dirinya dikemudian hari. Terlebih pedang merah itu mengeluarkan hawa iblis menggidikkan, setidaknya pemuda ini telah mempelajari ilmu sesat. Bibit bencana  harus segera dimusnahkan sedini dan secepat mungkin sebelum menjadi penghalang, Jika pemuda ini nantinya bersekutu dengan iblis tentu akan menjadi malapetaka, Mahawira menetapkan hati dan pikirannya. Dengan sigap ia melepas prananya mengalir ke dalam senjata Pedang Batu Nisan sambil merapal mantra api, dalam sekejap pedang itu bergetar dan berpendar warna jingga kemerahan di ujungnya. Pilar asap mulai keluar dari benda itu, menandakan suhu panas yang luar biasa membakar.

Tidak pernah ada demit atau manusia yang hidup setelah jurus Api dikeluarkan.

Larantuka menatap tajam senjata musuh, bila tidak silap mata, memang ilmu simpanan Mahawira berasal dari kitab Es dan Api yang sudah langka. Termasuk dalam lima kitab utama. Hanya dimiliki oleh penghuni puncak Putih yang bernama Perguruan Cemoro Sewu. Perguruan itu sangat misterius, berdiri diatas gunung yang selalu diselimuti salju sepanjang tahun dan tidak pernah sekalipun ada murid-muridnya yang turun gunung untuk memperkenalkan perguruannya.  Bila api sudah mulai dikeluarkan maka serangan es akan menyusul setelahnya. Pemuda tadi tidak menjelaskan darimana asal-usulnya namun jurus simpanan tidak bisa mengelabui, setidaknya pasti ada hubungannya dengan perguruan Cemoro Sewu.

Yang ia tahu ilmu silat pemuda ini tidak bisa dipandang enteng, ditaksir setidaknya sudah memasuki tahapan pertapa kelas menengah. Sekalipun ia berusaha menahan pedangnya untuk mencelakai manusia namun gerakan memukul ringan pun bisa menjadi malapetaka bila kedua pihak saling menggunakan prana tingkat tinggi.

Kedua pihak saling berhadapan tanpa suara, namun dari perubahan suasana sekitar nampak pertarungan dahsyat akan pecah dalam waktu singkat. Angin mulai merayap perlahan lalu semakin kencang berputar di kaki Mahawira dan Larantuka yang bergeser perlahan. Daun-daun kering yang bersentuhan dengan pedang Mahawira sontak terbakar mengeluarkan asap dan bau gosong. Sementara pedang yang disekap dalam genggaman Larantuka memancarkan cahaya kemerahan seakan meraung meminta darah.

Saat kulminasi prana mencapai puncak dan keduanya hendak bergebrak tiba-tiba terdengar suara wanita dari atas pepohonan.

"Tahan!"

Sebuah teriakan  memecah keheningan yang mencekam. Bersamaan dengan turunnya sesosok wanita dari dahan pohon, ia mendarat dengan tergesa. Cukup jauh ia menyusul pendekar itu mengejar kereta Kencana.

Candini, wanita berselendang kuning itu berdiri sambil  menatap tajam lawan dari Larantuka. "Siapapun Kisanak, tidak berhak seenaknya menyerang kami, prajurit telik sandi dari Kalingga secara serampangan! Harap tidak mea!"

Mahawira tertawa sambil menyangga pedang di pundak, "Heh kau kira aku  bocah kemarin sore yang bisa dengan mudah kau bohongi?"

Candini mendengus, seraya mengambil sebuah benda dari balik selendang. Ia memperlihatkan sebuah benda yang berkilau keemasan ditangan. Sebuah plakat kecil dengan ukiran berbentuk tajuk pohon beringin yang rimbun berbentuk melingkar dengan sulur akar yang mengarah ke tengah.

Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang