Dingin malam tidak dirasakan Sapali. Ia merasa hangat dalam sebuah ruangan yang luas serba putih, walaupun sejatinya ia terpendam, telanjang bulat dalam kubangan lumpur yang hitam pekat dibawah rerimbunan pohon bambu. Bahkan gelap pekat hutan bambu dirasakan baginya adalah terang benderang. Ia khusyuk dalam tapa bratanya. Amarahnya ia kobarkan dalam bentuk keyakinan terhadap sang Batara Iblis, bahwa dendamnya akan terbalaskan dengan kesaktian yang akan dia terima.
Segala unsur kegelapan mulai masuk kedalam tubuh Sapali yang ia tak menyadari bahwa di tubuhnya telah bersarang kekuatan maha sakti.
"Nah, apa yang kau rasakan cucuku?" ujar Kakek Tua berbaju putih yang selalu menyertainya.
Sapali membuka matanya perlahan. Ia tidak tahu ada dimana, tubuhnya terasa ringan dan ia seperti ada didalam mimpi. "A-aku merasa lapar Kakek... Aku ingin makan ... makan yang banyak" ujar Sapali terbata. Perutnya mendadak bergemuruh, seperti meronta untuk minta diisi. Ia mendadak merasa sangat lapar.
Kakek yang bernama RogoBoyo itu tersenyum sambil mengangguk seakan paham, lalu ia menunjuk ke depan Sapali. Tiba-tiba ada sebutir telur ayam muncul. Lelaki tambun itu segera melompat dan menelan benda bulat itu dalam sekejap. Anehnya ia tidak merasakan telur itu masuk ke lambungnya.
"Masih lapar kek..."
Ki RogoBoyo kembali tersenyum, "Makanlah!"
Muncullah telur yang teramat banyak dihadapan Sapali hingga membentuk sebuah gundukan. Sapali terus memakan telur-telur itu sampai banyak yang pecah. Sekujur tubuhnya menjadi licin akibat putih telur yang tertumpah, hingga ia seperti mandi dalam lautan putih telur.
Dalam dunia manusia, ditengah kubangan lumpur Sapali terlihat tengah bergumul dengan telur-telur buaya. Bukan buaya sembarangan melainkan buaya jejadian dari bangsa demit. Para buaya itu berputar mengelilingi Sapali dengan sorot mata yang bercahaya merah.
Kulit pria tambun itu nampak menjadi keras dan bersisik diselimuti cairan kuning dan putih telur yang berbau amis. Sapali tidak sadar bila ia telah berubah menjadi sosok siluman buaya.
Khhhhkhh
Sapali menggeram. Di alam gaib, Sapali tersengal akibat kelelahan. Ia meraup sebanyak mungkin telur dan menjejalkan ke mulut.
Namun anehnya, seberapapun banyak telur itu masuk ke tenggorokan nafsu laparnya tak terpuaskan sama sekali. Ia merasakan lapar yang sangat luar biasa yang semakin menyiksanya. Sampai-sampai ia tidak sadar meremas perut dan mencekik leher sendiri.
"Oohhh katakan Kakek, kenapa aku tak bisa kenyang?"
Ki RogoBoyo terbahak, "kau baru saja mendalami tahap awal ilmu Sembilan Kegelapan. Tentunya ini akan sangat menguras tenagamu. Kau membutuhkan makanan yang bisa memenuhi kebutuhanmu dalam membangkitkan Prana Kegelapan. Mari ikuti aku anak muda akan kutunjukkan"
Sapali pun seperti kerbau yang dicocok hidungnya, Ki RogoBoyo kemudian membawa Sapali menuju padang rumput yang luas dengan pepohonan disana- sini. Orang tua itu menunjuk ke sebuah sudut dan betapa tekejutnya Sapali melihat seekor terwelu yang asyik makan rerumputan. Terwelu itu sangat besar seukuran anak kambing.
Lelaki tambun itu tak menyia-nyiakan kesempatan. Ia langsung menerkam Terwelu itu yang ternyata sangat jinak. Entah terwelu itu yang terlalu lunak atau tenaga Sapali yang sudah berprana ia dengan mudah meremukkan tulang leher binatang tu dengan sekali sentak.
Seharusnya Sapali menyembelih dan menguliti terwelu itu namun entah mengapa ia merasa terlalu lapar. Ia tidak bisa menunggu terlalu lama, air liurnya sudah berderai, rasa laparnya sudah menusuk ke ulu hati. Dengan sekali gigit di leher terwelu yang malang itu, Sapali menuntaskan rasa haus dahaga. Ia tak perduli darah membanjiri gigi dan mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetra
ParanormalPerjalanan Candini dan Larantuka dalam mencari Penawar Racun Tujuh Langkah kembali dikisahkan, dalam empat puluh dua hari tersisa hingga racun merengggut nyawa Candini, mampukah mereka mengatasi segala marabahaya yang menghadang?