Bab 43 Raja Dunia Persilatan

185 20 5
                                    


Dua Larik sinar putih hampir menyilaukan pandangan mata Larantuka bila ia tidak cepat-cepat menutup matanya, ia tahu serangan dahsyat lain akan datang menysuul. Pendekar itu berkelit sebisa mungkin dengan menghindarkan kepalanya kebelakang seraya jungkir balik. Telinga Larantuka sendiri terasa berdenging saat kilatan cahaya itu menerempet pelipisnya yang tidak terjaga. Untunglah dia sigap menghindar sambil menyarangkan kakinya ke dada Waranggeni.

Semua gerakan dilakukan dalam kecepatan kilat yang sulit diikuti oleh mata biasa.

Larantuka melenting ke pilar belakang menggunakan dada sang Tetua untuk pijakan, begitu pula dengan Waranggeni yang juga terdorong mundur ke pilar lain. Kakek tua itu menyeringai seakan-akan semua serangan Larantuka bagaikan hembusan angin di tubuhnya.

Benar benar sesuai namanya, Panah besi Menembak bintang, dinding aula di belakang Larantuka seketika ambrol saat dihajar kedua larik cahaya itu. Menyisakan dua lubang besar yang menganga dimana cahaya rembulan menerobos dari luar. Waranggeni hanya menggunakan dua jarinya saja, belum semua dikeluarkan sesuai nama jurus Tujuh Panah Besi.

Candini begidik ngeri membayangkan bisa sedetik saja Larantuka telat menghindar tentu kepalanya sudah hancur lebur dalam sekejap. Pengalaman Larantuka dalam pertarungan perlu diacungi jempol.

Pertarungan menuju ke babak baru. Kedua Petarung diatas pilar saling mengukur kekuatan musuh untuk mereguk kemenangan. Baik Kirana, Candini serta para perwira pilihan memperhatikan perarungan dengan seksama, mereka tidak tahu apa yang bisa terjadi selanjutnya. Larantuka sendiri merasa dadanya hampir meledak karena mempertahankan sirkulasi prana dengan tenaga yang terbatas.

Namun yang pasti, keyakinan dalam pikiran mereka adalah satu, Waranggeni akan memetik kemenangan dengan mudah. Tidak ada satupun dari mereka yang berani, membantu sang Tetua, karena sudah pasti Larantuka akan hancur lebur di tangan orang tertua di Benteng Hitam itu. Memberikan bantuan sama saja dengan menghina kemampuan Waranggeni.

Tidak ada yang tahu pasti umur Ketua Benteng Hitam itu, ilmunya membuat wajah dan perawakan sang pendekar tidak berubah selama puluhan tahun. Namun desas-desus mengatakan diatas seratus tahun. Dengan pengalaman ribuan pertempuran dan kesaktian tingkatan masuk ke pertapa tingkat akhir, Ki Waranggeni susah untuk mencari tandingannya. Sehingga pendekar kelas atas yang berani berduel dengannya dengan mudah di tempeleng bagaikan anak bocah ingusan.

 Yang lebih menakutkan adalah Waranggeni hanya pernah sekali dikalahkan selama bertarung semasa hidupnya. Ia hanya bisa ditundukkan oleh sepasang  Kakek Malaikat Kembar dari Kalingga. Itupun dua lawan satu. Selebihnya semua musuh kalah dengan menyakitkan, bila tidak cacat tentu sudah tinggal nama saja.

"Nyonya besar, apakah Nyonya tidak berbelas kasih terhadap suami Nyonya?" tanya seorang pendeta berbaju putih kepada Kirana. "Sebaiknya segera tolong Tuan Muda."

Kirana melotot kepada sang pendeta. "Apa maksudmu panggil aku Nyonya? upacara belum selesai. Lelaki itu belumlah menjadi suamiku!" ujar Kirana setengan berbisik. Ia tak mau orang mendengar kata-kata sembarangan dari sang Pendeta.

Pendeta tua bernama Arupana itu mengerti dan  melunakkan suaranya seraya tersenyum, tangannya menunjuk tempat upacara yang sudah diselimuti asap. Para pendeta tengah sibuk memadamkan api dan menuang serbuk kayu Gaharu yang wangi ke kayu yang masih membara. Wangi yang menusuk dengan aroma sedikit manis menguar ke empat penjuru, tanda doa-doa sudah selesai dipanjatkan para pendeta, dan kedua mempelai telah menjadi pasangan suami istri yang sah di hadapan Hyang Tunggal.

Air muka Kirana berubah, "Ka-kalian tetap meneruskan upacara ini?" 

"Benar Nyonya. Tidak ada perintah bagi kami untuk berhenti. Lagipula upacara pernikahan adalah upacara yang sakral, dimana terjadi penyatuan antara dua manusia yang berbeda unsur di hadapan sang Pencipta. Takdir suci sudah digoreskan dilangit dan di bumi, kini anda adalah pasangan dari seorang lelaki. Semoga Nyonya hidup berbahagia dengan Tuan sebagai pasangan suami - istri, kami hanya bisa mendoakan dengan tulus."

Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang