Bab 11 Harga Sebuah Pengkhianatan

358 41 3
                                    


Wajah serupa tengkorak itu menyeringai lebar, Sartam kembali menawarkan jalan kegelapan abadi untuk sahabatnya. Jalan singkat untuk membalikkan hidup penuh sengsara dan mencapai segala yang diinginkan di dunia ini. Hanya ada satu cara, yaitu dengan menyembah Iblis penguasa Karang Setra.

Dengan menjentikkan tangan satu lagi, Sartam memanggil sebuah benda terkutuk. Peti mati dari kayu hitam melayang perlahan menembus kabut dan kini berdiri tepat di hadapan Sapali. Peti itu kosong di bagian tengahnya, mirip yang dipakai Sartam, penuh ukiran dan rajah aksara kuno. Benda itu diam namun seperti ingin memanggil jiwa pria tambun itu untuk segera masuk ke dalamnya.

Sekali masuk ke dalam peti, maka Sapali akan terpisah dari suratan takdir sebagai manusia melarat dan hina. Berganti dengan jalan pengabdian tanpa akhir kepada satu-satunya tuan, Raja Demit Gunung KarangSetra, melakukan semua apa yang diperintahkan, meskipun itu perbuatan terkelam dan terhitam yang pernah manusia lakukan.

"Ja-jangan Sartam aku tidak mau..." serak Sapali ketakutan melihat peti hitam itu bergeser sendiri selangkah kearahnya. Indra pendengarnya mulai mendengar suara. Ia seperti berhalusinasi, telinganya dirayu bisikan-bisikan aneh tanpa wujud, untuk memintanya masuk dan bersemayam ke dalam peti itu.

Pria tambun itu dengan panik kembali berusaha membuka jerat jemari Sartam yang tak kunjung lepas, tak urung jemarinya harus berdarah tersayat kuku Sartam yang tajam.

"Hmh kau menolak kebaikan hatiku Sapali? Rupanya kau benar-benar menginginkan menjadi tumbal ilmuku ... sebenarnya aku tidak menyukai harus bertapa sendirian, sayang sekali jika kamu harus mati heh heh." ujar Sartam sambil mengencangkan cengkeraman ke leher sahabatnya. Entah dimana menghilangnya rasa dan nalar Sartam sebagai manusia. Semua belas kasih dan empatinya telah musnah sejalan dia semakin terikat dengan penguasa KarangSetra.

Sapali semakin terdesak manakala Sartam mengangkatnya satu jengkal ke atas dengan enteng.Sebentar lagi Sapali  akan meregang nyawa akibat cekikan dari Sartam,  yang telah berubah menjadi iblis Lampor. Wajah lelaki timbun itu berubah dari memerah menjadi kebiruan karena mulai kehabisan udara.

Matanya terasa kabur, Oh Gusti Hyang Agung, sudah tibakah saat ia harus berpisah dengan keluarganya? ia sangat rindu kepada mereka walaupun baru terpisah beberapa hari saja. Ia  rindu akan wangi rambut  putri kesayangannya, dan entah berapa kali  ia menelan liurnya teringat masakan istrinya yang sederhana namun mengenyangkan.

Napasnya semakin melemah, nyawanya sudah diujung, telapak kakinya mulai kedinginan dan mati rasa.

 semoga kau selamat sampai esok fajar

Ucapan Nenek Pini melintas dalam kekalutan Sapali, sebaris kalimat yang menggores takdir. Menerbitkan sebuah asa terakhir untuk mempertahankan nyawanya yang tersisa. Ia segera membenamkan tangan kiri dibalik lipatan baju, sebuah benda hitam, Gelang mustika keramat pemberian Nenek Pini sudah berada di genggaman Sapali. Dengan tangan gemetar ia tempelkan benda itu ke dada Sartam.

Awalnya Sartam meremehkan usaha Sapali, ia menyeringai menertawakan usaha sia-sia sahabatnya. Namun akibatnya dahsyat, melebihi tusukan ribuan pisau pamungkas. Gelang Bidara Hitam melepaskan asap kebiruan saat bersentuhan dengan badan dedemit,  yang membakar kulit daging dada Sartam. Manusia iblis itu meraung kesakitan di dalam peti matinya. 

"Panas!..panas! Jahanam kau Sapali!" jerit Sartam dengan mata melotot kesakitan. Ia segera mendorong tubuh  Sapali ke atas tanah.

Begitu cengkraman ke leher Sapali terlepas, demit itu mencengkram dadanya yang terbakar, dengan tatapan tajam ia memilih mundur dengan menghilang di belakang kabut. Peti itu melayang begitu cepat meninggalkan Sapali yang terduduk lemas.

Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang