Bab 18 Jatuh Dalam Pelukan Kegelapan

480 41 6
                                    


Berdesir hati Sapali melihat sosok yang bersila di hadapannya. Seorang kakek tua berbaju putih, dengan alis dan kumis berwarna putih dalam ruangan serba putih. Hal ini aneh menurutnya, jelas  tadi ia seperti menyusuri jalan setapak dan jatuh dalam kubangan air. Siapakah lelaki misterius itu? Apakah semua ini nyata atau khayalannya saja sebelum ajal menjemput? 

Kakek itu terus melempar senyum kepada Sapali sambil mengangguk-angguk layaknya petapa bijak yang banyak ilmu. Dan semakin lama, batu tempat kakek itu bersila nampak semakin dekat saja ke arah Sapali.

Sekujur tubuh Sapali bergetar saat Kakek itu berada di sebelah tubuhnya yang terkapar. Namun ia terbaring tanpa daya untuk sekedar bangkt berdiri. Seringai Kakek itu nampak menyeramkan membuat Sapali berusaha menggerakkan tangan untuk merogoh saku baju.

Gelang Mustika Bidara Hitam, yang terbukti ampuh mengusir lampor segera ia keluarkan, namun tindakannya malah disambut gelak tawa Kakek berbaju putih itu.

"Pe-pergilah kau kakek" usir Sapali tergagap.

Namun Kakek itu semakin tergelak, "Mau apa kau dengan batu itu cucuku?"

Lelaki tambun itu terbelalak melihat yang dipegangnya adalah sebuah batu kali berwarna hitam bukan gelang mustika. Benda itu jatuh menggelinding setelah pegangan jemarinya melonggar.

Tidak ada lagi yang bisa menolongnya, bulir beningpun menetes dari ujung matanya.

"Kau menangis Cu? kenapa?"

"Silahkan habisi aku saja kek, ambil nyawaku... lebih  cepat lebih baik.." ujar Sapali lirih.

"Omong kosong! aku justru akan menyelamatkanmu he he he"

Kakek tua itu lantas menggosokkan ke dua tangannya ke sekujur badan Sapali yang gosong. Pertamanya pelan lalu semakin kencang, membuat tubuh Sapali terguncang.  Secara ajaib kerak hitam dan darah beku yang menempel luruh berguguran. Berganti dengan kulit Sapali yang bersih tanpa cacat. Lelaki itu seperti terlahir kembali. Ia lantas berdiri dan menutupi tubuh Sapali dengan kain berwarna hijau hingga ke muka. Bunga tujuh rupa ia siramkan ke badan Sapali membuat bau gosong berganti dengan wangi bunga.

Kesaktian si Kakek membuat Sapali terheran-heran. Namun Kakek itu terus melakukan pekerjaannya dan menuntunnya untuk duduk bersila.

"Apakah kau dilahirkan di malam satu suro Cucuku?"

"Benar ki, saat itu terjadi gerhana bulan. Kamis kliwon"

Kakek itu terkekeh "Bagus, bagus. Kamu berkali-kali selamat dari marabahaya di penghujung usiamu, artinya kamu memang dilahirkan sebagai Lanang Sengkolo"

Sapali bertanya-tanya dalam hati apa yang dimaksud LanangSengkolo namun sang Kakek tidak meneruskan ucapannya.

"Siapa kakek ini, kenapa begitu baik hati menyelamatkan orang yang sudah putus harapan sepertiku." ujar Sapali lirih. "Aku sudah tak memiliki apapun, sudah seharusnya mampus saja di tempat ini."

Kakek itu menyeringai, "Panggil aku ki RogoBoyo Aku adalah salah satu leluhurmu, tentu saja aku harus menolongmu Cu. Lagipula masih ada misi yang harus kamu lakukan. Jangan kesusu mati dahulu"

Sapali terdiam, ia tak pernah tahu bila ada nenek moyangnya yang bertapa di sungai ini. Entah kakek itu benar jujur atau sekedar mengaku saja.

"Misi apa Ki?"

Ki RogoBoyo lantas duduk bersila kembali. Bibirnya nampak bergerak melantunkan syair bahasa Jawa.

Aja sira rumangsa uripe nadyan asor Diincak kadyangga darba.

Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang