Bab 3 Kereta Kencana Penjemput Sukma

526 46 10
                                    

Klinting klinting,

Suoro Kreto Kuno

Suara kereta Kuno

Teka ing wayah wengi

Datang di saat malam

Tanpo rudo , tanpo jaran

Tanpa Roda, Tanpa Kuda

Nggawa bungah , nggawa tentrem

membawa sukacita, membawa ketentraman

Suara gadis itu terdengar parau, dengan duduk diatas dipan jati berwarna coklat. Matanya seperti kosong menatap kedepan. Walaupun layu, tak menutupi parasnya yang tirus dan ayu. Rambutnya hitam mengkilat, panjang tergerai seperti merang dibakar. Jemarinya lentik panjang, seperti ranting kayu randu. Gadis itu bernama Kinasih, anak semata wayang kepala desa yang lama terkenal kecantikannya.

Seluruh orang yang ada di dalam ruangan itu begidik mendengar senandung gadis itu, sudah beberapa bulan ini gadis itu berkelakuan aneh, berbicara  sendiri. Bahkan tak mau menyentuh hidangan yang disajikan, terlihat dari tulang dadanya yang mulai menonjol. Namun semakin lama racauan itu berubah menjadi tembang kerinduan kepada sesuatu yang tidak mereka ketahui. Terkecuali pendekar Bergola Ijo yang baru datang, sang gadis sendiri tidak menarik minatnya. Ia malah mengamati keadaan sekitar, sebuah kamar rahasia yang kokoh berdiri lengkap dengan perabotan kursi, meja dan lemari yang indah. Siapa menyangka kamar sebagus ini ada di bawah sebuah gubuk lumbung padi yang sudah reot?

Terlebih di empat penjuru dinding, terdapat jajaran lontar bertulis aksara jawa yang disusun dengan pola aneh. Bergola mendengus hampir bersin melihat jimat praktek perdukunan ini.

Dari awal pendekar itu merasa ada sesuatu yang disembunyikan warga desa Kemukus, dan benar saja, ternyata para tetua dan pak Carik menyimpan rahasia mengenai sang putri kepala desa. Justru perkara ini lebih mencurigakan daripada kejadian ditahannya Sapali oleh warga.

Tanpa sepengetahuan para warga, Bergola ijo diam-diam diajak ke halaman belakang balai desa. Di sebuah lumbung padi, Pak Carik membawanya masuk dan ternyata dilantainya terdapat sebuah jalan masuk seukuran badan orang dewasa, ia kemudian turun ke sebuah lorong yang tembus ke dalam tanah. Setelah dua puluh langkah mereka tiba di sebuah pintu kamar rahasia.

Dalam ruangan terdapat empat orang berdiri mengelilingi dipan kuno berkelambu putih, dua diantaranya sudah berambut putih. Seseorang bertubuh besar nampak duduk disamping pembaringan dengan wajah lelah tak karuan.

"Nduk... sadar nduk, eling... ingat bapak..." ujar lelaki yang duduk itu.

Sang gadis tiba-tiba tertawa cekikikan, suaranya terdengar aneh dan matanya terus bergerak nyalang,  tak lama setelah itu ia bangkit dan hendak meloncat dari dipan, sontak para lelaki disitu mencekal pergelangan tangannya dengan erat, gadis itupun berteriak melengking, hampir membuat gendang telinga pecah.

Namun serangan gaib itu tak membuat semangat para penjaga menjadi kendor. Setelah sekian lama bergulat gadis itu menyerah, ia menghembus udara panjang lalu jatuh terlentang dengan mata kosong.

"Kinasih!" seru pak Tua itu dengan mata terbelalak.

Seorang nini dengan sigap menutup mata kosong itu dengan telapak tangan dan bibirnya bergerak lirih seakan merapal doa. Sejenak Kinasih bergetar hebat lalu diam tak bergerak dengan mata terpejam. Hanya sedikit nafas keluar dari hidungnya yang menandakan gadis itu masih hidup.

Lelaki yang bertopikan ikatan kain batik disampingnya hanya bisa menunduk dengan tangan terkepal.

"Hhhh sudah delapan minggu, namun tak ada hasil malah makin parah! Semuanya tidak becus!" umpat lelaki yang ada di sisi ranjang. "Keluar semua!  Termasuk kamu orang asing!" tunjuk kepala desa itu.

Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang