Setiap orang memiliki caranya sendiri untuk mencintai seseorang. Begitu pula dengan Kirana. Dibesarkan dalam situasi yang serba tercukupi serta dari keturunan keluarga ningrat, membuat Gadis itu merasa bisa memiliki Larantuka dengan mudah, sebagaimana ia terbiasa mendapatkan semua barang yang ia tunjuk.
Penolakan tidak ada dalam kamus gadis muda itu. Lucunya, ia telah melangkahi semua tabu di dunia perempuan saat ia menyatakan perasaanya kepada Larantuka. Dalam sejarah Tanah Jawi, Wanita tidak pernah menyatakan kesukaan terhadap lawan jenis terlebih dahulu, apalagi secaravterang-tetangan. Mereka menunggu dalam diam dan pasrah akan datangnya setiap pinangan dari para pemuda.
Berbagai cemohan ditujukan untuk wanita yang menyatakan perasaannya secara terang-terangan. Mereka dianggap sebagai perempuan murah, sundal dan amoral di kalangan masyarakat.
Tapi Kirana tidak peduli semua itu. Suka ya suka, benci ya benci, tidak ada sedikitpun perasaannya yang ditutup-tutupi. Karena tidak ada didikan dari orang tua, ia tidak suka tata krama, unggah - ungguh dan segala urusan yang berbelit. Toh siapa yang berani mencibir di belakangnya? Bila ketemu orang seperti itu akan dia buat hidup segan matipun tak mau.
Larantuka sendiri masih terdiam mendengar perkataan Kirana. ia tidak menduga jika gadis itu tahu-tahu menyatakan isi hatinya. Bukankah mereka telah bersepakat jika pernikahan hasil dari Laga Keramat hanyalah sebuah kepura-puraan belaka? Apakah gadis ini hendak memperpanjang tempo dari sandiwara tadi?
"Aku tidak mengerti Kirana, apakah ini salah satu dari permainanmu saja? Sebaiknya kita memikirkan hal lain saja, terutama kemana para iblis itu membawa Candini." sambut Larantuka dingin. Lelaki itu kembali terbatuk karena dadanya masih terasa sesak.
Gadis itu lantas berjongkok disamping Larantuka, matanya yang bening menatap lelaki itu dengan tajam.
Mata adalah jendela hati, Larantuka bisa melihat di dalam mata Kirana yang indah bahwa gadis itu memang tersirat sebuah kesungguhan.
"Jangan mengalihkan pembicaraan Kakang. Candini bisa diurus nanti oleh Anak buah dan mata mata Benteng Hitam, mereka ada dimana-mana. Nah asal Kakang tahu. Bagiku ini adalah perkara yang teramat penting. Bagaimana perasaanku sebenarnya. Dan akhirnya aku sudah menentukan siapa orang yang pantas bersanding denganku. Yaitu kamu ... dan hanya kamu Kakang! Bukan orang lain. Dan Ini bukanlah permainan, ini adalah murni isi perasaanku yang sejujurnya." ujar Kirana lugas.
Larantuka memejamkan mata, semua terasa menjadi begitu runyam. Mengapa gadis ini tiba-tiba menyukainya? Masih banyak bangsawan dan pesilat lain yang lebih pantas.
"Rasa suka tidak bisa dipaksakan Kirana. Kita sudah sama-sama dewasa dan mengetahui hal itu..."
Kirana menghela napas panjang. Lagi-lagi pemuda itu ternyata tidak mau langsung membalas ungkapan perasaannya, Hm baiklah kali ini biar ia yang memohon, sekali ini saja, untuk pertama kalinya ia akan merendahkan diri dengan memohon kepada seorang pria.
Pria yang selalu mengisi pikirannya dan membuatnya tidak bisa berpikir dengan akal sehat. Pria yang menjadi sumber kecemasan dan was-was akan datangnya hal yang buruk kepadanya. Pria yang membuatnya lupa akan tujuan dan cita-citanya menjadi penguasa Benteng Hitam. Adalah Larantuka.
Sebodoh-bodohnya orang adalah dia yang rela melepas dunia yang dimiliki hanya demi seorang pengemis cacat berbaju compang camping. Ia paham akan kenekatannya mungkin tak akan pernah bisa diterima akal sehat.
Segalanya telah berubah waktu semenjak pertemuan awal di pinggir gua rahasia. Dimana ia takluk oleh kesaktian lelaki itu secara tak disangka. Dan terus berlanjut penaklukan kedua kalinya saat kejadian di dalam sumur. Awalnya ia merasa dipermalukan, kalah dan gagal di hadapan seorang pria. Namun nyatanya tidak. Larantuka tidak melukai dirinya sedikitpun, apalagi meremehkan dan melukai harga dirinya. Bahkan pemuda itu bersedia menolong bahkan diperalat olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetra
ParanormalPerjalanan Candini dan Larantuka dalam mencari Penawar Racun Tujuh Langkah kembali dikisahkan, dalam empat puluh dua hari tersisa hingga racun merengggut nyawa Candini, mampukah mereka mengatasi segala marabahaya yang menghadang?