Ni Tampi tersentak kaget, ia menoleh dan mendapati para pengawal dan Bergola Ijo memandangnya dengan raut tak sedap. Benda berat dipundaknya adalah tangan sang pendekar yang nampak besar dan berotot.
"Sedang apa kau disini Tampi? Bukankah kau sudah kusuruh untuk mengawasi Kinasih, kenapa malah berteriak!" bentak Bergola Ijo.
"T-tapi Tuan ini Gusti Ayu ... mau kabur ke hutan. Untung saya cegah" ujar Ni tampi ketakutan.
Bergola Ijo melotot tajam sambil memaki. Para penjaga semua nampak keheranan.
"Matamu sudah mulai rabun Nini" ujar penjaga.
Adapun Ni Tampi terkejut untuk kedua kali mendapati kedua tangannya memegang erat sebuah cabang pohon. Jelas-jelas tadi yang ia tarik adalah jemari lentik puteri majikannya, bukan ranting pohon beringin. Aneh sekali.
"Cilaka kenapa bisa berubah begini? Jelas-jelas tadi Gusti Ayu yang saya pegang, aduh biyung!" Seru pengasuh itu kebingungan sambil melepas pegangannya.
Tangan sang puteri halus dan lembut, sedangkan ranting pohon keras dan kasar, bagaimana mungkin tadi terasa sama?
Ni Tampi menatap Bergola Ijo dengan penuh tanya.
Pendekar berdecak kesal, ia mengawasi keadaan sekeliling, hawa aura siluman belum bisa ia cium, namun nalurinya mengatakan ada yang mengawasi dari balik kabut belantara. Begitu samar tanpa ia bisa tentukan dari mana datangnya. Satu-satunya melalui cara Rogosukmo tapi akan riskan bila tidak ada saudara seperguruannya yang menjaga.
Ia kembali berpikir mengapa musuh masih belum menampakkan diri.
"Ajian Halimun, musuh sudah menyusup ditengah-tengah kita" desis Bergola Ijo hampir tak terdengar. "Panca Indera kalian akan disesatkan ilmu ini dengan mudah bila tidak waspada."
"Lantas bagaimana tuan?" tanya penjaga.
"Goblok! segera kembali ke pos jaga, dan segera laporkan bila melihat ketidakberesan!"
Mereka pun segera berlari secepat kilat ke arah rumah. Baru memasuki pintu halaman belakang, pria paruh baya itu mendapati para penjaga saling duduk bersandar. Mereka mendengkur dengan nyenyak.
Lelaki itu menggoyang tubuh anak buahnya satu persatu tapi mereka tetap tidak sadar. Tubuh mereka terasa lemas lunglai. Sampai ditampar hingga pipi merahpun mata masih rapat terpejam.
"Mengapa bisa begini tuan?"
"Bangsat Ajian Sirep Lelayuh, berapa banyak ilmu mereka?" Rutuk Bergola Ijo sambil menepuk pundak kiri para penjaga tiga kali. Ajian sesat yang banyak disalahgunakan manusia jahat untuk merampok, membegal dan kejahatan lain yang mengerikan. Dengan ilmu turunan dari demit ini para bramacorah dengan mudah menggorok leher lawan tanpa perlawanan.
Baru setelah ditepuk, simpul sihir ajian itu terlepas dari peredaran darah, bagi mereka yang tidak tahu cara memunahkan ajian ini, bahkan digulingkan dari pucuk pohon pun para korban tidak akan bangun. Sontak para penjaga dengan ajaib mulai mengeliat seperti baru terjaga dari tidur ratusan tahun. Mereka mulai membuka mata satu persatu, saling keheranan karena tidak tahu kapan atau dimana mereka diserang ajian itu, tahu-tahu badan mereka serasa lemas tak bertenaga.
"Kumpulkan tenaga dalam kalian, segera bersiap karena musuh sebentar lagi akan menyerang." geram Bergola Ijo. Para warga desa itu masih terlalu mentah untuk diajak bertarung pikirnya.
Seorang pemuda nampak tergesa muncul dari lorong samping rumah. Mukanya pucat pasi.
"Tuan Bergola Ijo, para penjaga di halaman depan kocar-kacir ada yang membuat gara-gara dengan jamuan kepala tikus!" ujar pemuda tersebut melaporkan teror yang baru terjadi di pelataran rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Larantuka si Pendekar Cacat Pembasmi Iblis episode : Maut Di KarangSetra
ParanormalPerjalanan Candini dan Larantuka dalam mencari Penawar Racun Tujuh Langkah kembali dikisahkan, dalam empat puluh dua hari tersisa hingga racun merengggut nyawa Candini, mampukah mereka mengatasi segala marabahaya yang menghadang?