32 : Empat Tahun Lalu

43 17 0
                                    

"Empat tahun lalu, waktu kita kelas 2 SMP, Bintang pernah hampir diculik dan hampir diperkosa."

Adnan yang sedang menatap lantai putih rumah sakit itu langsung menoleh ke arah Gaydan. Tentu saja Adnan terkejut. Dia tidak pernah menyangka bahwa Bintang pernah mengalami tragedi seperti itu.

"Hari itu lagi ada pertandingan basket di SMP kita, ya keadaannya cukup ramai. Gue salah satu orang yang tanding hari itu. Terus waktu pulang, Bintang minta gue anterin dia sampe rumah karena dia ga berani sendirian."

"Tapi karena gue masih ada pertandingan, gue gak bisa nganter Bintang dan malah nyuruh dia pulang sama supirnya. Ya karena itu supir Bintang, supir pribadi dia, orang yang udah Mama dan Papa percaya buat jagain Bintang, gue gak mikir bakal terjadi apa-apa."

Gaydan menghela napas sebelum melanjutkan ceritanya sedangkan Adnan sejak tadi hanya diam. Dia tidak berkata apa-apa, khidmat mendengarkan cerita Gaydan.

"Tapi gue abai banget buat ngeliat kalo saat itu Bintang bener-bener gak mau pulang sama supirnya karena dia takut. Tapi bodohnya gue tetep nyuruh dia pulang sama supir brengsek itu. Sampai akhirnya tragedi itu terjadi."

"Su...supirnya....?" Adnan terbata-bata bertanya.

Gaydan mengangguk. "Supir yang udah bekerja sama Papa Bintang sejak dia umur 10 tahun. Orang kepercayaan Papa, Bintang juga percaya sama orang itu. Tapi dia mulai curiga karena si laki-laki bajingan itu sering ngelecehin Bintang secara verbal."

"Dan waktu mereka mau pulang, mobil yang dibawa supir itu malah masuk ke gang sempit. Dan disana udah ada preman-preman pasar yang ternyata temen supir bangsat itu. Disana Bintang hampir kehilangan kehormatannya." Gaydan tercekat saat menceritakan bagian kelam itu.

Lorong rumah sakit ini hening. Gaydan belum sanggup melanjutkan ceritanya. Dia membenarkan letak kacamatanya dan menghela napas pelan.

"Tapi tiba-tiba, ada cowok yang nyelamatin Bintang. Cowok seumuran dia, karena cowok itu masih makai seragam putih biru. Cowok yang udah berhasil nyelamatin Bintang dari kejadian mengerikan itu."

Kedua alis Adnan bertaut, "Cowok? Siapa?"

Gaydan menoleh ke arah Adnan, "Selama empat tahun gue gak tau cowok itu siapa. Bintang seolah-olah menutup rapat kejadian mengerikan itu, dan ya emang baiknya kayak gitu. Gak ada yang tau cerita itu kecuali gue dan sekarang lo."

"Gue gak pernah nanya tentang cowok itu karena gue gak mau ngebuat Bintang ngingat hari itu lagi. Karena gue tau sampai sekarang bahkan Bintang masih ingat dengan detil kejadian di hari itu." Gaydan menghela napas pelan.

"Nan, lo tau kenapa gue ngajak lo balapan padahal gue gak jago naik motor?" Gaydan tiba-tiba bertanya.

Adnan menggeleng. Dia bahkan kaget kenapa tiba-tiba Gaydan hendak balapan dengannya.

"Karena sebelum gue nantang lo buat balapan, Bintang udah cerita semuanya. Bintang udah cerita siapa cowok yang nyelamatin dia, Bintang udah cerita semuanya ke gue."

"Siapa?" Adnan bertanya tidak sabaran.

Gaydan memandang Adnan, "Cowok itu lo, Nan."

Adnan terdiam. Dia tidak tau harus bereaksi apa. Semuanya mengejutkan. Adnan masih berusaha mencerna semua cerita Gaydan sejak tadi.

"Lo yang nolong dia, Nan. Lo yang ngehajar abis preman-preman dan mantan sopir Bintang itu. Sejak hari pertama lo udah ngelindungin Bintang. Dan gue bener-bener berterimakasih untuk itu. Mungkin kalo gak ada lo di hari itu, Bintang udah bunuh diri karena malu."

Titik Dua dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang