Membutuhkan waktu enam belas jam untuk terbang ke Jakarta, dan selama itu pula Adnan tidak bisa tertidur. Kepalanya terus memutar kenangan tentang Bintang. Bagaimana Bintang tersenyum, tertawa, marah, menangis. Semuanya tentang Bintang sekarang memenuhi kepala Adnan.
Adnan juga tidak menangis. Dia ingin percaya bahwa semua ini hanyalah kejailan dari ketujuh teman-temannya agar dia bisa pulang ke Jakarta karena sudah satu tahun tidak pulang.
Sepanjang perjalanan Adnan terus merapal doa-doa. Entah berdoa apa. Mungkin berdoa supaya ini semua hanyalah bohong belaka. Sepanjang perjalanan dari London ke Jakarta, doa Adnan hanya satu. Bahwa ini hanyalah kebohongan belaka. Dan semoga perempuan yang dia cintai itu masih hidup.
Doa-doa yang sudah satu tahun tidak lagi dia panjatkan itu kembali dia rapalkan di atas pesawat ini. Berdoa semoga semuanya tidak benar. Adnan masih sangat amat menyayangi Bintang.
Tapi bahkan Adnan sudah tau bahwa Ken tidak mungkin berbohong. Dia hanya ingin berdoa. Hanya ingin menenangkan hatinya. Dan saat dia sudah sampai kerumah Bintang, rumah perempuan itu sudah ramai oleh pelayat yang datang.
Adnan menggenggam sebuah kotak berwarna hitam yang didalamnya berisi sebuah kalung dengan bandul berbentuk bintang. Itu adalah hadiah untuk perempuan itu. Perempuan kesayangan Adnan. Tapi sekarang Adnan sudah tidak akan sempat memberikan hadiah itu pada Bintang.
Kaki Adnan gemetaran saat memasuki rumah yang dulu bersuasana hangat itu. Sekarang yang terdengar hanyalah suara isak tangis. Sekarang semua orang menatap ke arah laki-laki itu. Tatapan kasihan yang dulu Adnan rasakan saat kepergian Mama.
Pandangannya menyapu ruang tamu rumah Bintang. Pada keenam temannya yang sekarang sedang menunduk takzim. Pada Gaydan yang sedang menyeka matanya. Pada Jia, Kayla, Neya dan Andara yang sekarang sedang menangis disamping tubuh kaku yang tertutup kain itu.
Adnan melangkah menuju Ken yang berdiri tidak jauh dari tempatnya. Dia memegang tangan Ken, "Ken, Bintang mana?" Tanyanya dengan suara bergetar.
"Bintang udah gak ada, Nan." Farel menepuk pundak laki-laki itu.
Adnan menggeleng. "Dia gak mungkin pergi tanpa pamit, Rel!" Adnan mengguncang-guncang tubuh Ken. "Bahkan waktu dia ke Jogja aja dia pamit sama gue!"
"Nan, Bintang udah gak ada!" Haikal menekankan intonasinya saat mengatakan kalimat yang terdengar menyakitkan itu.
Hal itu membuat semua orang yang tau seindah apa dongeng antara Bintang dan Adnan semakin terisak menangis. Apalagi Jia dan Kayla, yang menjadi saksi hidup betapa mereka berdua saling mencintai.
Adnan menggeleng. Dia melihat ke sekeliling. Tidak. Tubuh kaku yang berada di tengah ruangan itu bukan tubuh Bintang. Bukan. Bukan, Bintangnya!
Gaydan tiba-tiba datang dan langsung meninju wajah Adnan agar laki-laki itu sadar. "Enam bulan Bintang berusaha buat ketemu sama lo! Terus lo dimana waktu itu?! Lo gak pernah dateng sama sekali, Nan!" Gaydan berteriak marah. Dia mencengkram Adnan yang sekarang sudah menangis.
Adnan tersadar dan segera menatap Gaydan dengan matanya yang memerah.
"Dia ngirim lo email setiap hari. Dia nitip pesan sama temen-temen lo, sama gue, sama Jia, Kayla, sama Neya dan Andara. Bahkan sama Bokap lo. Dia cuman pengen ketemu sama lo!" Gaydan berteriak marah. Itu adalah permintaan terakhir dari Bintang yang sama sekali tidak terwujudkan. Bertemu dengan Adnan.
Adnan menggeleng. "Gue beneran gak tau. Gue beneran gak tau, Dan!" Adnan terisak.
Gaydan masih mencengkram kerah baju Adnan, "Cuman itu permintaan terakhir Bintang. Ketemu sama lo!" Air mata Gaydan mengalir saat mengatakan hal itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/278815971-288-k195645.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Dua dan Bintang
Fiksi RemajaNama laki-laki itu Adnan Gerdapati Maharaja, laki-laki paling tampan dan populer seantero SMA Merpati. Dia juga adalah ketua geng Dionysus, salah satu geng motor yang sudah berdiri sejak lama dan memiliki reputasi mengerikan. Adnan dicap sebagai ana...