22 : Jepang?

33 21 0
                                    

Bandara memang selalu sibuk. Tidak peduli, pagi, siang, malam, hari libur atau tidak, tempat satu ini akan selalu sibuk. Banyak orang berlalu-lalang, turis-turis dari berbagai negara. Wajah-wajah sibuk dan bergegas karena harus mengejar penerbangan untuk pekerjaan, wajah-wajah bahagia karena bisa berlibur, wajah-wajah sedih karena harus berpisah dengan orang terkasih. Semua tergambar di bandara.

Bintang sejak tadi sedang berdiri didepan sebuah kafe yang ada di Bandara. Bunda didalam sana sedang memesan kopi dan cokelat panas untuk mereka berdua. Perempuan itu sejak tadi sibuk mencari kesana kemari orang yang dia tunggu, siapa lagi kalau bukan teman-temannya dan Adnan.

Dia lalu jadi teringat percakapannya dengan Bunda malam tadi, saat mereka sedang membereskan baju-baju.

"Bunda, pernah jatuh cinta?" Tanya Bintang.

"Pernah dong."

"Kapan?"

"Sekali doang, waktu SMA."

"Sama siapa?"

Bunda hanya tersenyum tipis. "Kalo soal ini, prinsip Diandra dan Bunda itu sama. Hidup hanya sekali jadi jatuh cinta juga sekali."

"Kamu jatuh cinta sama Adnan?" Bunda tiba-tiba bertanya.

Bintang menaikkan kedua bahunya, "Gak tau."

"Kenapa gak tau?"

Bintang menghela napas pelan, "Perasaan manusia tuh rumit, Bun. Bintang bahkan gak bisa paham sama perasaan Bintang sendiri." Jawab perempuan itu.

"Lagian gak ada jaminan, Bun, perasaan Adnan akan tetap sama atau enggak selamanya. Bintang cuman takut dikecewakan dan ditinggalin. Lagian Bintang juga gak pantes sama Adnan yang sempurna."

Bunda mengelus rambut Bintang, "Dan gak ada jaminan juga perasaan kamu akan tetap sama kayak gini atau enggak. Bisa aja kamu tiba-tiba suka sama dia, Bintang."

"Jangan terlambat dan jangan buat diri kamu menyesal kayak Bunda."

"Kenapa?"

"Bunda dulu gak pernah menunjukkan perasaan Bunda ke orang yang Bunda suka sampai akhirnya Bunda menyesal karena orang itu udah memilih perempuan lain. Padahal dulu kami sama-sama suka. Cuman ya itu, Bunda terlalu malu dan terlalu gengsi."

"Dan kamu tau siapa orangnya?" Bunda bertanya.

Bintang menggeleng, "Emangnya siapa."

Bunda menoleh pada layer televisi yang sekarang sedang menampilkan sosok Rajendra, seorang pengacara terkenal.

"Rajendra?" Tanya Bintang.

Bunda mengangguk sambil tersenyum tipis. "Bunda terlalu sibuk dengan fikiran Bunda sendiri, Bin. Terlalu mikir apakah Jendra akan menerima Bunda apa adanya. Sibuk mikirin sebenarnya Bunda pantas atau enggak sama dia. Dan sibuk mikirin apa selamanya perasaan Jendra akan menetap dan terus sama Bunda. Ya kayak kamu sekarang, sibuk mikirin hal-hal yang seharusnya gak usah difikirin."

"Sampai Bunda lupa hal yang paling penting yaitu membalas perasaan Jendra. Bunda lupa kalau hal terpenting ya sebenarnya gimana cara Bunda untuk menyampaikan perasaan suka Bunda. Dan semuanya udah terlambat, karena Jendra udah menikah dengan wanita pilihannya."

Titik Dua dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang