02. New school

68 18 10
                                    

"Papsky, dasi aku mana?" Haikal menuruni anak tangga satu persatu dengan gesit sambil memperbaiki kerah baju dan membawa tas ransel yang tak begitu berat, hanya membawa buku tulis, karena ia belum mendapat jadwal apapun dari sekolah barunya.

"Lah? Kamu kemarin udah bawa, kan?" Ditanyain gini, Satria jadi semakin takut. Ya walau bisa beli lagi, sih. Tapi kalau ada yang hilang, tetap aja.

"Udah, kok," sahut Haikal yang menggantung selama beberapa saat, lalu kembali melanjutnya, "seingetku."

Beberapa detik mereka berpikir kemungkinan di mana dasinya berada, akhirnya Satria mengetahui jawabannya. Sedikit terkejut dan malu dengan kebodohan bapak anak ini.

"Kan kita udah pindah, Aga. Kamu kan belum punya dasi."

Haikal melebarkan mata dan juga mulutnya. Benar juga. Haikal sampai lupa kalau sekolahnya dia bukan yang kemarin. Padahal Haikal baru bersekolah beberapa bulan di sekolah yang kemarin. Untung biaya pendaftaran, gedung, dan lainnya ditanggung oleh kantor ayahnya. Jika tidak, mungkin Haikal gak mungkin selalu ikut ayahnya kerja kesana kemari.

"Tapi dasi kemarin gimana, Pa? Gak ada ini di koper aku."

"Udah, biarin aja. Toh udah gak sekolah di situ," sahut Satria sambil menaruh roti bakar yang sudah ia siapkan di meja makan.

"Makan dulu sini. Masih jam setengah enam," sambung Satria.

Merasa ada yang aneh, Haikal langsung melirik jam tangannya yang sudah ia atur menjadi WITA.

"Pah! Ini udah jam setengah tujuh! Jamnya Papa aja yang stuck di WIB, astaga."

"Emang iya?" Mempercayai ucapan sang anak, Satria langsung melirik jam ponsel dan jam dinding rumahnya untuk menyocokkan jam. Benar juga ternyata. Satria lupa mengubahnya.

"Maaf, Papa lupa."

"No need to sorry. Markittap! Mari kita santap roti bakar agak gosong buatan khas Papa!"

×××

Haikal memperhatikan setiap anak yang selalu menatapnya di dalam perjalanan menuju ruang kepala sekolah di SMA yang akan menjadi tempatnya untuk menimba ilmu selama sang ayah bekerja di sini. Semoga aja sih SMA Bangsa ini bisa jadi tempat menimba ilmu beneran, bukan yang lain.

Walau tak diperhatikan, Haikal tetap merasa ia sedang diperhatikan oleh seluruh warga sekolah. Membiarkan banyak tatapan bingung sekaligus bertanya-tanya yang menatapnya, Haikal tetap berjalan dengan cool, layaknya ia adalah murid lama di sini.

Motto hidup Haikal saat ini adalah, "Takut tapi tetap percaya diri." Seenggaknya, wajahnya masih tampan.

×××

Mendapatkan jam kosong adalah kebahagiaan duniawi yang tiada bandingannya. Tidak mendapatkan pelajaran, tapi bisa mengobrol dan bermain dengan teman kelas adalah kesenangan tersendiri.

Tapi, lain lagi kalau tiba-tiba ada guru piket yang menghampiri kelas, dan memberitahu jika ada tugas yang dititipkan.

Sama seperti kelas X IPS 1 kali ini, mereka sangat berbahagia karena sudah melewati satu jam pelajaran kosong, dan sedang menjalani jam kosong di jam kedua pelajaran.

Semua kebahagiaan itu sirna, karena mendapati Bu Feni, yang notabenenya adalah guru kesiswaan masuk ke dalam ruang kelas mereka.

Buru-buru mereka kembali ke tempat duduknya masing-masing. Walau ada yang duduk di sembarang kursi dan mepet dengan temannya yang lain. Seenggaknya diliat duduk oleh Bu Feni.

Melihat seorang murid cowok asing yang berjalan masuk ke kelas bersama Bu Feni, mereka langsung berbisik dengan teman sampingnya untuk bertanya-tanya. Terlebih lagi karena dia cukup tampan juga.

"Maaf ya, Ibu mengganggu jam kosong kalian."

"Gapapa kok, Bu," sahut salah seorang murid cowok di belakang sana, yang tentunya itu adalah jawaban munafik.

"Ya. Ibu mau ngenalin kalian, di sini bakal ada murid baru yang bakal belajar bareng sama kalian."

"Haikal," ajak Bu Feni untuk membiarkan Haikal memperkenalkan diri ke depan, agar teman-temannya melihat juga.

"Saya ngomong apa aja, Bu?" Haikal bertanya. Karena jujur, ia gak tau harus ngomong apa untuk ngenalin diri. Masa cuma nyebut nama? Kurang.

Salahnya Haikal juga gak minta briefing.

"Ya apa aja. Nama lengkap, panggilan, umur, atau kalau perlu status kamu juga."

"Betul, Bu! Yang paling terakhir penting banget," sahut seorang pria yang lagi-lagi berada di bagian belakang kelas.

"Nama aku Haikal Pratama Wijaya. Bisa dipanggil Haikal. Status aku sibuk."

"Sibuk?" celetuk salah seorang perempuan yang kebetulan duduk di depan Haikal. Sebenarnya perempuan itu gak ngomong dengan besar, tapi karena jarak yang dekat, Haikal jadi bisa mendengarnya.

"Status WhatsApp aku."

Seisi kelas sontak tertawa mendengar jawaban Haikal. Ternyata murid baru yang akan menjadi teman mereka ini juga memiliki humor yang sama.

"Kalau begitu, kamu bisa duduk di bangku yang kosong, ya. Ada beberapa bangku kosong, kamu boleh tempatin yang mana aja." Haikal mengangguk, lalu melangkahkan kakinya untuk mencari tempat duduk. Sebenarnya Haikal juga gak tau mau duduk di mana, tapi melihat ada beberapa teman kelas cowok yang menyambutnya di belakang sana, Haikal jadi memilih untuk duduk di sekitar situ.

Setidaknya mereka bisa mengajak Haikal untuk sedikit lebih nyaman dengan tingkah SKSD mereka.

"Kenalan, bro! Gue Yoyo. Yoyo aja, gak pake huruf K. Nanti gue kenalin ke semua anak kelas sini deh," sambut seorang murid cowok yang kerap disapa sebagai Yoyo. Setidaknya yang Haikal tau seperti itu.

×××

"Di sini ada murid baru, ya?"

Pak Andika sebagai guru mata pelajaran Ekonomi iseng bertanya seperti ini, sambil merapikan buku-bukunya. Sebagai guru, tentu ia harus mengenal anak-anak muridnya.

"Ada, Pak! Ini dia!" Bukan Haikal yang menjawab, tapi Wahyu, teman barunya, sambil mengangkat tangan Haikal setinggi mungkin.

"Nanti bisa diajak keliling sekolah ya, untuk ngenalin sekolah kita ke murid baru," saran Pak Andika.

"Pak, kita aja baru sekolah di sini dua bulan," sahut Yoyo dengan enteng, walau faktanya memang begitu.

"Ya tapi seenggaknya tau toilet dan kantin, kan?"

Yoyo mengangguk. "Tau, Pak."

"Ya udah, nanti Jisey tolong antar Haikal untuk keliling sekolah, ya. Bahasa kerennya sih school tour."

Jisey, perempuan yang telah terpilih menjadi ketua kelas di kelas X IPS 1 lantas menaikkan alisnya heran, begitu juga dengan Yoyo dan Wahyu di belakang sana.

"Loh, Pak? Terus gunanya Bapak nanya ke kita apaan, Pak? Saya merasa dikhianati," ujar Yoyo dramatis.

"Pak, kita aja bisa, kok. Kita kan mau SKSD juga sama murid baru," tambah Wahyu memohon.

"Gak usah alasan bolos untuk latihan olimpiade Ekonomi ya kalian berdua." Pak Andika berujar. Ia menggelengkan kepalanya. Sudah sangat paham apa alasan sebenarnya dua murid itu terus saja memaksa untuk pergi bersama Haikal. Karena mereka selalu memiliki alasan untuk bolos latihan.

Haikal yang gak tau apa-apa cuma bisa melongo, kaget, sekaligus bingung. Ini baru dua bulan sekolah, tapi udah ada yang latihan untuk ikut olimpiade? Dan terlebih lagi, itu kedua temannya yang sedaritadi sibuk SKSD dengannya. Wow, ternyata mereka orang pintar. Haikal pikir, mereka orang gak jelas yang suka wara wiri haha hihi.

"Ya, Jisey?" Pak Andika memastikan.

Murid yang diajak ngomong oleh Pak Andika mengangguk sambil tersenyum. "Iya, Pak."

×××

TacendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang