17. Lean on

14 6 0
                                    

Bukannya membaik, perasaan yang tadinya memang sudah tercampur aduk malah semakin membuat mood Sarah hancur.

Melihat siapa yang menemuinya di tempat pemotretan saat ini benar-benar membuat Sarah hancur, seolah petir menyambar dirinya lagi dan lagi, seseorang yang sudah membuat dirinya hancur dan tak ingin kembali ke dunia model ini datang, lagi.

Jeffan menyambut kedatangan Sarah dengan antusias, tetapi berkebalikan dengan Sarah yang hanya menatap datar pria itu. Sebenarnya Sarah tak ingin berbicara dengan Jeffan lagi, jangankan berbicara atau menemui, Sarah sebenarnya tak ingin mengenal Jeffan lagi.

Mengapa Juna harus berbohong mengenai kedatangan Jeffan? Mengapa dia harus berpura-pura tidak mengenal Jeffan? Padahal pria itu sendiri cukup tahu akan kehidupan Sarah yang sebelumnya.

Ah, pasti ini suruhan Jeffan.

"Apa lagi?" tanya Sarah dengan kesabaran yang sudah habis.

Jeffan menatap Sarah dengan penuh harap, hendak menggenggam jemari manis Sarah, tetapi Sarah keburu menepis tangan Jeffan duluan. "Ngomong ya ngomong aja. Gak perlu pegang tangan."

"Oke."

Jeffan hanya bisa pasrah mengikuti perkataan Sarah. Ia menghela nafas, lalu menatap Sarah dengan lekat. Sedangkan Sarah menatap ke arah lain, tak ingin membuat kontak mata dengan pria yang sudah menghancurkan hidupnya, dan juga Jisey.

"Aku mau minta maaf."

Sarah diam, membiarkan Jeffan melanjutkan perkataannya, yang sebenarnya Sarah tak ingin dengar.

"Maaf karena udah hancurin hidup kamu, dan juga ... Anak kita."

Sarah berdecih, "Memang bener, sih, Jisey anak hasil dari kita berdua. Tapi gue gak sudi ngakuin lo ayahnya Jisey."

"Tapi faktanya, aku--"

"Lanjut apa yang mau lo omongin, sebelum gue pulang," sela Sarah yang tak ingin memperpanjang pertemuannya dengan sang mantan suami dengan perdebatan gak penting.

"Apa kita gak bisa mulai semuanya dari awal lagi?"

Sarah langsung menatap Jeffan dengan tak percaya. Segampang itu ia meminta hal yang jelas-jelas tidak mungkin? Setelah apa yang dia lakukan, kini meminta permohonan segampang itu?

Sarah mendekap kedua tangannya di dada, menatap Jeffan dengan remeh. "Giliran ada masalah sama pasangannya, baru cari yang lama, gitu?"

Jeffan mengerutkan dahinya, menatap Sarah dengan terkejut sekaligus bingung. "Tau dari mana?"

Sarah tertawa meremehkan. "Siapa sih yang gak kenal CEO dari brand baju ternama?"

"Lo lecet sedikit aja tuh mungkin udah diberitain sedunia," sambung Sarah sebal.

Jeffan menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ternyata Sarah memang masih sama pintarnya.

"Tapi, Sar, aku baru sadar kalau aku memang perlu kamu."

Lagi-lagi Sarah berdecih karena mendengar perkataan bualan Jeffan, "Oh, jadi lo dateng pas perlu doang, ya? Abis itu udah, dibuang lagi?"

"Jeffan, gue mohon sama lo untuk terakhir kalinya. Tolong jauhin gue sama Jisey. Kita udah hidup bahagia berdua."

Jeffan terkekeh, kini ialah yang bersedekap dada dengan meremehkan Sarah. "Yakin Jisey gak perlu sosok ayah? Kemarin ponakan gue cerita, kalau Jisey pingin punya ayah."

Sarah mengepalkan tangannya, menatap Jeffan dengan tajam. "Jisey mungkin memang perlu sosok ayah. Tapi bukan ayah setan kayak lo!"

"Permisi. Gue mau pulang." Baru saja Sarah akan melanjutkan jalannya, tapi Jeffan mencekal tangannya, yang otomatis membuat Sarah berbalik dengan tidak suka.

TacendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang