Semilir angin dari alam terbuka menusuk kulit Haikal yang terbalut kaos. Sore ini, di bawah sinar matahari yang meneduhkan seraya mengayunkan kaki di dalam dinginnya air kolam renang, Haikal duduk diam memandangi pemandangan hamparan irigasi sawah di depannya. Rasanya sangat nyaman ketika berada di luar rumah, menikmati pemandangan baru, suasana baru. Walau Haikal akui, kalau dia memang lelah jika harus bepergian kesana kemari seperti hidup nomaden pada jaman dahulu. Tapi kalau masalah liburan, Haikal sih gak pernah nolak.
"Haikal." Mendengar namanya dipanggil, Haikal sedikit tersentak dan menoleh ke belakang, dan mendapati sosok wanita yang kini sudah berstatus sebagai ibunya, berada di belakang mendekat ke arahnya.
Iya, sumber kebahagiaan Haikal itu kini sudah mencari kebahagiaannya. Om Satria dan Tante Sarah kini sudah resmi menikah. Sudah mengikat janji satu sama lain beberapa hari yang lalu. Dan sudah menjadi satu keluarga.
"Eh, iya. Kenapa?"
Sarah hanya tersenyum seraya mendudukkan diri di sebelah Haikal. "Kamu ngapain di sini?"
"Cuma liat pemandangan kok." Sarah mengangguk. Membiarkan matanya ikut memandang hamparan pemandangan yang jarang Sarah temukan di kota.
Sarah merasa sejak menikah, Haikal menjadi kurang nyaman dengannya. Sarah juga yakin, itu pasti karena status mereka yang kini berubah menjadi keluarga. Sarah tak bisa memaksa Haikal untuk langsung beradaptasi dengannya sebagai keluarga, tapi rasanya tetap sedih jika sang anak masih tidak memiliki kepercayaan pada dirinya.
"Haikal, kalau ada apa-apa, jangan sungkan sama saya, ya?"
Haikal tersenyum seraya mengangguk. Haikal merasa Sarah sudah cukup baik. Sangat baik. Tapi rasanya aneh jika kini wanita yang biasanya ia lihat sebagai tetangganya atau lebih ia kenal sebagai ibu dari Jisey, juga berstatus sebagai ibunya.
Suara pria yang tengah berdeham muncul di belakang mereka, yang spontan membuat mereka mengalihkan fokusnya.
"Lagi ngobrolin apa, nih? Kok Papa gak diajak?"
Sarah hanya bisa terkekeh mendengar Satria yang menginterupsi pendekatannya bersama Haikal sebagai anaknya. Haikal menggelengkan kepala, sudah biasa dengan tingkah ayahnya yang selalu seperti ini. Tak ingin mengganggu kedua pasangan yang beberapa hari lalu telah resmi menjadi sepasang suami istri, Haikal lantas beranjak dari duduknya denga menjadikan bahu sang ayah sebagai tumpuannya berdiri. "Haikal masuk dulu, ya. Tuh honeymoon, sana di kolam, berenang sampe masuk angin."
"Nanti kalau masuk angin, kamu yang kerokin Papa."
Haikal memeletkan lidahnya untuk meledek sang ayah. "Dih, mandiri." Satria hanya terkekeh, dan kini kedua orangtuanya memilih untuk hanya memperhatikan Haikal sampai anak itu masuk ke dalam villa dan hilang dari pandangan mereka. Kaki itu lantas memilih untuk menjahili kaki Sarah yang asyik diayunkan di dalam kolam, sambil mendekatkan posisinya ke sebelah Sarah. Menghilangkan jarak yang tadinya terisi oleh Haikal.
"Nakal banget kaki kamu," omel Sarah yang walau begitu turut membalas permainan kaki Satria di bawah sana.
"Kamu mau berenang?"
"Gak usah ngada-ngada. Aku lagi gak bisa."
"Gak bisa apa?"
"Berenang, lah! Tadi, kan, kamu nanyain itu."
Satria terkekeh. "Oh, aku pikir."
"Gapapa, katanya aku pernah dengar kalau lagi bulanan tetap bisa renang. Memang itu bener?" Satria bertanya lagi. Sebenarnya memang penasaran, tapi ia juga memang sedang ingin berenang. Dan berenang sendirian? No, no. Jika sudah ada teman, kenapa harus sendirian?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tacenda
Fanfiction[Completed] Memiliki ayah yang suka kerja di luar kota adalah salah satu hal yang paling Haikal sukai. Karena itu, ia jadi bisa melihat suasana baru. Bagi Haikal, perpindahan kali ini adalah takdir yang terbahagia, sekaligus patah hati terbesarnya...