16. The difference

27 7 0
                                    

Flash serta suara jepretan kamera memenuhi ruangan yang sedang melakukan sebuah photo shoot majalah fashion yang cukup terkenal. Sarah yang kini bertugas sebagai fashion stylist dari seorang model ternama jadi harus memperhatikan setiap inchi dari tubuh Yuri, untuk memikirkan tambahan outfit apa yang cocok digunakan oleh modelnya.

Kalau boleh jujur, Sarah lebih suka menjadi model dibanding fashion stylist. Tapi mengingat biaya kebutuhan hidup yang tidak sedikit membuat Sarah harus hidup sebagai model dan fashion stylist. Walau salah satu alasan untuk jarang menjadi model adalah karena memiliki trauma di masa lalu, tapi Sarah tetap menyukai dirinya sebagai model. Menjadi model adalah passion di dalam dirinya.

Bagaimana orang memotret dirinya dengan berbagai macam gaya dan outfit, Sarah menyukainya. Ia tersenyum getir kala bayangan itu kembali datang. Bayangan betapa sulitnya saat ia masih menjadi model yang cukup dikenal banyak orang.

Jika kalian berpikir masa sulit Sarah adalah untuk menjaga tubuhnya, itu salah.

Tapi adalah saat dimana ia sedang di mabuk asmara bersama Jeffan.

Menjadi publik figur yang dikenal banyak orang bukanlah hal mudah. Selain karena Sarah harus menjaga tubuh agar enak dipandang, ia juga harus bersikap sebaik mungkin di depan orang lain, seolah ialah sosok sempurna tanpa kesalahan. Dan jujur saja, sikap ramah tamah Sarah selama ini muncul dari sana. Paksaan untuk terlihat ramah dan baik hati, kini berubah menjadi kebiasaan yang telah melekat di dalam dirinya.

Dari yang dulunya hanya sekedar ramah, kini menjadi sangat ramah.

"Sar!" Yuri memanggil dengan sedikit meninggikan nadanya. Sudah berkali-kali ia memanggil rekan kerjanya, tapi yang dipanggil bukannya menjawab, justru sibuk melamun.

Sarah dengan konsentrasi yang masih bisa dibilang belum sepenuhnya terkumpul hanya menoleh dan menatap Yuri dengan linglung. "Ya?"

"Lo ngelamunin apa?"

Sarah menggeleng seraya mengulas senyumannya yang membuat Yuri berdecak sebal. Ia lantas menarik asal kursi yang ada di dekatnya, dan duduk di sebelah Sarah.

"Sarah, kita tuh udah temenan berapa lama, sih?"

"Nggak ngitung, sih," sahut Sarah polos dan membuat Yuri menggeram lalu menghela nafasnya untuk meredam emosi.

"Maksud gue bukan itu!"

"Gue tau, lo sedang ngelamunin masa model lo, kan?" sambung Yuri sambil memasang wajah yakinnya, meremehkan Sarah yang berpikir kalau ia tak bisa membaca pikiran temannya sendiri.

"Sar, itu tuh masa lalu. Banyak kok brand ternama yang masih mau jadiin lo sebagai modelnya."

Sarah menggeleng, senyuman tak pernah lepas dari wajah cantiknya itu. "Gue gak yakin mau balik ke dunia model yang lebih luas lagi, Yu. Cukup jadi model brand yang biasa dan fashion stylist aja."

Kemudian, Sarah tertawa renyah, "Udah jarang model lagi, sih."

Yuri menatap sahabatnya itu dengan sayu. Yuri paham betul bagaimana perasaan Sarah. Yang dulu selalu bersama, memulai segalanya dari kecil sampai dikenal dan dipanggil oleh brand ternama, hingga Sarah yang hiatus di dunia model selama beberapa tahun pun bukanlah hal yang sulit bagi Yuri untuk membaca pikiran Sarah.

"Gue tau. Tapi, gue juga tau kalau lo pingin banget jadi model kaya dulu lagi."

Sarah lagi-lagi hanya bisa tersenyum menanggapi ucapan sahabatnya, yang memang benar adanya. "Ada keperluan hidup yang lebih penting dari keinginan gue, Yu."

"Eh, btw udah selesai pemotretan? Mau ganti outfit sekarang, enggak?" sambung Sarah mengalihkan topik dengan sedikit panik. Ia terlalu larut dengan obrolan mereka, sampai lupa kalau ia harus mengurus outfit Yuri.

TacendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang