Jam yang sangat ditunggu-tunggu oleh sebagian besar murid laki-laki dan jam yang sangat tak disukai sebagian murid perempuan telah tiba. Jam olahraga kelas X IPS 1 kali ini dilakukan di halaman basket sekolah mereka. Untuk pemanasan, sekaligus bermain bola basket nantinya.
Para murid laki-laki suka saja jika diharuskan untuk berolahraga. Lain dengan perempuan yang dari tadi sudah mengeluh karena kepanasan atau peluh yang kerap jatuh dari wajahnya. Matahari yang menyengat kulit mereka tak bisa dielak lagi. Tapi bagaimanapun juga, mereka harus mengikuti jam olahraga.
Melihat Melia yang hanya diam di bawah pohon mangga, Wahyu langsung berseru untuk memanggilnya. "Mel! Ayo, Mel! Sini! Jangan neduh di bawah pohon mangga mulu, nanti dikira penghuninya!"
"Anak setan! Gue gak bisa panas lama-lama!" sahut Melia dari sana. Ia spontan menutup mulutnya setelah beberapa detik menyadari kalau guru olahraga mereka, Pak Jati, ada di sana. Semoga saja beliau tidak mendengar umpatan Melia tadi.
"Gak usah dipaksa, Wah. Biarin aja. Demen amat lu ganggu hidupnya Melia," sanggah Haikal dari sebelahnya sambil tertawa.
"Mana ada," sahut Wahyu tak terima. Sedangkan Haikal hanya terkekeh, lalu tanpa sengaja netranya menangkap Jisey yang kebetulan sedang menatap dirinya dengan mata yang memicing dari sebelah Melia.
Tak ingin kejahilannya didengar oleh temannya yang lain, Haikal lantas berjalan menghampiri Jisey. Kedatangan Haikal juga tak luput dari perhatian perempuan yang sedaritadi memang memperhatikan Haikal dengan heran.
"Kenapa lo liatin gue gitu banget?"
Jisey mencibir, "Ge-er banget. Gue tuh liatin luka lo."
Haikal hanya tersenyum meremehkan Jisey, sedikit tak percaya dengan ucapan gadis itu. Jisey tak ingin ambil pusing untuk berdebat dengan pria menyebalkan di depannya ini, ia memilih untuk bersidekap dada dan memperhatikan anak-anak lain yang sedang bermain.
Melia yang memperhatikan mereka berdua dari tadi hanya tertawa ingin meledek. Tapi ia tahu, Jisey tak akan suka hal itu. Maka lebih baik jika Melia memendamnya sendiri.
"Gue comblangin asik kali ya," gumam Melia dengan jahil. Bayangan Jisey dan Haikal sebagai pasangan di benaknya semakin ramai, membuat Melia tak sabar sendiri untuk mencomblang dua insan yang berada tak jauh darinya itu.
Seringai jahil muncul di wajah Melia, baru beberapa detik lalu berpikir mengenai aksi comblang mencomblang Jisey dan Haikal, sekarang sebuah ide langsung muncul di benaknya.
"Yoyooo!!!" Melia sedikit berteriak agar yang dipanggil bisa mendengarnya. Yang dipanggil hanya menoleh, menaikkan kedua alisnya untuk bertanya. Melia melambaikan tangannya untuk memanggil Yoyo datang. Tak ingin berdebat, Yoyo yang sedang men-dribble bola basket lantas langsung mendatangi Melia.
"Kenapa, nyet?"
Melia memukul Yoyo dengan sebal, enak aja manggil 'nyet' ke orang secantik dirinya. "Gue serius. Mau minta tolong."
Yoyo menaikkan alisnya dengan pasrah, mengikuti keinginan sang sepupu. Melia mendekatkan dirinya pada Yoyo, membisikkannya ide yang Melia yakin itu pasti sangat ampuh.
×××
Jisey menatap langit-langit kamarnya, bayangan mengenai pria cukup asing yang menemuinya di toko buku beberapa hari lalu terus menghantui pikirannya. Entah Jisey harus percaya, atau tidak. Ingin bertanya pada sang ibu, tapi Jisey takut itu menganggu pekerjaan sang ibu yang Jisey lihat akhir-akhir ini semakin sibuk. Ingin tak memikirkannya pun, Jisey juga gak bisa.
Jisey sedikit tersentak saat mendapati elusan lembut di kepalanya, spontan ia menoleh, dan mendapati sang ibu yang tengah tersenyum hangat kepadanya. "Kenapa anak cantik mama ini belum tidur? Udah jam sebelas, loh. Besok sekolah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tacenda
Fanfiction[Completed] Memiliki ayah yang suka kerja di luar kota adalah salah satu hal yang paling Haikal sukai. Karena itu, ia jadi bisa melihat suasana baru. Bagi Haikal, perpindahan kali ini adalah takdir yang terbahagia, sekaligus patah hati terbesarnya...