Setelah menempuh perjalanan kurang lebih selama dua jam, akhirnya Satria, Haikal, Sarah, dan Jisey bisa merasakan dinginnya cuaca di Bedugul. Mereka harus sedikit memeluk jaket atau dirinya sendiri kala dingin menyambut mereka saat setelah keluar dari mobil. Atas saran Sarah dan Jisey, Satria dan Haikal jadi membawa jaket sekaligus menggunakan pakaian yang cukup membuat mereka hangat.
Satria juga tak lupa telah menyewa sebuah villa sederhana dengan dua kamar di sekitar sana selama tiga hari. Membiarkan sang anak dan juga kedua tetangganya itu menikmati masa liburan mereka di sini. Sekaligus, Satria ingin membiasakan kedua anak yang mungkin nantinya akan menjadi saudara. Dengan catatan, jika mereka berhasil.
Eh, gak cuma membiasakan Haikal dan Jisey untuk bersaudara, tapi Satria juga ingin membiasakan dirinya dengan Sarah. Secara resmi, mereka memang baru berjalan selama beberapa hari. Tak ingin menyembunyikan apapun dari anak mereka masing-masing, sebelum hubungan mereka sudah terlalu jauh.
Setelah selesai dengan sesi foto-foto di hijaunya kawasan Bedugul, akhirnya mereka memilih untuk membeli makanan ringan yang cukup berat, seperti mie cup yang biasa dijual di dekat sana. Karena mereka belum begitu merasa lapar, jadi makanan pikniknya akan dibuka nanti agak siangan dan lebih memilih membeli makanan ringan untuk mengganjal perut terlebih dahulu.
Tak perlu menunggu lama, mie yang dipesan telah selesai, dan siap disantap. Tentu mereka memakannya dengan lahap. Perpaduan cuaca dingin dengan mie kuah yang hangat sangatlah nikmat. Terlebih lagi mereka bersama orang tersayang.
Satria terbatuk karena tiba-tiba ia tersedak. Sarah yang berada di sebelahnya spontan menoleh dan membantu Satria untuk minum setelah batuknya mereda.
"Kamu gapapa?"
Satria menggeleng sambil mengulas senyumnya, balas menatap Sarah dengan hangat. "Gapapa." Sarah mengangguk, lalu kembali melanjutkan makannya.
Sebenarnya Jisey dan Haikal sibuk menatap kedua orangtua di depannya ini. Mereka terlihat sangat dekat. Terlebih lagi belakangan ini yang tak jarang Jisey melihat Satria dan Sarah pulang bersama. Ya walau memang mungkin kantor mereka berdekatan, Jisey pun tak tahu pasti, tapi yang jelas, Jisey merasa dua orang di depannya ini semakin dekat.
Jika ia bilang Sarah dan Satria adalah sepasang suami istri, mungkin orang lain akan percaya saja saat melihat kedekatan mereka.
"Serius amat ngeliatinnya," celetuk Haikal sambil sedikit berbisik pada Jisey yang dari tadi fokus memperhatikan Sarah dan Satria.
Jisey hanya menggeram, lalu kembali lanjut makan. Sampai Satria berdeham dan berbicara, barulah Jisey menghentikan makannya dan mengalihkan atensinya pada pria yang berada di sebelah ibunya.
"Haikal, Jisey, Papa sama Om Satria mau ngomong, boleh?"
Haikal sedikit tertawa mendengar dua sebutan yang ayahnya ucapkan. Ya memang gak salah, sih. Tapi lucu aja. "Ya ngomong aja kali, Pa. Biasanya juga ngomong."
Berbeda dengan Haikal yang menanggapi sang ayah dengan bercanda, Jisey justru semakin tegang kala mendengar candaan Haikal. Entah kenapa, perasaannya tak begitu enak saat ini.
"Kalau misalnya kami memiliki hubungan lebih jauh, gimana?" Satria bertanya dengan hati-hati, sambil menatap mata kedua remaja di depannya. Sedangkan Sarah yang hanya mendengar Satria berbicara hanya bisa meremat jarinya di bawah meja sana. Takut untuk mendengar respon kedua anak remaja di depannya ini.
"Kami?" Jisey dan Haikal membeo, masih sedikit tak percaya dengan apa yang mereka dengar.
Satria mengangguk dengan yakin. "Papa sama Tante Sarah. Om Satria sama Mamanya Jisey."
Rasanya bagai ditimpa beban ratusan kilo, dunianya terasa hancur. Haikal sangat terkejut mendengar pernyataan itu. Ternyata yang dimaksud sang ayah dua hari lalu itu, Tante Sarah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tacenda
Fanfiction[Completed] Memiliki ayah yang suka kerja di luar kota adalah salah satu hal yang paling Haikal sukai. Karena itu, ia jadi bisa melihat suasana baru. Bagi Haikal, perpindahan kali ini adalah takdir yang terbahagia, sekaligus patah hati terbesarnya...