12. First time

34 10 7
                                    

Jisey, Haikal, dan Satria sama-sama melambaikan tangannya pada Sarah yang bersiap untuk masuk ke pintu bandara dan terbang ke Jakarta tiga jam lagi. Atas permintaan Jisey yang ingin ikut mengantar ibunya, Satria juga menawarkan bantuannya untuk mengantar Sarah ke bandara.

Setelah Sarah sudah menghilang dari pandangan mereka, Haikal, Jisey, dan Satria kembali ke mobil dan pulang menuju rumah mereka masing-masing, yang bersebelahan.

"Jisey gapapa sendirian di rumah? Atau mau nginap di rumah Om aja? Walau isinya emang cowok semua, tapi Om jamin aman, kok," ujar Satria sambil melirik Jisey di belakang melalui kaca spionnya. Sedangkan Haikal yang berada di samping Satria jadi refleks ikut melirik Jisey ke belakang.

"Enggak apa-apa, kok, Om. Jisey kan udah SMA, hehe." Kalau boleh jujur, sebenarnya Jisey memang takut sendirian di rumah. Terlebih lagi ini pertama kalinya Jisey di rumah sendirian, tanpa siapapun, terutama orang dewasa. Melia mendadak tidak bisa menginap karena perempuan itu juga harus pulang kampung untuk menghadiri sebuah acara.

Tapi Jisey berpikir, ia sudah SMA. Ia juga harus belajar menjadi lebih dewasa, dan juga mandiri.

"Ya udah, kalau perlu apa-apa, tinggal telpon Om atau Haikal aja, ya. Jangan sungkan." Jisey tersenyum sekaligus berterimakasih pada Satria. Terlihat dari nada dan sikap Om Satria selama ini, ia memang sangat tulus membantunya dan ibunya.

"Kalau lo tengah malem tiba-tiba takut terus gedor rumah gue juga bapak gue gak masalah tuh kayanya," tambah Haikal dengan bercanda, tapi memang itu benar. Tanpa dibilang pun, Haikal tau ayahnya juga pasti ngasih izin.

"Iya, iya. Makasih, Haikal."

Satria hanya terkekeh memperhatikan kedua obrolan remaja yang berada di satu mobil dengannya. Menurutnya, Haikal dan Jisey sudah seperti anak kembar yang selalu bertengkar. Karena setiap ia melihat mereka, selalu ada pertengkaran.

×××

Walau hanya sarapan roti bakar seperti biasa, tapi suara beberapa dentingan sendok garpu menghiasi meja makan Haikal. Entah dari Satria yang memakan roti dengan sendok, atau Satria yang mengaduk gelas kopinya.

"Nanti ingat jemput Jisey dulu." Satria berujar, guna mengingatkan putra sematang wayangnya yang suka pelupa, sama seperti dirinya.

Istilah buah gak jatuh jauh dari pohonnya memang nyata. Contohnya adalah sifat pelupa Satria dan Haikal.

"Iya, Papa ganteng." Mau tidak mau, Haikal memang harus mau.

Baru saja Haikal akan menyuap rotinya lagi, tapi ia teringat sesuatu, lalu menunda suapannya. "Pah, bukannya Papa sekarang mau ada ketemuan sama temennya Papa? Iya gak, sih?"

Satria yang tadinya sedang mengunyah roti dengan tenang seketika menjadi diam. Ia membuka layar ponselnya yang berada di sebelah piringnya. Mata Satria seketika membulat dan langsung beranjak dari tempat duduknya.

"Aga, Papa tinggal dulu, ya. Nanti tolong kunci rumah sebelum berangkat. Oke?"

Haikal hanya menunjukkan isyarat berbentuk hormat sebagai responnya, karena mulutnya sedang asyik mengunyah roti. Satria lantas buru-buru memasukkan ponselnya ke dalam kantong celana dan membawa tas kerjanya setelah berpamitan pada Haikal.

Dari pada harus diam di rumah sendirian lebih lama, Haikal memilih untuk langsung mengunyah semua rotinya dalam sekali suapan dan beranjak dari sana untuk berangkat sekolah walau kunyahan nya belum selesai. Tentunya setelah menjemput Jisey terlebih dahulu, atas pesan ayah dan Tante Sarah.

×××

Walau hanya kurang seseorang, tapi itu bisa berarti kesepian yang amat terdalam bagi sebagian orang. Terutama dengan Jisey hari ini. Inilah yang Jisey tak sukai jika hanya memiliki satu atau dua teman. Jika ada yang tidak ada, maka kesepian itu akan sangat dirasakan.

Melia satu-satunya teman yang benar-benar bisa ia sebut sebagai teman. Bukan hanya sekedar teman kelas, atau teman yang dekat hanya karena memiliki kesibukan yang sama.

Tapi sayangnya, teman satu-satunya itu sedang ijin dari kemarin sampai beberapa hari lagi.

Sebenarnya Jisey tak keberatan jika harus pergi ke kantin sendirian, duduk menyimak pelajaran sendirian, atau melakukan kegiatan apapun yang biasa ia lakukan bersama Melia di sekolah dengan sendirian. Tapi, kesepian itu jelas ia rasakan.

Kalau biasanya mendengar bel istirahat bisa memberikan kebahagiaan tiada tara, tapi kali ini, bel istirahat terasa hanya sedikit meringankan beban Jisey. Karena itu artinya, ia harus beristirahat sendirian, lagi.

Disaat sibuk merapikan bukunya, tiba-tiba Jisey terlonjak kala mendapati kotak makan hijau yang disodorkan kepadanya. Jisey melirik dengan bingung, mengikuti arah tangan seseorang yang telah menyodorkan kotak makan padanya.

"Ngapain lo ngasih gue kotak? Isi makanan?"

Haikal berdecak, "Tante Sarah nyuruh gue untuk jagain lo makan sehat. Bapak gue juga nih yang nyuruh bawain kotak buat lo."

"Ya memang kalau gue ditinggal Mama gue sekali, gue langsung makan ayam goreng sepanci terus pake saos segentong?"

"Ya gak gitu juga!"

"Lalu?" Jisey membalas tanpa minat, membuat Haikal emosi sendiri. Haikal langsung menaruh kotak bekalnya di meja Jisey dan meninggalkannya setelah berujar.

"Pokoknya lo makan aja. Nanti kembaliin pas pulang."

Jisey menatap sinis kepergian Haikal ke depan pintu, yang jelas sekali pasti mau pergi ke kantin. Tapi dalam lubuk hatinya, ia masih sedikit bersyukur, juga bahagia. Setidaknya dengan tidak adanya Melia, Haikal tetap bersamanya, ya walau ini atas suruhan ayahnya juga, sih.

×××

Setelah memastikan Jisey masuk ke dalam rumahnya dengan selamat, Haikal kembali menjalankan motornya untuk pulang ke rumah yang ada di sebelahnya. Mungkin terdengar tidak penting, tapi itulah yang Tante Sarah pesan pada Haikal. Maka Haikal harus menuruti pesan itu, bukan? Lagipula, walau baru beberapa bulan mengenal tetangganya, tapi Haikal sudah merasa sangat dekat dengan mereka.

Meskipun Haikal tak tahu apa mereka memiliki perasaan yang sama dengannya, seperti terasa dekat, tapi yang jelas Haikal merasa sudah dekat dan nyaman dengan mereka.

Sedangkan di lain tempat, Jisey yang berada di balik pintu rumahnya yang baru saja tertutup kembali dilanda rasa khawatir. Sedikit.

Berusaha melawan rasa takutnya, Jisey kembali melangkahkan kakinya masuk ke kamar setelah mengunci pintu rumahnya. Jisey berharap semoga lusa akan cepat datang, dan Jisey tak akan berlama-lama sendirian di rumah ini.

×××

TacendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang