08. Dinner

83 14 7
                                    

Haikal memperhatikan isi lemari pakaian kayu yang ada di depannya. Walau di dalamnya sebagian besar hanya berisi pakaian berwarna hitam, putih, coklat, dan abu, Haikal tetap kebingungan untuk memilih pakaiannya.

Ia harus memilih pakaian yang tepat untuk pergi bersama Jisey. Bukan, bukan karena Haikal ingin terlihat tampan dan menarik perhatian Jisey, tapi Haikal tak ingin Jisey meledeknya, hanya karena pakaiannya. Walau Jisey tak pernah melakukan itu, tapi Haikal melakukannya sebagai antisipasi.

"Aga, kamu-- Loh? Belum siap juga?" Satria dari depan pintu kamar Haikal terheran melihat putra semata wayang nya itu masih memakai kaos rumah dan sibuk menatap isi lemari.

"Aku gak tau mau pake baju apa, Pa. Yang cocok apa, ya?"

Satria ikut meneliti isi lemari Haikal, berniat untuk membantu putranya memilih pakaian. Namun harapan Haikal pada ayahnya yang akan membantu dirinya memilih baju itu salah, percuma meminta bantuan sang ayah. Karena kalau diminta tolong seperti ini, pasti jawabannya sama.

"Yang mana aja. Mau pake baju apapun juga kalo dasarnya ganteng, tetap ganteng."

×××

"Maahh! Mamah! Mama pake baju apa?" tanya Jisey yang masih sibuk memasang anting yang memiliki gantungan kupu-kupu seraya menghampiri sang ibu yang sedang duduk di depan cermin kamarnya.

Sarah hanya melirik Jisey dari cermin, tanpa menoleh ke belakang, karena ia sibuk memoles wajahnya dengan make up. "Pake baju ini. Kamu gimana? Udah siap, belum?"

Jisey mengangguk dengan antusias. "Tinggal pake anting ini aja."

Jisey memperhatikan ibunya dari atas sampai bawah, senyuman lebar langsung terulas di wajah manis Jisey. "Mamanya Ice cantik bangeeet!"

Sarah ikut tersenyum lebar sambil menahan tangannya untuk tidak gemas pada putri semata wayangnya, karena Sarah tahu kalau Jisey sudah menggunakan sedikit makeup dan menata rambutnya yang tergerai. "Anak Mama juga cantiiikk banget!"

Sarah ikut memperhatikan Jisey dari atas sampai bawah, ia lalu kembali lanjut berbicara. "Nanti sepatunya kamu pake yang flat shoes putih? Kayanya itu cocok deh."

Jisey mengangguk dengan semangat. "Iya, Ma! Memang Ice mau pake yang itu!"

×××

Setelah menunggu tetangga sebelah bersiap-siap, alias Jisey dan Sarah, akhirnya Haikal, Jisey, Satria, dan Sarah sampai di gedung tempat Melia berpartisipasi dalam paduan suara. Acara ini bisa dibilang acara resmi, maka dari itu mereka sangat memikirkan pakaian yang akan mereka gunakan saat ini.

Sebenarnya Jisey berniat hanya untuk mengajak Haikal saja, walau sebenarnya ia juga malas berduaan dengan tetangganya itu, tapi karena Jisey gak tahu jalan, apalagi Haikal yang baru pindah, akhirnya Jisey meminta tolong sang ibu untuk mengantarnya. Karena memiliki waktu lowong, Satria juga memilih untuk ikut menonton bersama mereka. Hitung-hitung untuk mengenal teman-teman Haikal, dan itu juga atas permintaan Melia yang aneh.

Jisey dan Sarah yang telah menggunakan dress selutut namun masih terlihat sopan sangat terlihat cukup serasi dengan Haikal dan Satria yang menggunakan kemeja yang cukup formal. Tak sedikit dari para pengunjung yang berpendapat kalau mereka berempat adalah sebuah keluarga bahagia.

Mereka gak tau aja, kalau di sana, Haikal dan Jisey memiliki perasaan jengkel dengan satu sama lain. Bagaimana tidak? Tadi Haikal tanpa sengaja menginjak kaki Jisey yang terbalut flat shoes putih. Jejak kaki Haikal tentu tercetak jelas di sana. Tapi Haikal, setelah meminta maaf, ia juga ikut menyalahkan Jisey kalau perempuan itu tidak berjalan dengan benar. Jisey hanya mengiyakan, agar adu mulut mereka berhenti, walau dalam hati ia rasanya ingin memaki Haikal mati-matian.

TacendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang