Sarah mengetuk pintu kamar anaknya yang sedang tertutup, masuk ke dalam setelah mendapat izin anaknya yang ternyata baru saja selesai mengerjakan tugasnya. Dinginnya AC menyambut tubuh sekaligus telapak kakinya yang perlahan menapaki ubin memasuki kamar Jisey.
"Kenapa, Ma?"
"Mama mau nanya dong. Boleh?" Jisey mengangguk, menatap sang ibu yang sekarang duduk di kasur sebelahnya. Bingung, itulah yang Jisey pikir kala melihat wajah ibunya yang terlihat sedikit ragu.
"Kamu ada suka sama Haikal?"
"H-hah?" Jisey menjawab spontan, terkejut karena ibunya yang bertanya seperti itu secara tiba-tiba. Bahkan otak Jisey masih tersangkut pada masa orde baru yang ia pelajari tadi, tapi sekarang tiba-tiba mendapat pertanyaan seperti ini.
"Haikal siapa?"
"Ya tetangga sebelah rumah lah, memang ada yang namanya Haikal lagi?" Jisey hanya sedikit menggeleng, bingung harus menjawab pertanyaan ibunya dengan apa.
"Kamu ada suka sama dia? Jujur aja sama Mama. Mama gak akan marah atau apapun." Padahal Sarah memintanya dengan lembut, tapi Jisey tak bisa menjawab pertanyaan ibunya. Ia ragu akan perasaannya, jujur saja.
Jisey menarik nafasnya dengan berat, lalu menggeleng. "Nggak kok, Ma. Ice deket sama dia kan karena temen kelas, tetangga juga."
"Yakin?" Jisey mengangguk sambil tersenyum simpul. Semoga saja jawabannya ini benar. Setidaknya Jisey masih belum memastikan perasaannya, dan ia tak ingin ibunya tahu akan hal ini terlebih dahulu.
"Memang kenapa, Ma? Tumben banget nanyain Ice begini?" Giliran Jisey bertanya. Sarah hanya menggeleng, lalu tersenyum. "Gapapa. Cuma nanyain. Soalnya Mama keinget aja perkara Mama larang kamu pacaran. Mama sadar di umur segini biasanya udah saling naksir cowok. Mama cuma gak mau kejadian sesuatu yang gak diduga itu terjadi."
Jisey menggumam heran mendengar perkataan sang ibu yang terkesan berbelit. Namun alih-alih menjawab, Sarah justru mengalihkan pembicaraannya.
"Ce, besok kamu sibuk gak?" Jisey menggeleng dengan ragu, lalu bertanya pada sang ibu untuk memastikan.
"Rencananya sih Mama mau nganter Om Satria sama Haikal ke Bedugul, karena mereka gak tau jalan. Ikut, yuk?"
"Emang boleh?"
Sarah terkekeh, lalu mengangguk. "Boleh dong. Masa anak Mama yang cantik ini gak dibolehin ikut?"
Jisey langsung tersenyum dengan sangat lebar, lalu bersorak bahagia karena akhirnya ia akan pergi ke tempat wisata itu setelah sekian lama. Tentu ia sangat bahagia. Suasana dingin dan kawasan yang penuh akan pepohonan hijau yang tertata rapi sangat menyegarkan pemandangannya. Dan jika berkenan, Jisey juga ingin memetik strawberry.
Sedangkan di lain tempat pada waktu yang sama, tepat di rumah milik Satria dan Haikal, mereka sedang menonton acara pertandingan sepak bola dari televisi. Walau memang yang bertanding bukan jagoan mereka, tapi menonton pertandingan sepak bola memang jadi tontonan favorite mereka.
Haikal meringis kala jagoan sementara di pertandingannya kali ini gagal mencetak gol. Kedua pasang mata bapak dan anak itu sibuk mengikuti arah jalannya bola, kesana kemari ditendang dan disundul oleh para pemain.
Mereka langsung berseru lemah karena tiba-tiba ada jeda iklan yang memotong keasikan menonton pertandingan di layar televisi depan sana.
Haikal mengambil ponselnya, mengotak-atik benda pipih itu untuk mencari hiburan lain, sibuk dengan dunia maya nya. Sedangka Satria sibuk berkutat pada pikirannya yang ragu untuk membicarakannya pada Haikal.
"Haikal, gimana tanggapan kamu kalau ada duda yang nyari istri lagi?"
Haikal spontan menatap sang ayah dengan terkejut sekaligus menyembur tawa. Pertanyaan ayahnya itu terdengar sangat lucu di telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tacenda
Fanfic[Completed] Memiliki ayah yang suka kerja di luar kota adalah salah satu hal yang paling Haikal sukai. Karena itu, ia jadi bisa melihat suasana baru. Bagi Haikal, perpindahan kali ini adalah takdir yang terbahagia, sekaligus patah hati terbesarnya...