03. Unexpected

61 17 7
                                    

"Kalau mau ke perpus tinggal belok kanan dari tangga habis itu lurus. Kalau ke kamar mandi tinggal belok kiri, kamar mandi yang lain gak usah tau, karena jauh. Nah kalau mau ke kantin, tinggal turun tangga."

"Udah, kan?"

Haikal terdiam. Padahal mereka baru di depan kelas, tapi Jisey cuma menjelaskan semuanya di sini aja.

"Tadi disuruh anterin, bukan jelasin," sahut Haikal menekankan kalimatnya, agar wanita di sebelahnya ini paham.

"Ya lo tinggal jalan doang, udah sampe. Sekolahnya gak segede Kerajaan Majapahit kali."

"Ya gue juga tau!"

"Tapi kan lo harusnya sebagai ketua kelas dan orang yang diamanahin guru tadi untuk school tour harusnya melakukan tugas lo sebaik mungkin! Gue kan gak tau di mana jalan berlonjak dan yang biasanya bikin air ngambang. Kalau pas hujan-hujan, terus tanpa sengaja gue malah jatoh ke lobang air, gimana?" Haikal menjelaskan, panjang kali lebar kali tinggi.

Jisey menghela nafasnya. "Ya udah, ayo." Tanpa menunggu Haikal di belakang, Jisey langsung berjalan duluan. Entah kemana kakinya akan membawanya dan Haikal pergi, ia akan berjalan saja.

Dengan senang hati, Haikal mengikuti langkah Jisey. Bukan, ini bukan modusnya Haikal untuk mendekati Jisey, tapi Haikal memang tipe orang yang seperti itu. Setidaknya Haikal jadi bisa lebih mengenal teman kelas dan juga kawasan sekolahnya.

Mulai dari kamar mandi dekat kelas, sampai kantin dan juga lapangan basket yang berada di sekolahnya, Jisey mengantar Haikal untuk mengenal kawasan sekolah. Hanya demi mengajak sang murid baru itu berkeliling, Jisey jadi membuang jam istirahatnya dan tugas yang akan ia buat sekarang.

"Terus, di sini biasanya banyak genangan air. Sama banyak kodok yang loncat indah juga," ujar Jisey sambil menunjuk jalan di depannya, yang sekarang sedang kering, karena gak ada hujan yang turun kemarin maupun hari ini.

"Gak usah dijabarin kodoknya juga kali," protes Haikal.

"Tadi kan lo sendiri yang minta gue jelasin semuanya!"

"Iya, iya, lanjut."

Lagi dan lagi, Jisey hanya bisa menghela nafasnya. Gini amat jadi ketua kelas. Padahal tadi sudah bagus kalau Yoyo dan Wahyu yang mengajak Haikal untuk school tour.

"Ce, ini kan jam istirahat, emangnya lo gak makan?" tanya Haikal, sambil berjalan mengikuti Jisey.

Jisey menoleh ke arah Haikal dengan heran, kedua alisnya tertaut, "Ca ce ca ce, tau dari mana lo kalau Ce panggilan gue?"

"Terus? Gue harus manggil lo apa? Ji? Sey? Jis? Mending manggil Ce kali dimana-mana. Yang lain aneh."

"Temen gue pada manggil 'Sey', gak aneh tuh."

Haikal berdecak, mengobrol dengan Jisey ternyata menyebalkan juga, ya. "Tau deh, terserah. Kan yang manggil juga gue, yang ngerasa aneh gue, bukan mereka."

"Jadi gimana? Lo gak makan?" lanjut Haikal. Mending mengganti topik, dari pada harus bertengkar di pertemuan pertama.

"Tadi mau makan, tapi lo maksa gue untuk school tour," sebal Jisey.

Haikal melebarkan mulutnya. "Ya lo gak bilang, sih! Bukan salah gue dong itu, gue kan cuma nyuruh lo menjalankan tugas dengan baik."

"Iya salah gue. Udah ah, keburu bel." Jisey berjalan cepat, meninggalkan Haikal yang masih kebingungan sekaligus tak terima dengan balasan Jisey.

"Lah? Gue gak ada bilang gitu!"

Haikal berlari menyusul Jisey. Mengeluarkan omelan serta herannya Haikal dengan manusia di depannya itu. Perasaan, Haikal diam, tapi Jisey selalu marah kepadanya.

TacendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang