Sudah beberapa hari ini Haikal dan juga Satria menjalani kehidupan di Denpasar, dan semuanya sama saja menurut mereka. Tak ada yang berubah. Karena rutinitas yang mereka jalani tetap sama, hanya saja dengan keadaan dan orang yang berbeda.
Untungnya, teman kelas Haikal bukan seperti yang di film-film bayangannya. Suka mengucilkan anak pindahan, dan lainnya. Terlebih untuk Yoyo, Wahyu, dan Abim, Haikal sangat berterimakasih karena mereka sudah mau berteman dengan dirinya yang terkadang masih menjadi pendiam. Entah hubungan pertemanan mereka akan bertahan lama atau tidak, yang jelas, Haikal beruntung mengenal dan memiliki orang-orang yang Haikal punya saat ini.
"Tugas, tugas, tipes," celetuk Wahyu sambil membolak balik halaman buku paket Sejarah untuk mencari tugas yang diberikan oleh guru piket.
Haikal, Yoyo, dan juga Abim hanya tertawa melihat Wahyu yang pusing sendiri. Padahal mereka mendapat tugas yang sama, tapi yang paling pusing di sini itu Wahyu.
"Baru tugas gini doang, Wah. Belum tugas kelompoknya," timpal Abim santai, namun langsung mendapat pukulan dari Wahyu dan juga Yoyo secara serempak. Mereka berdua menatap Abim dengan horror.
"Abim!" seru Yoyo dan Wahyu bersamaan.
"Ape, sih?!" sungut Abim. Ini padahal dia dari tadi gak ngapa-ngapain, loh.
"Gak usah diingetin begitu!" omel Yoyo, yang dibalas anggukan setuju oleh Wahyu.
"Tapi ya emang kalian semua mau ngelupain tugasnya gitu aja?" timpal Haikal.
Yoyo dan Wahyu hanya mengedikkan bahunya dengan risih. "Pait, pait, pait! Jauh-jauh dari gue. Mending deketin Yoyo."
"Kok gue!"
"Karena lo manis, Yo," sela Abim. Mending dimingkemin kayak gini, dari pada bertengkarnya gak bakal selesai.
Haikal yang dari tadi hanya diam dan memperhatikan perdebatan mereka lantas berbicara. Dari pada harus mendengarkan pertengkaran mereka. "Jisey itu orangnya gimana menurut kalian?"
Wahyu dan Yoyo spontan tersedak liurnya sendiri tatkala mendengar pertanyaan random yang dilontarkan Haikal. Ini sebenarnya pertanyaan wajar, sih. Tapi mendengar dari Haikal langsung, rasanya aneh.
"Alay banget, kayak gatau orang mau PDKT aja," cibir Abim pada kedua temannya yang selalu bersikap berlebihan.
"Bukan PDKT, masalahnya tuh gue sekelompok sama dia!" Haknyeon membela.
Mereka bertiga hanya mengangguk mengiyakan, iya-in aja deh dulu. Masalah iya enggaknya, nanti, belakangan.
"Kelompok apa yang cuma berdua doang. Dipilihin lagi," cibir Yoyo. Masih kesal kenapa guru mereka meminta tugas membuat power point hanya berdua, itupun kelompoknya dipilih secara acak. Kan jadi gak bisa bareng teman-teman pilihan.
"Jadi, Jisey itu gimana?" ulang Haikal.
"Hmm, baik, sih. Kayak cewek pada umumnya," sahut Wahyu.
Yoyo menoyor kepala Wahyu. "Emang cewek yang gak kayak pada umumnya itu gimana, Wah? Coba kasi tau."
Wahyu juga sebenarnya gak tau, tapi, ya jawab aja. Menurutnya, Jisey biasa aja kok. Gak yang seperti tokoh antagonis atau protagonis, ya biasa aja. Layaknya cewek pada umumnya.
"Tapi enak sama Jisey. Penyabar. Lo mau gak ngerjain tugas juga, anaknya sabar aja," tambah Yoyo.
Wahyu mengangguk, membenarkan ucapan Yoyo sambil merangkul teman sebangkunya. "Soalnya Yoyo pengalaman gak ngerjain tugas kelompok bareng Jisey. Emang anak gak ada akhlak, sih."
"Mending lo banyak-banyakin deh ngobrol sama dia. Soalnya setau gue anaknya sensitif. Lo ngomong dikit, bisa aja langsung ditatap kek mau dibunuh." Abim menyarankan. Memang diantara ketiga teman barunya, yang bisa Haikal simpulkan sampai saat ini cuma Abim temannya yang paling bener.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tacenda
Fanfiction[Completed] Memiliki ayah yang suka kerja di luar kota adalah salah satu hal yang paling Haikal sukai. Karena itu, ia jadi bisa melihat suasana baru. Bagi Haikal, perpindahan kali ini adalah takdir yang terbahagia, sekaligus patah hati terbesarnya...