Mengikuti kemana perginya Satria adalah hal yang biasa Haikal lakukan, contohnya adalah seperti sekarang. Ia masih tak mengerti mengapa ia harus ikut dalam pertemuan seorang ayah dengan anaknya yang sudah lama tidak bertemu.
Haikal tahu kalau Sarah meminta ayahnya untuk menemani ibu satu anak itu bertemu dengan suami sekaligus ayah Jisey. Tapi yang Haikal masih tak mengerti, kenapa ia harus ikut? Ditinggal di rumah sendiri selama beberapa jam bukanlah masalah bagi Haikal. Tapi sang ayah tetap meminta Haikal untuk ikut, begitu juga dengan Tante Sarah.
Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit, akhirnya mereka sampai di sebuah restoran cepat saji sesuai dengan perjanjiannya bersama Jeffan. Perasaan takut, bersemangat, sekaligus penasaran semakin menyelimuti Jisey. Ini pertama kali dalam hidupnya ia akan bertemu dengan ayahnya, setelah berbelas tahun tak bertemu. Tapi Jisey tak akan membuang kesempatan ini, setelah memiliki pikiran yang menghantuinya selama berhari-hari untuk bertemu kembali dengan ayahnya, Jisey harus bisa mengontrol emosinya. Begitu juga dengan Sarah yang berjalan di sebelahnya, tangan mereka terpaut saling menggenggam satu sama lain. Menyalurkan rasa khawatir yang mereka rasakan saat ini. Sedangkan Satria dan Haikal hanya mengikuti mereka berdua dari belakang.
Sarah mengedarkan pandangannya, mencari sosok yang ia dan Jisey cari. Pria yang pernah mengisi hatinya, sekaligus pria yang membuat hatinya hancur.
Merasa menangkap sosok yang cukup ia kenal, Sarah menghampirinya, berdeham cukup keras agar pria di depannya ini menyadari kedatangannya.
Syukurnya Jeffan memang pria yang cukup peka akan hal seperti ini, ia langsung menoleh ke belakang, mendapati Sarah dengan seorang perempuan cantik yang wajahnya tidak begitu asing.
Jeffan terdiam, memperhatikan anak perempuan itu dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Hanya Jeffan yang bisa merasakan bagaimana rindunya ia dengan anak ini.
"Ini ... Jisey, kan?"
Jisey tercekat. Hatinya terasa diremas dengan kuat. Ia tak pernah bisa membayangkan, ternyata ia akan bertemu ayahnya lagi, dan pria itu adalah yang menemuinya di toko buku beberapa waktu lalu.
Jisey tersenyum kaku, semuanya terasa canggung. Ia tak tahu harus berbuat apa.
"Jisey, ini Jeffan," Sarah menggantung kalimatnya, menarik nafas sedalam mungkin untuk mengatakan kalimat selanjutnya, "papa kamu."
Rasanya Jisey akan terjatuh ke lantai saat mendengar ucapan terakhir sang ibu. Perasaannya sudah tak karuan jika harus bagaimana dideskripsikan.
Jeffan tersenyum tulus, dengan sangat canggung namun perasaan rindu yang ia tunjukkan bisa dirasakan oleh mereka, terutama Satria yang dari tadi hanya sibuk memperhatikan interaksi antar keluarga kecil di depannya ini. Satria dan Haikal sedikit menjaga jarak agar tidak mengganggu privasi mereka.
"Pah, Aga mau es krim, dong," ujar Haikal sambil berbisik pada ayahnya. Satria hanya terkekeh, lalu membiarkan Haikal memesan es krim setelah memberikannya uang. Fokus Satria yang sudah duduk di satu bangku kini langsung terbagi dua, antara Haikal yang sedang memesan es krim, dan Sarah bersama Jisey yang sedang duduk di beberapa meja sebelahnya bersama Jeffan.
Sarah berdeham untuk mencairkan suasana. Sebenarnya ia sudah tak ingin bertemu dengan Jeffan lagi. Namun saran Satria dan anaknya yang lebih suka melamun tentang Jeffan membuat Sarah harus melakukannya.
"Kalian mau makan apa? Biar sekalian Papa pesan," ujar Jeffan sambil menatap Sarah dan Jisey bergantian. Namun bukannya menjawab, mereka justru balik menatap Jeffan dengan terkejut. Ada perasaan aneh yang menyambut mereka kala mendengar sebutan 'Papa' itu datang dari mulut Jeffan.
"Kenapa?" tanya Jeffan.
Sarah menggeleng, mengalihkan fokusnya pada Jisey dan bertanya pada putri semata wayangnya. "Ice mau makan apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tacenda
Fanfiction[Completed] Memiliki ayah yang suka kerja di luar kota adalah salah satu hal yang paling Haikal sukai. Karena itu, ia jadi bisa melihat suasana baru. Bagi Haikal, perpindahan kali ini adalah takdir yang terbahagia, sekaligus patah hati terbesarnya...