Sudah seperti rutinitas jika Jisey datang lebih dulu dari Melia, dan sahabatnya itu akan berteriak memanggil Jisey dari depan kelas sampai menghampirinya di kursi. Seisi kelas pun sudah terbiasa dengan sikap Melia yang heboh dan kecentilannya, apalagi Jisey yang sudah berteman dengan Melia sejak lama.
"Eh, Ce, lo sama Haikal apa kabar?"
Jisey mengernyit heran menatap Melia yang tiba-tiba bertanya sangat random itu. "Maksud lo gue sama Haikal itu gimana?"
"Ya ... Hubungan lo sama Haikal. Gimana? Ada kemajuan gak?" Melia mendesak Jisey dengan bersemangat.
"Ya, gak gimana-gimana. Cuma sahabatan doang," sahut Jisey santai, namun mengundang teriakan heboh Melia. Teman kelas lainnya hanya melirik Melia sekilas, lalu setelah dirasa itu hanya tingkah Melia seperti biasanya, mereka kembali fokus pada kegiatannya masing-masing.
"Sumpah, Mel! Gue seneng banget liat lo punya sahabat selain gue," ujar Melia dengan bersemangat, sedangkan Jisey hanya menggelengkan kepalanya sambil terkekeh. Ya walau benar, sih, teman yang selama ini bisa Jisey percaya memang hanya Melia.
"Ya walau gue sedih, sedikit, sih. Gara-gara itu artinya gue punya saingan dari sahabat lo, gak mungkin juga gue sahabatan sama Haikal."
"Eh, tapi lo yakin kalau lo gak suka sama Haikal?" Jisey mengerutkan dahinya, bingung atas pertanyaan yang kembali dilontarkan Melia.
"Maksud gue tuh, lo gak punya perasaan lebih ke Haikal? Ya secara kalian udah dekat, kan. Terus mana tetanggaan juga."
Jisey diam, memikirkan apa yang sahabatnya katakan itu. Memang benar, Haikal selalu baik kepadanya. Selalu bisa mengerti dan menghiburnya, walau Haikal memang memiliki sifat yang menyebalkan. Tapi Jisey tak bisa mengelak juga jika ia merasa ada yang berbeda saat ia bersama Haikal. Perasaan itu, perasaan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya oleh siapapun. Rasa nyaman saat bersama Haikal.
Pernah, sih. Tapi itu dulu. Waktu ia kelas satu SMP. Tapi sepertinya, itu hanya cinta monyet. Mengingat Jisey yang tidak ingat siapa yang bisa membuatnya memiliki perasaan itu, karena mereka tidak pernah bertemu lagi. Katanya, sih, dulu dia udah pindah.
Dan, yah, karena sang ibu yang masih belum memberi Jisey izin untuk menjalin hubungan lebih dari teman dan sahabat.
"Makanya itu gue ngajakin dia sebagai sahabat, Mel."
×××
Seperti pulang sekolah biasanya, Haikal, Abim, Yoyo, dan Wahyu lebih memilih untuk diam di perpustakaan terlebih dulu, membaca buku apapun karena tujuannya memang hanya untuk mencari pendingin ruangan di saat cuaca di luar sangat mengundang keringat. Bukan membaca atau mencari buku.
Mengambil buku, duduk di salah satu bangku, dan membaca bukunya jika ingin. Dan mereka kali ini memilih untuk mengabaikan bukunya, lalu sibuk dengan dunia mayanya sendiri.
Yoyo yang baru ingat kalau ada pertanyaan mengganjal yang harus ditanya langsung menurunkan ponselnya dan menoleh pada Haikal yang sepertinya sedang sibuk membaca di ponsel. "Kal."
Haikal menoleh, menaikkan alisnya untuk bertanya.
"Gimana sama Jisey? Ada kemajuan?" tanya Yoyo dengan sedikit berbisik.
"Udah jadi sahabat, sih." Spontan tawa Yoyo, Abim, dan Wahyu langsung tertawa dengan keras, lupa kalau sekarang sedang di perpustakaan. Dan parahnya, mereka juga tamu tak diundang dalam pembicaraannya bersama Yoyo. Mereka lantas menutup mulut, dan kembali berbicara pada Haikal dengan berbisik.
"Kasian ye dianggep prenjon doang," ledek Wahyu yang langsung mendapat tinjuan dari Haikal.
"Untung bukan dianggep maijon, nanti jadi minuman," tambah Yoyo dan langsung disambut tawa Wahyu.
"Ya tapi gak sia-sia deh ya rencana gue sama Melia untuk nyuruh lo maksa Jisey untuk ikut lari pagi," tambah Yoyo lagi.
"Emang kenapa, sih? Random amat sepupu lo nyuruh Haikal ngajak Jisey lari pagi," tanya Wahyu penasaran, yang dibalas Yoyo hanya mengedikkan bahunya.
"Gak tau tuh, doi pede banget katanya bakal ada kemajuan hubungan Haikal Jisey kalau diajakin lari pagi. Katanya Jisey suka emosional kalau diajak lari pagi." Mereka langsung mengeluarkan tawa tanpa suara sesaat setelah Yoyo memaparkan penjelasannya. Menahan tawa mereka agar tidak mengganggu penghuni perpustakaan lainnya.
"Lo kalo suka kejar dong, Kal," saran Abim yang langsung mendapat anggukan setuju dari dua teman lainnya dengan sisa tawa. Abim tuh, sekalinya ngomong, suka benar.
"Gue sama Melia mendukung Haikal Jisey menuju jenjang yang lebih serius!" ujar Yoyo dengan wajah serius, seolah ia sedang melakukan orasi pemuda.
"Masih jauh!" semprot Haikal yang lagi-lagi harus meninju temannya, Yoyo.
"Ya siapa tau, Kal, cinta monyet berujung cinta sehidup semati," tambah Abim yang langsung disambut sorakan oleh Yoyo dan Wahyu.
"Anjaayyy!"
Haikal hanya terkekeh sambil menggelengkan kepala, sudah terbiasa dengan sikap ketiga temannya yang teramat sangat beragam jenisnya.
"Eh, seriusan emang lo gak berniat ngejar Jisey? Gue rasa dia punya perasaan juga ke lo," ucap Yoyo penasaran. Pasalnya berdasarkan apa yang sudah Melia ceritakan padanya, sepupunya itu merasa Jisey memiliki perasaan pada Haikal. Walau Melia dan Jisey tak mengakuinya, tapi Yoyo merasa itu benar, kalau Haikal juga menyukai Jisey.
"Ya niat, sih," sahut Haikal sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ragu-ragu untuk menjawab.
"Kok pake 'sih'? Ya jawabnya 'NIAT DONG!' gitu loh, Kal. Yang semangat!" Wahyu berkata dengan semangat yang menggebu-gebu.
"Sebenarnya yang suka sama Jisey itu gue atau lo sih, Wah? Kok kayanya lo yang lebih semangat."
Wahyu memasang wajah pura-pura terkejutnya, sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. "Teganya lo nuduh gue begitu, Haikal. Mana mungkin gue tega rebut gebetan sohib gue."
"Eh tapi kalau misal lo beneran jadi sama Jisey, enak, gak, sih?" Abim menyela, membuat mereka bertiga jadi ikut bingung apa yang Abim maksud.
"Kan rumah sebelahan, bisa ngapel tiap hari," sambungnya. Mereka langsung tertawa, tak terkecuali Haikal yang mengakui fakta kalau itu memang bisa saja terjadi.
"Tapi gue tuh ragu, soalnya bapak gue kan suka pindah kerja. Kalau LDR, gimana? Kalau udah kenal lama, mendingan. Lah gue sama Jisey? Belum nyampe satu semester."
Mereka bertiga langsung menganggukkan kepalanya, mencerna perkataan Haikal yang memang ada benarnya juga.
"Emang bapak lo mau ada pindah lagi?" tanya Abim dan dibalas kedikan bahu oleh Haikal. Sebenarnya ia juga belum tau bakal menetap di sini atau nggak, secara biasanya ayahnya hanya baru akan memberitahunya pindah seminggu sebelum pindah. Dan itu pasti saat sudah pasti pindah, bukan rencana lagi.
"Ya udah, gue gak tau. Pokoknya semangat," kata Wahyu sambil memberikan Haikal sebuah jempol. Memikirkan kisah cinta sendiri aja udah ribet, apalagi mikirin kisah cinta orang lain. Gak dulu kalau kata Wahyu.
"Gas aja, Kal. Dari pada nanti lo malah kebayang Jisey pas pindahan," sahut Abim sambil sedikit bergurau.
Yoyo mengangguk, menimpali Abim. "Inget, Kal, penyesalan datang di akhir."
×××
Halooo, huhu long time no see lagii yaa:(( apa kabaar, semoga baik yaaah. Maaf baru bisa update lagii, semoga kedepannya aku bisa update lebih rajin ya😭 sibuk banget nih di rl. Semangaat ya kita semua❤️❤️
Have a great day n night, love u jangan lupa stream Whisper olll👄
Hot people stream Whisper🙈❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Tacenda
Fanfiction[Completed] Memiliki ayah yang suka kerja di luar kota adalah salah satu hal yang paling Haikal sukai. Karena itu, ia jadi bisa melihat suasana baru. Bagi Haikal, perpindahan kali ini adalah takdir yang terbahagia, sekaligus patah hati terbesarnya...